PROFIL DAN BIODATA BOB SADINO
Nama : Bambang Mustari Sadino
alias Bob Sadino
Lahir :
Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Agama :
Islam
Pendidikan :
·
SD, Yogyakarta (1947)
·
SMP, Jakarta (1950)
·
SMA, Jakarta (1953)
Karir :
·
Karyawan Unilever (1954-1955)
·
Karyawan Djakarta Lylod, Amsterdam dan Hamburg
(1950-1967)
·
Pemilik Tunggal Kem Chicks (supermarket) (1969-
sekarang)
·
Dirut PT Boga Catur Rata
·
PT Kem Foods (pabrik sosis)
·
PT Kem Farms (kebun sayur)
Bob Sadino lahir di Lampung, tanggal 9 Maret
1933, wafat pada tanggal 19 Januari 2015. Beliau akrab dipanggil dengan sebutan
'om Bob'. Ia adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang
pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick.
Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek
dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah
keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara.
Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi
seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah
dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk
berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap
selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota
Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu
dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob dan
keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan
tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang,
Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama
tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya
karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan pertama yang
dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes
yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia
mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak
punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu.
Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan
hidup yang dialaminya.
Suatu hari, temannya
menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik.
Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan
kehidupan ayam- ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk
hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam,
Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu
setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang
asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di
kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.
Tidak jarang pasangan
tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca
pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada
diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob
yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem
Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana
pendek. Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis,
khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang
asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di
beberapa daerah. Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan
demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya
sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan,
komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu
pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang
ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan.
Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia
tidak segera melangkah.“Yang paling penting tindakan” kata Bob.
Keberhasilan Bob tidak
terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah
jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob
berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu
menjadi trampil dan profesional. Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari
ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu
yang melebihi orang lain. Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau
mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih
simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan
menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani
pelanggan sebaik-baiknya.
Bob menempatkan
perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling
menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.
Seorang Anak Guru
Kembali ke tanah air
tahun 1967, setelah bertahun- tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan
Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara,
hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi
guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia
19.
Modal yang ia bawa dari
Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang
tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih
terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri
sopirnya.
Suatu kali, mobil itu
disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan
mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob
lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami
Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa
menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang
harus mencari nafkah.”
Untuk menenangkan
pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang.
Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan
pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik
pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M,
Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan
perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging
olahan, dan 100 ton sayuran segar.
”Saya hidup dari
fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini lalu
memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per
kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata
Bob.
Om Bob, panggilan akrab
bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang
yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin
berkhayal yang macam-macam. Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar
berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat
bersama istri dan dua anaknya.
Meninggal Dunia
Setelah sempat dirawat
selama dua bulan, pengusaha nyentrik Bob Sadino akhirnya menghembuskan napas terakhirnya
di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta pada hari Senin, tanggal 19 januari 2015
setelah berjuang dengan penyakitnya yaitu infeksi saluran pernafasan kronis.
Bob Sadino dikatakan sudah tak sadar dalam 2-3 minggu. Penyakitnya terkait
dengan usianya yang sudah lanjut serta kondisinya yang makin menurun setelah istrinya
meninggal dunia pada Juli 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar