BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Ibadah dalam Istilah bahasa Arab diartikan dengan berbakti,
berkhidmat, tunduk, patuh, mengesakan dan merendahkan diri. Ibadah itu
dilakukan dengan penuh rasa ketaatan terhadap Allah SWT. Mengharapkan keridhaan
dan perlindungan dari Allah dan sebagai penyampaian rasa syukur atas segala
nikmat hidup yang diterima dari Allah.
Setiap ibadah sebagaimana yang berlaku pada setiap yang di
perintahkan Allah mengandung maksud tersendiri dan di dalam pelaksanaannya
terdapat hikmah. Maqasid al-tasyri berarti
tujuan atau alasan Allah menyuruh melakukannya. Maqasyid al-Syari’ah dalam ibadah berarti kenapa Allah menyuruh
melakukan suatu perbuatan ibadah.
Secara garis besar ibadah itu dibagi dua, yaitu ibadah pokok yang
dalam kajian Ushul Fiqhdi masukkan
kedalam hukuman wajib, baik wajib aini atau
wajib kifayah. Termasuk ke dalam
kelompok ibadah pokok itu adalah apa yang menjadi rukun Islam di dalam arti
akan dinyatakan keluar dari Islam bila sengaja meninggalkan yaitu: Shalat,
Zakat, Puasa dan Haji, yang kesemuanya di dahului oleh ucapan syahadat.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Shalat
merupakan rukun Islam kedua yang mempunyai kedudukan yang urgen dalam Islam.
Bahkan baginda Rasul pun menyebut Shalat sebagai tiang agama Islam.
Pada makalah sebelumnya, telah di bahas mengenai arti, hukum,
tujuan, syarat sah, rukun dan hal-hal yang menghalangi pelaksanaan shalat. Hal-hal
tersebut merupakan prosedur-prosedur yang wajib dipenuhi dalam melaksanakan
shalat. Setelah prosedur-prosedur tersebut terpenuhi maka barulah shalat akan
sempurna.
Berdasarkan latar belakang diatas tentang pentingnya shalat, maka
sebagai tindak lanjut dari makalah sebelumnya, di dalam makalah ini akan di
bahas mengenai shalat berjamaah, shalat Jum’at dan shalat hari raya.
B. Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini yaitu:
1.
Bagaimana
yang dimaksud dengan shalat berjama’ah?
2.
Bagaimana
yang dimaksud dengan shalat Jum’at?
3.
Bagaimana
yang dimaksud dengan shalat hari raya ?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
penulisan pada makalah ini yaitu di sesuaikan dengan kompetensi dasar yang
telah ditentukan oleh dosen pengasuh mata kuliah, yaitu sebagai berikut:
1.
Untuk
memahami dan mempraktikan tata cara shalat berjamaah.
2.
Untuk
memahami dan mempraktikan tata cara shalat Jum’at.
3.
Untuk
memahami dan mempraktikan tata cara shalat hari raya.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode research library yaitu dengan menggunakan buku-buku terkait yang
ada di perpustakaan yang dijadikan sebagai referensi utama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Shalat
Berjamaah
1.
Pengertian
Shalat Berjama’ah
Kata “jama’ah berarti kumpul. Shalat berjamaah dari segi bahasa
artinya shalat yang dikerjakan bersama-sama oleh lebih dari satu orang.
Sedangkan menurut pengertian syara’ adalah shalat yang dikerjakan secara
bersama-sama oleh dua orang atau lebih, salah seorang diantaranya bertindak
sebagai imam sedangkan yang lainnya bertindak sebagai ma’mum.[1]
Jadi, shalat berjama’ah adalah merujuk pada aktivitas shalat yang
dilakukan secara bersama-sama. Shalat ini dilakukan oleh minimal dua orang
dengan salah seorang menjadi imam (pemimpin) dan yang lainnya menjadi ma’mum.
2.
Keutamaan
Shalat Berjama’ah
Adapun keutamaan shalat berjama’ah adalah sebagai berikut:[2]
a)
Abu
Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya
:
“Shalat seorang laki-laki dengan
berjama’ah dibanding shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat
gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena
bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya
menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjama’ah,
maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu
derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan
shalat, maka Malaikat akan turun untuk mendo’akannya selama dia masih berada di
tempat shalatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan
seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia
menanti pelaksanaan shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 649)
b)
Dari
Abu Musa dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Manusia paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang paling
jauh perjalannya, lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang menunggu shalat hingga
melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya daripada yang melakukannya
(sendirian) kemudian tidur.” (HR. Muslim no. 662)
c)
Dari
Ibnu Umar -radhiallahu anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda yang artinya :
“Shalat berjamaah lebih
utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.” (HR. Al-Bukhari no.
131 dan Muslim no. 650)
3.
Penjelasan
tentang keutamaan shalat berjama’ah adalah sebagai berikut:[3]
a) Shalat Berjama'ah lebih utama dari pada salat sendirian. Dari setiap langkahnya
diangkat kedudukannya satu derajat dan dihapuskan baginya satu dosa serta
senantiasa dido'akan oleh paramalaikat.
b) Terbebas dari pengaruh/penguasaan setan. Rasulullah SAW bersabda:
"Tiada
tiga orangpun di dalam sebuah desa atau lembah yang tidak diadakan di sana
salat berjama'ah, melainkan nyatalah bahwa mereka telah dipengaruhi oleh setan.
Karena itu hendaklah kamu sekalian membiasakan salat berjama'ah sebab serigala itu hanya menerkam kambing yang terpencil dari
kawanannya." (HR. Abu Daud dengan isnad hasan dari Abu Darda'
RA).
c) Memancarkan cahaya yang sempurna di hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda:
"Berikanlah khabar gembira orang-orang yang rajin berjalan ke masjid dengan cahaya yang
sempurna di hari kiamat." (HR. Abu Daud, Turmudzi dan Hakim).
d) Mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang salatIsya dengan berjama'ah maka
seakan-akan ia mengerjakan salat setengah malam, dan barangsiapa yang
mengerjakan salat shubuh berjama'ah maka
seolah-olah ia mengerjakan salat semalam penuh. (HR. Muslim dan Turmudzi dari
Utsman RA)
e) Sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung satu
sama lain. Rasulullah SAW terbiasa menghadap ke ma'mum begitu selesai salat dan menanyakan mereka-mereka yang tidak hadir dalam
salat berjama'ah, para sahabat juga terbiasa untuk sekedar berbicara setelah
selesai salat sebelum pulang kerumah
f) Membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin. Pembiasaan ini dilatih
dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan ma'mum, misalnya tidak
boleh menyamai apalagi mendahului gerakan imam menjaga kesempurnaan shaf-shaf salat. Rasulullah SAW bersabda: "Imam
itu diadakan agar diikuti, maka jangan sekali-kali kamu menyalahinya! Jika ia takbir maka takbirlah kalian,
jika ia ruku' maka ruku'lah kalian,
jika ia mengucapkan 'sami'alLaahu liman hamidah' katakanlah 'Allahumma rabbana
lakal Hamdu', Jika ia sujud maka sujud pulalah kalian. Bahkan apabila ia salat
sambil duduk, salatlah kalian sambil duduk pula!" (HR. Bukhori dan Muslim,
shahih).
g) Merupakan pantulan kebaikan dan ketaqwaan. Allah SWT berfiman:
$yJ¯RÎ) ãßJ÷èt yÉf»|¡tB «!$# ô`tB ÆtB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# tP$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4q2¨9$# óOs9ur |·øs wÎ) ©!$# ( #|¤yèsù y7Í´¯»s9'ré& br& (#qçRqä3t z`ÏB úïÏtFôgßJø9$# ÇÊÑÈ
“Hanya yang memakmurkan
masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang
diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. At Taubah 9:18).
B. Shalat
Jum’at
1.
Pengertian
Shalat Jum’at
Shalat Jum’at adalah shalat dua rakaat yang dilaksanakan secara
berjamaah setelah dua khutbah waktu zuhur pada hari jum’at. Hukum melaksanakan
shalat jum’at adalah fardu ‘ain baik bagi setiap muslim laki-laki dewasa,
merdeka dan penduduk tetap (bukan musafir).[4]
Allah Berfirman :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ÏqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqt ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) Ìø.Ï «!$# (#râsur yìøt7ø9$# 4 öNä3Ï9ºs ×öyz öNä3©9 bÎ) óOçGYä. tbqßJn=÷ès? ÇÒÈ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila
diseru untuk menunaikan shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu lebih baik darimu
jika kamu mengetahui.” (Q.S Al-jumuah :9)
2.
Tata
Cara Shalat Jum’at
Adapun tata cara pelaksanaan shalat Jum’at, yaitu:[5]
a)
Khatib
naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari (waktu dzuhur), kemudian
memberi salam dan duduk.
b)
Muadzin
mengumandangkan adzan sebagaimana halnya adzan dzuhur.
c)
Khutbah
pertama: Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan hamdalah
dan pujian kepada Allah SWT serta membaca shalawat kepada Rasulullah SAW.
Kemudian memberikan nasehat kepada para jama’ah, mengingatkan mereka dengan
suara yang lantang, menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT dan RasulNya,
mendorong mereka untuk berbuat kebajikan serta menakut-nakuti mereka dari
berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan serta
ancaman-ancaman Allah Subhannahu wa Ta'ala. Kemudian duduk sebentar.
d)
Khutbah
kedua: Khatib memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan pujian
kepadaNya. Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan
khutbah pertama sampai selesai.
e)
Khatib
kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamat untuk
melaksanakan shalat. Kemudian memimpin shalat berjama'ah dua rakaat dengan
mengeraskan bacaan
3.
Hal-hal
yang dianjurkan pada shalat Jum’at
Pada shalat
Jumat setiap muslim dianjurkan untuk memperhatikan hal-hal berikut:[6]
a)
Mandi,
berpakaian rapi, memakai wewangian dan bersiwak (menggosok gigi).
b)
Meninggalkan transaksi jual beli ketika adzan
sudah mulai berkumandang.
c)
Menyegerakan
pergi ke masjid.
d)
Melakukan
shalat-shalat sunnah di masjid sebelum shalat Jum’at selama Imam belum datang.
e)
Tidak
melangkahi pundak-pundak orang yang sedang duduk dan memisahkan/menggeser
mereka.
f)
Berhenti
dari segala pembicaraan dan perbuatan sia-sia apabila imam telah datang.
g)
Hendaklah
memperbanyak membaca shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW pada malam
Jum’at dan siang harinya.
h)
Memanfaatkannya
untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa karena hari Jumat adalah waktu yang
mustajab untuk dikabulkannya doa.
C. Shalat
Hari Raya
1.
Pengertian
Shalat Hari Raya
Shalat Id adalah ibadah shalat sunnah yang dilakukan setiap hari
raya Idul Fitri dan Idul Adha. Shalat Id termasuk dalam shalat Sunnah Mu’akkad,
artinya walaupun shalat ini bersifat sunnah namun sangat penting sehingga
sangat dianjurkan untuk tidak meninggalkannya.[7]
2.
Dalil
Shalat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha
Dalil mengerjakan shalat dua hari raya adalah firman Allah swt.:
cÎ) t¥ÏR$x© uqèd çtIö/F{$# ÇÌÈ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan
berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 3
Dan hadits Nabi Muhammad saw.:
“Rasulullah saw., Abu Bakar, Umar melakukan
shalat dua hari raya sebelum khutbah dilaksanakan.” (Muttafaq ‘Alaih)
Shalat hari raya adalah shalat yang berjumlah dua raka’at, dan
sunah dengan berjama’ah, serta dikerjakan sebelum khutbah. Akan tetapi, bagi
orang yang mengerjakan ibadah haji disunahkan mengerjakannya tanpa berjama’ah.
Bagi orang yang mengerjakannya tanpa berjama’ah tidak disunahkan melakukan
khutbah setelahnya. Adapun tempat melaksanakan shalat ‘idain adalah masjid.
3.
Tata
Cara Sholat Idul Fitri dan Idul Adha
Salat Id adalah ibadah sholat sunah muakkad yang dilakukan setiap
hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.Sholat Ied ini mempunyai rukun dan syarat
yang tidak berbeda jauh dengan sholat-sholat lainnya. Yang paling terasa
mencolok perbedaannya yaitu dalam hal takbir. Takbir sholat Ied disebut takbir zawa-id atau takbir tambahan sebanyak
tujuh kali (selain takbiratul ihrom) pada rakaat pertama dan takbir lima kali (selain
takbir bangkit dari sujud)pada rakaat kedua.[8]
a)
Cara Melaksanakan Sholat Ied
Ø
Takbiratul ihram dengan membaca niat
Ø Membaca doa
iftitah
Ø Takbir tujuh kali tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada
rakaat kedua dan disela-sela takbir membaca tasbih.
Ø Membaca surat al Fatihah
Ø Membaca surat al Qur'an
Ø Sebaiknya surat Qaaf pada
rakaat pertama dan surat Iqtarabat
pada rakaat kedua.
Ø Atau surat al A'laa pada
rakaat pertama dan surat al-Ghasyiyah
pada rakaat kedua.
b)
Hukum
Shalat Hari Raya
Mengenai hukum sholat Id maka para ulama berbeda pendapat menjadi
tiga kelompok:
Ø
Sebagian
ulama mengatakan hukumnya sunah muakkadah (ditekankan) diantaranya ulama
Syafiiyyah dan Malikiyyah berdasarkan sabda Rasulullah shallawahu alaihi
wasallam kepada orang arab badwi ketika beliau menyebutkan kewajiban sholat
lima waktu lalu orang itu bertanya : apakah ada wajib yang selainnya? Beliau
menjawab: tidak, kecuali engkau ingin melaksanakan yang sunah. Mereka
mengatakan: bahwa sholat Idain memiliki ruku dan sujud namun tidak disyariatkan
adzan sebelumnya maka ini menunjukkan tidak wajib menurut syarie, seperti
sholat dhuha.
Ø
Sebagian ulama mengatakan hukumnya fardhu kifayah
seperti ulama Hanabilah dan sebagian Syafiiyyah berdasarkan firman Allah:
"Maka dirikanlah shalat karena
Rabbmu dan berkorbanlah " (Al Kautsar: 2).
Dan oleh karena Rasulullah selalu mengerjakannya
tidak pernah meninggalkannya.
Ø Sebagian lagi mengatakan hukumnya wajib
ain, ini pendapat Abu Hanifah rahimahullah, bukan fardhu ain karena itu sholat
yang disyariatkan didalamnya khutbah, maka hukumnya wajib ain, bukan fardhu ain
seperti jumat. Yang dimaksudkan wajib menurut Hanafiyyah : yaitu yang
kedudukannya antara fardhu dan sunah. Dalilnya adalah karena Rasulullah shallawahu
alaihi wasallam selalu mengerjakannya serta tidak pernah meninggalkannya
walaupun sekali.
Dan bahwa ia tidak dilaksanakan
kecuali dengan berjamaah selain tarawih dan gerhana matahari dan sholat Idain
dikerjakan secara berjamaah, seandainya hukumnya sunah dan tidak wajib tentunya
Allah akan mengecualikannya sebagaimana sholat tarawih dan gerhana.
Ø
Pendapat yang kuat
Pendapat
yang kuat adalah bahwa hukumnya wajib ain sebagaimana dikuatkan oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Albani rahimahumullah.Syaikh Albani berkata :
(perintah yang disebutkan dalam hadits menunjukkan kewajiban karena apabila
diwajibkan keluar menyaksikannya maka kewajiban sholat lebih utama sebagaimana
nampak jelas, maka yang benar hukumnya wajib bukan sunah saja, diantara dalil
yang lain bahwa sholat Idain menggugurkan kewajiban Jumat apabila bertepatan
dengannya pada hari yang sama… dan sesuatu yang tidak wajib tidak bisa
menggugurkan yang wajib)Tamamul Minnah : 1/344.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1.
Karena
besarnya urgensi shalat berjamaah bagi keumuman lingkungan kaum muslimin dan bagi
setiap individu yang ada di dalamnya, Allah Ta’ala menjanjikan untuknya pahala
yang besar dan Rasul senantiasa memotivasi untuk mengerjakannya. Dan beliau
mengabarkan bahwa shalatnya seseorang secara berjamaah jauh lebih utama
daripada shalat sendirian dan bahwa shalat berjamaah merupakan sebab terjaganya
kaum muslimin dari setan. Keutamaan yang pertama untuk individu dan yang kedua
untuk masyarakat kaum muslimin.
2.
Shalat
Jum’at adalah shalat dua rakaat yang dilaksanakan secara berjamaah setelah dua
khutbah waktu zuhur pada hari jum’at. Hukum melaksanakan shalat jum’at adalah
fardu ‘ain baik bagi setiap muslim laki-laki dewasa, merdeka dan penduduk tetap
(bukan musafir).
3.
Pendapat
yang kuat adalah bahwa hukum melaksanakan sholat Id baik Idul Fitri maupun Idul
Adha adalah wajib ain sebagaimana dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
dan Syaikh Albani rahimahumullah. Syaikh Albani berkata : (perintah yang
disebutkan dalam hadits menunjukkan kewajiban karena apabila diwajibkan keluar
menyaksikannya maka kewajiban sholat lebih utama sebagaimana nampak jelas, maka
yang benar hukumnya wajib bukan sunah saja, diantara dalil yang lain bahwa
sholat Idain menggugurkan kewajiban Jumat apabila bertepatan dengannya pada
hari yang sama… dan sesuatu yang tidak wajib tidak bisa menggugurkan yang
wajib)Tamamul Minnah : 1/344.
B. Saran
1.
Untuk
mahasiswa (i), agar bisa memahami dan mempraktikan tentang tata cara shalat
berjama’ah, shlat jum’at dan shalat hari raya
2.
Kepada
setiap pembaca yang membaca makalah ini agar bisa memberikan sumbangan
pemikiran positif, masukkan, saran dan tanggapan yang rasional dan ilmiah demi
kesempurnaan makalah ini.
3.
Kepada
dosen pengasuh mata kuliah yang bersangkutan agar bisa memberikan penjelasan
yang jelas dan terperinci agar pada mata kuliah Fikih khususnya pada makalah
Shalat ini, mahasiswa (i) tidak mengalami kekeliruan dalam memahami ataupun
menganalisis materi-materi yang dibahas pada makalah tentang Shalat berjama’ah,
Shalat Jum’at dan shalat hari raya lebih-lebih dalam hal penulisan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, Hasbi, Pengantar Ilmu Fikih, Semarang: Pustaka
Rizki Putera, 1999.
Saleh, Hasan, Kajian Fiqih
Nabawi dan Fiqih Kontemporer, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Fiqih, Jakarta:
Prenada Media, 2003.
TIM Penyusun Dosen STAIN Palangka Raya, Pedoman Penelitian dan Penulisan Karya Tulis Ilmiah, Malang: P3M
STAIN Palangka Raya dan Intimedia, 2009.
[1] Hasan Saleh, Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 60.
[3] Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih, Jakarta:
Prenada Media, 2003, h. 28.
[4] Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fikih, Semarang: Pustaka
Rizki Putera, 1999, h. 37.
[7] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fikih......, h. 35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar