BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu unsur penting dari proses
kependidikan adalah pendidik. Di pundak pendidikan terletak tanggung jawab yang
amat besar dalam mengantarkan peserta didik kearah tujuan pendidikan yang di
cita-citakan. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan kumpulan kepribadian yang
bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara terus-menerus, sebagai sasaran
vital untuk membangun kebudayaan dan peradaban umat manusia.
Dalam hal ini, pendidik bertanggung
jawab memenuhi kebutuhan peserta didik, baik spiritual, intelektual, moral,
etika, maupun kebutuhan fisik peserta didik. Karena demikian pentingnya peserta
didik dalam proses pendidikan, selanjutnya dalam makalah ini kami mencoba untuk
memaparkan hal tersebut yang berkaitan dengan hakikat pendidik dalam sudut
pandang pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagimana
konsep dasar penididik Islam ?
2. Mengapa
diperlukan pendidik Islam ?
3. Bagaimana
sifat-sifat pendidik Islam ?
4. Bagaimana
syarat-syarat Pendidik Islam ?
5. Apa
saja Fungsi dan tugas pendidik Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Pendidik Islam
Pendidik
apabila ditinjau dari segi bahasa (etimologi), sebagaimana yang dijelaskan oleh
WJS. Poerwadarminta adalah orang yang mendidik.[1] Di
dalam bahasa Inggris dikenal dengan Teacher yang diartikan
guru atau pengajar, atau tutor yang berarti guru pribadi (private). Dalam
bahasa Arab disebutUstadz/zah, Mudarris, Mu`allim, Mu`addib, selanjutnya
dalam bahasa Arab kata Ustadz adalah jamak dari asatidz yang berarti guru (teacher),
profesor (gelar akademik), jenjang dalam bidang intelektual, pelatih, penulis,
dan penyair. adapun kata Mudarris berarti Teacher (guru), instruktor (pelatih),
trainer (pemandu). sedangkan kata Muaddib berarti educator/pendidik
atau Teacher In Coranic School (guru dalam lembaga pendidikan
al-Qur`an).[2]
Sedangkan
Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik , baik petensi
afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[3]
Pendidik merupakan jabatan profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai pendidik. Dalam undang-undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB XI pasal 39 ayat 2 disebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian masyarakat, terutama bagi pendidik perguruan tinggi.[4]
Secara
terminologi, pengertian yang lebih implisit kata pendidik dapat diartikan
dengan guru, sebagaimana yang disampaikan oleh Hadari Nawawi yang dikutip oleh
Moh. Uzer, pendidik adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan
pelajaran di sekolah atau di kelas. Bahwa guru yang berarti orang yang bekerja
sebagai tenaga pengajar yang ikut juga bertanggung jawab dalam membantu peserta
didik untuk mencapai proses kedewasaan. Tetapi dalam hal ini banyak disalah
artikan banyak orang, bahwa hanya gurulah yang bertanggung jawab dalam proses pendidikan.
Tetapi yang sesungguhnya adalah baik masyarakat lebih-lebih orang tua peserta
didik bersama-sama membangun proses pendidikan, agar menjadi masyarakat yang
dewasa pula.[5]
Menurut
Ahmad D. Marimba, pendidik adalah seseorang yang memikul pertanggung jawaban
untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya
bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik. Secara singkat Ahmad Tafsir
mengatakan pendidikan dalam Islam sama dengan teori Barat, yaitu siapa saja
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.[6]
Dikutip dari
Abuddin Nata, pengertian pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini
memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam
bidang mendidik. Secara khusus pendidikan dalam persepektif pendidikan Islam
adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi
peseta didik. Kalau kita melihat secara fungsional kata pendidik dapat di
artikan sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan.[7]
Adapun
pengertian pendidik menurut istilah yang lazim digunakan di masyarakat.,
diantaranya seperti Ahmad Tafsir, mengatakan bahwa pendidik dalam Islam, sama
dengan teori anak didik. Selanjutnya ia mengatakan bahwa dalam Islam, orang
yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah-ibu) anak didik,
tanggung jawab itu disebabkan oleh dua hal : pertama, karena kodrat,
yaitu karena orang tua ditakdirkan bertanggung jawab mendidik anaknya, kedua,
karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap
kemajuan perkembangan anaknya.[8]
Guru di
sekolah adalah pendidik yang kedua secara teoritis. Mereka menghadapi hal yang
sama dengan yang dihadapi orang tua dirumah, yaitu masalah kekurangan waktu.
Tanggung jawab sekolah sekarang lebih besar dari pada jaman dahulu karena guru
di sekolah harus mengambil alih sebagian tugas mendidik yang tadinya dilakukan
oleh orang tua di rumah.[9]
Istilah yang
lain kadang digunakan untuk pendidik adalah sebutan guru. Pendidik dalam
lembaga persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah
atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah dan sampai pada
dosen-dosen diperguruan tinggi, kiyai di pondok pesantren dan lain sebagainya.[10]
Guru adalah orang yang pekerjaannya mendidik peserta didik baik di lingkungan
formal (kelas atau sekolah) ataupun nonformal. Dengan demikian peserta didik
peranannya merupakan obyek transformasi ilmu tersebut. Demikian pula pada
perkembangannya guru disebut pula sebagai pengajar (intruksional), posisi
pengajar dalam manusia modern sama sekali berbeda dari tempat yang diberikan
kepadanya dalam Islam.[11]
Jadi paradigma pendidik tidak
hanya bertugas sebagai guru atau pengajar, yang mendoktrin peserta didiknya
untuk menguasai seperangkat ilmu pengetahuan dan skill tertentu. Pendidik hanya
bertugas sebagai motivtor dan fasilitator dalam proses belajar mengajar karena
hakekatnya pendidikan adalah suatu proses pembentukan kepribadian, moral serta
intelektual yang baik.[12]
Hal ini
jelas dapat dikatakan bahwa pendidik dan pengajar mempunyai hakikat dan
merupakan pekerjaan yang sangat mulia dalam pandangan Islam, pergeseran makna
dan paradigma itulah yang terkadang disalahtafsirkan dari hakikat tersebut,
yakni makna tentang sikap mental yang baik dan sifat dalam artian penguasaan sesuatu
(keterampilan). Maka dalam konteks ini dapat dikatakan mendidik bobotnya adalah
pembentukan sikap mental atau kepribadian anak didik sehingga memiliki akhlak
(karakter) yang terpuji, sedangkan mengajar bobotnya adalah penguasaan suatu
pengetahuan, keterampilan dan keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua
manusia pada semua usia. Hal inilah yang membedakan pendidikan dalam Islam dan
pendidikan non Islam−pendidikan umum dalam artian pendidikan di dunia Barat,
pendidikan Islam adalah pendidikan yang menekankan pada aspek akhlak yang
terpuji dan amal saleh yang semata-mata untuk dunia dan akhirat, sedangkan
pendidikan umum sebagaimana yang dilakukan di Barat hanya pada menekankan pada
penguasaan bidang ilmu tertentu dan semata-mata untuk kebutuhan duniawi saja,
atau dengan kata lain hanya bersifat sementara untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Pendidik
dalam penyelenggaraan pendidikan Islam pada hakikatnya adalah mereka yang
melaksanakan tugas dan tanggug jawab mendidik. Dalam Islam, pengertian pendidik
tidak hanya dibatasi pada terjadinya interaksi pendidikan dan
pembelajaranantara guru dan peserta didik di muka kelas, tetapi mengajak,
mendoorng dan membimbing orang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaran
Islam merupakan bagian dari aktivitas pendidikan Islam. Oleh karena itu
pendidikan Islam dapat berlangsung kapan dan dimana saja, bahkan oleh siapa
saja sepanjang yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat baik dilihat dari
prinsip-prinsip pendidikan dan pembelajaran maupun ajaran Islam.[13]
B. Mengapa Diperlukan Pendidik Islam
Hadis Rasululllah Saw
yang diriwayatkan Muslim:
“Tidaklah
anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (potensi), maka kedua
orang tuanyalah yang menentukan apakah anak itu akan menjadi yahudi, nasrani
atau Majusi”. ( H.R Muslim)
Wahyu Allah surah ar-Rum (30) ayat
30 :
óOÏ%r'sù
y7ygô_ur
ÈûïÏe$#Ï9
$ZÿÏZym
4
|NtôÜÏù
«!$#
ÓÉL©9$#
tsÜsù
}¨$¨Z9$#
$pkön=tæ
4
w
@Ïö7s?
È,ù=yÜÏ9
«!$#
4
Ï9ºs
ÚúïÏe$!$#
ÞOÍhs)ø9$#
ÆÅ3»s9ur
usYò2r&
Ĩ$¨Z9$#
w
tbqßJn=ôèt
ÇÌÉÈ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S ar-Rum: 30)
Salah satu isi/kandungan wahyu
diatas menunjukkan bahwa di satu sisi manusia itu lahir membawa fitrah
(Potensi), sedangkan disisi lain potensi itu dapat berkembang dan akan
berkembang sesuai dengan respon yang diterimanya atau ikhtiar pengembangan yang
dilakukan, dalam hal ini antara lain melalui pendidik.[14]
Dalil diatas juga mengisyaratkan
pada bahwa fitrah (potensi) akan berkembang, jika ada yang mengembangkannya.
Menurut ajaran Islam, orang yang berkewajiban mengembangkan fitrah manusia itu
adalah pendidik. Seandainya, potensi/fitrh yang dibawa atau dimiliki manusia
dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan hidup umat manusia, khususnya
umat Islam tanpa memerlukan keterlibatan unsur eksternal terdidik, maka tidak
diperlukan pendidik Islam. Jadi pendidik Islam itu diperlukan lantaran fitrah
(Potensi) kemanusiaan itu baru akkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam jika ditumbuhkembangkan oleh pendidik.[15]
C. Sifat-Sifat Pendidik Islam
Dalam
pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang
membedakan dari orang lain. Dengan karakteristiknya, menjadi ciri dan sifat
yang akan menyatu dalam seluruh totalitas kepribadiannya. Totalitas tersebut
kemudian akan teraktualisasi melalui seluruh perkataan dan perbuatannya. Dalam
hal ini, an-Nahlawi membagi karakteristik pendidik muslim kepada beberapa
bentuk, yaitu :
1.
Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah
yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku, dan pola pikirnya.
2.
Bersifat ikhlas, melaksanakan
tugasnya sebagai pendidik semata-mata utuk mencari keridhaan Allah dan
menegakkan kebenaran.
3.
Bersifat sabar dalam mengajarakan
berbagai pengetahuan kepada peserta didik.
4.
Jujur dalam menyampaikan apa yang
diketahuinya.
5.
Senantiasa membekali diri dengan
ilmu, kesediaan diri untuk terus mendalami dan mengkajinya lebih lanjut.
6.
Mampu menggunakan metode mengajar
secara bervariasi. Sesuai dengan prinsip-prinsip penggunaan metode pendidikan.
7.
Mampu mengelola kelas dan peserta
didik, tegas dalam bertindak, dan profesional.
8.
Mengetahui kehidupan psikis peserta
didik.
9.
Tanggap terhadap berbagai kondisi
dan perkembangan dunia yang dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan atau pola pikir
peserta didik.
Sedangkan menurut Muhammad Athiyah
Al-Abrosyi menyebutkan tujuh sifat yang dimiliki oleh seorang pendidik Islam :
1. Bersifat zuhud, dalam arti tidak menggunakan kepentingan materi dalam
pelaksanaan tugasnya, namun mementingkan perolehan keridhoan Allah.
2. Berjiwa bersih dan terhindar dari sifat atau akhlak buruk, dalam arti
bersih secara fisik atau jasmani dan bersih secara mental dan rohani, sehingga
dengan sendirinya terhindar dari sifat atau perilaku buruk.
3. Bersikap ikhlas dalam melaksanakan tugas mendidik
4. Bersifat pemaaf
5. Bersifat kebapaan, dalam arti ia harus memposisikan diri sebagai
pelindung yang mencintai muridnya serta selalu memikirkan masa depan
mereka.
6. Berkemampuan memahami bakat, tabiat dan watak peserta didik
D. Syarat-Syarat Pendidik Islam
Suwarno
mengemukakan enam syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pendidik, yaitu :
1. Kedewasaan,
Langeveld berpendapat seorang pendidik harus orang dewasa, sebab hubungan anak
dengan orang yang belum dewasa tidak dapat menciptakan situasi pendidik dalam
arti yang sebenarnya.
2. Identifikasi
Norma, artinya menjadi satu dengan norma yang disampaikan dengan anak.
3. Identifikasi
dengan anak, artinya pendidik dapat menempatkan diri dalam kehidupan anak
hingga usaha pendidik tidak bertentangan dengan kudrat anak.
4. Knowledge,
mempunyai pengetahuan yang cukup perihal pendidikan.
5. Skill,
mempunyai keterampilan mendidik
6. Attitude,
mempunyai sikap jiwa positif terhadap pendidikan.[18]
Al-Kanani mengemukakan persyaratan
seorang pendidik, yaitu :
1. Syarat-syarat
guru berhubungan dengan dirinya, yaitu :
a. Hendaknya
guru insyaf dengan peringatan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan
perbuatan bahwa ia memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah kepadanya.
b. Hendaknya
guru memelihara kemuliaan murid.
c. Hendaknya
guru bersifat zuhud.
d. Hendaknya
guru tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk
mencapai kedudukan dan kebanggaan atas orang lain.
e. Hendaknya
guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara’ dan menjauhi
situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang bisa
menjatuhkan harga dirinya didepan orang banyak.
f. Hendaknya
guru memelihara syiar-syiar Islam.
g. Guru
hendaknya rajin melakukan hal-hal yang disunahkan agama baik lisan maupun
perbuatan.
h. Guru hendaknya
memelihara akhlak yang memuliakan pergaulannya dengan orang banyak dan menjauhi
akhlak yang buruk.
i.
Guru hendaknya mengisi waktu
luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat.
j.
Guru hendaknya selalu belajar dan
tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah daripadanya.
k. Guru
hendaknya rajin meneliti, menyusun, dan mengarang dengan memperhatikan
keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk itu.[19]
2. Syarat-syarat
yang berhubungan dengan pelajaran dan peserta didik, yaitu:
a. Sebelum
keluar rumah untuk mengajar guru hendaknya bersuci dari hadas dan kotoran serta
menggunakan pakaian yang baik dengan maksud mengagungkan ilmu dan syari’at.
b. Ketika
keluar rumah, hendaknya guru selalu berdo’a agar tidak tersesat dan menyesatkan
dan terus berdzikir kepada Allah sebelum mengajar.
c. Memotovasi
peserta didik untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
d. Menyampaikan
pelajaran dengan bahasa yang mudah dan berusaha agar peserta didiknya memahami
pelajaran.
e. Evaluasi
terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya.
f. Bersikap
adil terhadap peserta didik.
g. Berusaha
memenuhi kemaslahatan peserta didik.
E. Fungsi dan Tugas Pendidik Islam
Fungsi dan
peranan pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan Islam menduduki posisi
strategis dan vital. Pendidik yang terlibat secara fisik dan emosional dalam
proses pengembangan fitrah manusia didik baik langsung ataupun tidak akan
memberi warna tersendiri terhadap corak dan modal sumberdaya manusia yang dihasilkannya.
Oleh karena itu disamping sangat menghargai posisi strategi pendidik, Islam
telah menggariskan fungsi, peranan, dan kriteria seorang pendidik.
Menurut
Suhairini, dkk dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan pendidik sangat
penting, karena dia yang bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan
tersebut. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang
berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik. Pendidik mempunyai tugas
mulia, sehingga Islam memandang pendidik mempunyai derajat yang lebih tinggi
daripada orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan sebagai pendidik.
Hal ini didasarkan pada surat Al-Mujaddalah (58) ayat 11 :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt ª!$# öNä3s9 ( #sÎ)ur @Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
Hai orang-orang beriman apabila kamu
dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S.
Mujaddalah :11)
Pendidik sangat mengemban tugas
berat dan mulia, tugas penyelamatan kehidupan manusia agar selalu berada dalam
lingkaran ketentuan Allah. Sebagai pengembang fitrah kemanusiaan anak atau
peserta didik, maka pendidik harus memiliki nilai lebih dibanding si terdidik.
Tanpa memiliki nilai lebih, sulit bagi pendidik untuk dapat mengembangkan
potensi peserta didik, sebab itu akan kehilangan arah, tidak tahu kemana fitrah
anak didik dikembangkan, serta daya dukung apa yang dapat digunakan. Nilai
lebih yang harus dimiliki oleh seorang pendidik Islam mencakup tiga hal pokok,
yaitu pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang didasarkan nilai-nilai
ajaran Islam.[21]
Mengenai tugas pendidik lebih lanjut
dijelaskan oleh S. Nasution menjadi tiga bagian. Pertama, sebagai orang
yang mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugas ini, maka guru harus memiliki
pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan diajarkannya. Kedua, guru
sebagai model, yaitu dalam bidang studi yang diajarkannya merupakan sesuatu
yang berguna dan dipraktekkan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga guru
tersebut menjadi contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelajaran
tersebut. Ketiga, guru juga menjadi model sebagai pribadi, apakah ia
berdisiplin, cermat berpikir, mencintai pelajarannya, atau yang mematikan
idealisme dan picik dalam pandangannya.
Dari ketiga fungsi guru tersebut,
tergambar bahwa seorang pendidik selain orang yang memiliki pengetahuan yang
akan diajarkannya, juga seorang yang berkepribadian baik, berpandangan luas,
dan berjiwa besar.[22]
BAB
III
KESIMPULAN
Pendidik
dalam penyelenggaraan pendidikan Islam pada hakikatnya adalah mereka yang
melaksanakan tugas dan tanggug jawab mendidik. Dalam Islam, pengertian pendidik
tidak hanya dibatasi pada terjadinya interaksi pendidikan dan
pembelajaranantara guru dan peserta didik di muka kelas, tetapi mengajak,
mendoorng dan membimbing orang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaran
Islam merupakan bagian dari aktivitas pendidikan Islam.
Pendidik Islam itu diperlukan lantaran fitrah
(Potensi) kemanusiaan itu baru akkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam jika ditumbuhkembangkan oleh pendidik.
Tujuh sifat yang dimiliki oleh
seorang pendidik Islam : Bersifat zuhud, Berjiwa bersih dan terhindar dari
sifat atau akhlak buruk, Bersikap ikhlas dalam melaksanakan tugas mendidik, Bersifat
pemaaf, Bersifat kebapaan, Berkemampuan memahami bakat, tabiat dan watak peserta
didik, Mengusai bidang studi atau bidang pengetahuan yang akan dikembangkan
atau diajarkan.
Syarat yang
harus dipenuhi oleh setiap pendidik, yaitu : Kedewasaan, Identifikasi Norma, Identifikasi
dengan anak, Knowledge, Skill, Attitude.
Tugas
pendidik antara lain Pertama, sebagai orang yang mengkomunikasikan
pengetahuan. Kedua, guru sebagai model. Ketiga, guru juga menjadi
model sebagai pribadi, apakah ia berdisiplin, cermat berpikir, mencintai
pelajarannya, atau yang mematikan idealisme dan picik dalam pandangannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Mujib. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media,2006.
Abuddin Nata, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997.
Abuddin Nata, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.
Ahmad Syar’I, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2005.
Ahmad Tafsir, Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2006.
Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan Dalam Persepektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008.
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis
Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Ciputat Press, 2005.
Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2001.
Khoiron Rosyadi, Pendidikan
Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Moh. Uzer Usman, Menjadi
Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Ramayulis dan Syamsul
Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya. Jakarta: Kalam Mulia,2010.
Ramayulis, Metodologi
Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005.
Undang-Undang Sisdiknas 2003 (UU RI NO 20
Th 2003 ), Jakarta: Sinar Grafika, 2003.
WJS.
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2003.
[2] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
Dalam Persepektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hal. 12.
[10] Ramayulis dan Syamsul Nizar. Filsafat
Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya.
(Jakarta: Kalam Mulia,2010), hal.148.
[16] Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan
Historis, Teoritis, dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta :
Ciputat Press, 2005), hal. 45-46.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar