Laman

Jumat, 30 September 2016

Hakikat Pendidik Dalam Pendidikan Islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu unsur penting dari proses kependidikan adalah pendidik. Di pundak pendidikan terletak tanggung jawab yang amat besar dalam mengantarkan peserta didik kearah tujuan pendidikan yang di cita-citakan. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan kumpulan kepribadian yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara terus-menerus, sebagai sasaran vital untuk membangun kebudayaan dan peradaban umat manusia.
Dalam hal ini, pendidik bertanggung jawab memenuhi kebutuhan peserta didik, baik spiritual, intelektual, moral, etika, maupun kebutuhan fisik peserta didik. Karena demikian pentingnya peserta didik dalam proses pendidikan, selanjutnya dalam makalah ini kami mencoba untuk memaparkan hal tersebut yang berkaitan dengan hakikat pendidik dalam sudut pandang pendidikan Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagimana konsep dasar penididik Islam ?
2.      Mengapa diperlukan pendidik Islam ?
3.      Bagaimana sifat-sifat pendidik Islam ?
4.      Bagaimana syarat-syarat Pendidik Islam ?
5.      Apa saja Fungsi dan tugas pendidik Islam ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Dasar Pendidik Islam
Pendidik apabila ditinjau dari segi bahasa (etimologi), sebagaimana yang dijelaskan oleh WJS. Poerwadarminta adalah orang yang mendidik.[1] Di dalam bahasa Inggris dikenal dengan Teacher yang diartikan guru atau pengajar, atau tutor yang berarti guru pribadi (private). Dalam bahasa Arab disebutUstadz/zah, Mudarris, Mu`allim, Mu`addib, selanjutnya dalam bahasa Arab kata Ustadz adalah jamak dari asatidz yang berarti guru (teacher), profesor (gelar akademik), jenjang dalam bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyair. adapun kata Mudarris berarti Teacher (guru), instruktor (pelatih), trainer (pemandu). sedangkan kata Muaddib berarti educator/pendidik atau Teacher In Coranic School (guru dalam lembaga pendidikan al-Qur`an).[2]
Sedangkan Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik , baik petensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[3]
Pendidik merupakan jabatan profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai pendidik. Dalam undang-undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB XI pasal 39 ayat 2 disebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, terutama bagi pendidik perguruan tinggi.[4]
Secara terminologi, pengertian yang lebih implisit kata pendidik dapat diartikan dengan guru, sebagaimana yang disampaikan oleh Hadari Nawawi yang dikutip oleh Moh. Uzer, pendidik adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Bahwa guru yang berarti orang yang bekerja sebagai tenaga pengajar yang ikut juga bertanggung jawab dalam membantu peserta didik untuk mencapai proses kedewasaan. Tetapi dalam hal ini banyak disalah artikan banyak orang, bahwa hanya gurulah yang bertanggung jawab dalam proses pendidikan. Tetapi yang sesungguhnya adalah baik masyarakat lebih-lebih orang tua peserta didik bersama-sama membangun proses pendidikan, agar menjadi masyarakat yang dewasa pula.[5]
Menurut Ahmad D. Marimba, pendidik adalah seseorang yang memikul pertanggung jawaban untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik. Secara singkat Ahmad Tafsir mengatakan pendidikan dalam Islam sama dengan teori Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.[6]
Dikutip dari Abuddin Nata, pengertian pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus pendidikan dalam persepektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat secara fungsional kata pendidik dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan.[7]
Adapun pengertian pendidik menurut istilah yang lazim digunakan di masyarakat., diantaranya seperti Ahmad Tafsir, mengatakan bahwa pendidik dalam Islam, sama dengan teori anak didik. Selanjutnya ia mengatakan bahwa dalam Islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah-ibu) anak didik, tanggung jawab itu disebabkan oleh dua hal : pertama, karena kodrat, yaitu karena orang tua ditakdirkan bertanggung jawab mendidik anaknya, kedua, karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya.[8]
Guru di sekolah adalah pendidik yang kedua secara teoritis. Mereka menghadapi hal yang sama dengan yang dihadapi orang tua dirumah, yaitu masalah kekurangan waktu. Tanggung jawab sekolah sekarang lebih besar dari pada jaman dahulu karena guru di sekolah harus mengambil alih sebagian tugas mendidik yang tadinya dilakukan oleh orang tua di rumah.[9]
Istilah yang lain kadang digunakan untuk pendidik adalah sebutan guru. Pendidik dalam lembaga persekolahan  disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah dan sampai pada dosen-dosen diperguruan tinggi, kiyai di pondok pesantren dan lain sebagainya.[10] Guru adalah orang yang pekerjaannya mendidik peserta didik baik di lingkungan formal (kelas atau sekolah) ataupun nonformal. Dengan demikian peserta didik peranannya merupakan obyek transformasi ilmu tersebut. Demikian pula pada perkembangannya guru disebut pula sebagai pengajar  (intruksional), posisi pengajar dalam manusia modern sama sekali berbeda dari tempat yang diberikan kepadanya dalam Islam.[11]  Jadi paradigma pendidik tidak  hanya bertugas sebagai guru atau pengajar, yang mendoktrin peserta didiknya untuk menguasai seperangkat ilmu pengetahuan dan skill tertentu. Pendidik hanya bertugas sebagai motivtor dan fasilitator dalam proses belajar mengajar karena hakekatnya pendidikan adalah suatu proses pembentukan kepribadian, moral serta intelektual yang baik.[12]
Hal ini jelas dapat dikatakan bahwa pendidik dan pengajar mempunyai hakikat dan merupakan pekerjaan yang sangat mulia dalam pandangan Islam, pergeseran makna dan paradigma itulah yang terkadang disalahtafsirkan dari hakikat tersebut, yakni makna tentang sikap mental yang baik dan sifat dalam artian penguasaan sesuatu (keterampilan). Maka dalam konteks ini dapat dikatakan mendidik bobotnya adalah pembentukan sikap mental atau kepribadian anak didik sehingga memiliki akhlak (karakter) yang terpuji, sedangkan mengajar bobotnya adalah penguasaan suatu pengetahuan, keterampilan dan keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua manusia pada semua usia. Hal inilah yang membedakan pendidikan dalam Islam dan pendidikan non Islam−pendidikan umum dalam artian pendidikan di dunia Barat, pendidikan Islam adalah pendidikan yang menekankan pada aspek akhlak yang terpuji dan amal saleh yang semata-mata untuk dunia dan akhirat, sedangkan pendidikan umum sebagaimana yang dilakukan di Barat hanya pada menekankan pada penguasaan bidang ilmu tertentu dan semata-mata untuk kebutuhan duniawi saja, atau dengan kata lain hanya bersifat sementara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan Islam pada hakikatnya adalah mereka yang melaksanakan tugas dan tanggug jawab mendidik. Dalam Islam, pengertian pendidik tidak hanya dibatasi pada terjadinya interaksi pendidikan dan pembelajaranantara guru dan peserta didik di muka kelas, tetapi mengajak, mendoorng dan membimbing orang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaran Islam merupakan bagian dari aktivitas pendidikan Islam. Oleh karena itu pendidikan Islam dapat berlangsung kapan dan dimana saja, bahkan oleh siapa saja sepanjang yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat baik dilihat dari prinsip-prinsip pendidikan dan pembelajaran maupun ajaran Islam.[13]

B.     Mengapa Diperlukan Pendidik Islam
Hadis Rasululllah Saw yang diriwayatkan Muslim:
“Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (potensi), maka kedua orang tuanyalah yang menentukan apakah anak itu akan menjadi yahudi, nasrani atau Majusi”. ( H.R Muslim)





            Wahyu Allah surah ar-Rum (30) ayat 30 :
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S ar-Rum: 30)
            Salah satu isi/kandungan wahyu diatas menunjukkan bahwa di satu sisi manusia itu lahir membawa fitrah (Potensi), sedangkan disisi lain potensi itu dapat berkembang dan akan berkembang sesuai dengan respon yang diterimanya atau ikhtiar pengembangan yang dilakukan, dalam hal ini antara lain melalui pendidik.[14]
            Dalil diatas juga mengisyaratkan pada bahwa fitrah (potensi) akan berkembang, jika ada yang mengembangkannya. Menurut ajaran Islam, orang yang berkewajiban mengembangkan fitrah manusia itu adalah pendidik. Seandainya, potensi/fitrh yang dibawa atau dimiliki manusia dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan hidup umat manusia, khususnya umat Islam tanpa memerlukan keterlibatan unsur eksternal terdidik, maka tidak diperlukan pendidik Islam. Jadi pendidik Islam itu diperlukan lantaran fitrah (Potensi) kemanusiaan itu baru akkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam jika ditumbuhkembangkan oleh pendidik.[15]

C.    Sifat-Sifat Pendidik Islam
Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang membedakan dari orang lain. Dengan karakteristiknya, menjadi ciri dan sifat yang akan menyatu dalam seluruh totalitas kepribadiannya. Totalitas tersebut kemudian akan teraktualisasi melalui seluruh perkataan dan perbuatannya. Dalam hal ini, an-Nahlawi membagi karakteristik pendidik muslim kepada beberapa bentuk, yaitu :
1.      Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku, dan pola pikirnya.
2.      Bersifat ikhlas, melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata utuk mencari keridhaan Allah dan menegakkan kebenaran.
3.      Bersifat sabar dalam mengajarakan berbagai pengetahuan kepada peserta didik.
4.      Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya.
5.      Senantiasa membekali diri dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus mendalami dan mengkajinya lebih lanjut.
6.      Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi. Sesuai dengan prinsip-prinsip penggunaan metode pendidikan.
7.      Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak, dan profesional.
8.      Mengetahui kehidupan psikis peserta didik.
9.      Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan atau pola pikir peserta didik.
10.  Berlaku adil terhadap peserta didiknya.[16]
Sedangkan menurut Muhammad Athiyah Al-Abrosyi menyebutkan tujuh sifat yang dimiliki oleh seorang pendidik Islam :
1.      Bersifat zuhud, dalam arti tidak menggunakan kepentingan materi dalam pelaksanaan tugasnya, namun mementingkan perolehan keridhoan Allah.
2.      Berjiwa bersih dan terhindar dari sifat atau akhlak buruk, dalam arti bersih secara fisik atau jasmani dan bersih secara mental dan rohani, sehingga dengan sendirinya terhindar dari sifat atau perilaku buruk.
3.      Bersikap ikhlas dalam melaksanakan tugas mendidik
4.      Bersifat pemaaf
5.      Bersifat kebapaan, dalam arti ia harus memposisikan diri sebagai pelindung yang mencintai muridnya serta selalu memikirkan masa depan mereka.
6.      Berkemampuan memahami bakat, tabiat dan watak peserta didik
7.      Mengusai bidang studi atau bidang pengetahuan yang akan dikembangkan atau diajarkan.[17]

D.    Syarat-Syarat Pendidik Islam
Suwarno mengemukakan enam syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pendidik, yaitu :
1.      Kedewasaan, Langeveld berpendapat seorang pendidik harus orang dewasa, sebab hubungan anak dengan orang yang belum dewasa tidak dapat menciptakan situasi pendidik dalam arti yang sebenarnya.
2.      Identifikasi Norma, artinya menjadi satu dengan norma yang disampaikan dengan anak.
3.      Identifikasi dengan anak, artinya pendidik dapat menempatkan diri dalam kehidupan anak hingga usaha pendidik tidak bertentangan dengan kudrat anak.
4.      Knowledge, mempunyai pengetahuan yang cukup perihal pendidikan.
5.      Skill, mempunyai keterampilan mendidik
6.      Attitude, mempunyai sikap jiwa positif terhadap pendidikan.[18]
Al-Kanani mengemukakan persyaratan seorang pendidik, yaitu :
1.      Syarat-syarat guru berhubungan dengan dirinya, yaitu :
a.       Hendaknya guru insyaf dengan peringatan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan bahwa ia memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah kepadanya.
b.      Hendaknya guru memelihara kemuliaan murid.
c.       Hendaknya guru bersifat zuhud.
d.      Hendaknya guru tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kedudukan dan kebanggaan atas orang lain.
e.       Hendaknya guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara’ dan menjauhi situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang bisa menjatuhkan harga dirinya didepan orang banyak.
f.       Hendaknya guru memelihara syiar-syiar Islam.
g.      Guru hendaknya rajin melakukan hal-hal yang disunahkan agama baik lisan maupun perbuatan.
h.      Guru hendaknya memelihara akhlak yang memuliakan pergaulannya dengan orang banyak dan menjauhi akhlak yang buruk.
i.        Guru hendaknya mengisi waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat.
j.        Guru hendaknya selalu belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah daripadanya.
k.      Guru hendaknya rajin meneliti, menyusun, dan mengarang dengan memperhatikan keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk itu.[19]
2.      Syarat-syarat yang berhubungan dengan pelajaran dan peserta didik, yaitu:
a.       Sebelum keluar rumah untuk mengajar guru hendaknya bersuci dari hadas dan kotoran serta menggunakan pakaian yang baik dengan maksud mengagungkan ilmu dan syari’at.
b.      Ketika keluar rumah, hendaknya guru selalu berdo’a agar tidak tersesat dan menyesatkan dan terus berdzikir kepada Allah sebelum mengajar.
c.       Memotovasi peserta didik untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
d.      Menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dan berusaha agar peserta didiknya memahami pelajaran.
e.       Evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya.
f.       Bersikap adil terhadap peserta didik.
g.      Berusaha memenuhi kemaslahatan peserta didik.
h.      Terus memantau perkembangan peserta didik, baik intelektual maupun akhlaknya.[20]

E.     Fungsi dan Tugas Pendidik Islam
Fungsi dan peranan pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan Islam menduduki posisi strategis dan vital. Pendidik yang terlibat secara fisik dan emosional dalam proses pengembangan fitrah manusia didik baik langsung ataupun tidak akan memberi warna tersendiri terhadap corak dan modal sumberdaya manusia yang dihasilkannya. Oleh karena itu disamping sangat menghargai posisi strategi pendidik, Islam telah menggariskan fungsi, peranan, dan kriteria seorang pendidik.
Menurut Suhairini, dkk dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan pendidik sangat penting, karena dia yang bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan tersebut. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik. Pendidik mempunyai tugas mulia, sehingga Islam memandang pendidik mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan sebagai pendidik. Hal ini didasarkan pada surat Al-Mujaddalah (58) ayat 11 :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. Mujaddalah :11)

Pendidik sangat mengemban tugas berat dan mulia, tugas penyelamatan kehidupan manusia agar selalu berada dalam lingkaran ketentuan Allah. Sebagai pengembang fitrah kemanusiaan anak atau peserta didik, maka pendidik harus memiliki nilai lebih dibanding si terdidik. Tanpa memiliki nilai lebih, sulit bagi pendidik untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik, sebab itu akan kehilangan arah, tidak tahu kemana fitrah anak didik dikembangkan, serta daya dukung apa yang dapat digunakan. Nilai lebih yang harus dimiliki oleh seorang pendidik Islam mencakup tiga hal pokok, yaitu pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang didasarkan nilai-nilai ajaran Islam.[21]
Mengenai tugas pendidik lebih lanjut dijelaskan oleh S. Nasution menjadi tiga bagian. Pertama, sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugas ini, maka guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan diajarkannya. Kedua, guru sebagai model, yaitu dalam bidang studi yang diajarkannya merupakan sesuatu yang berguna dan dipraktekkan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga guru tersebut menjadi contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelajaran tersebut. Ketiga, guru juga menjadi model sebagai pribadi, apakah ia berdisiplin, cermat berpikir, mencintai pelajarannya, atau yang mematikan idealisme dan picik dalam pandangannya.
Dari ketiga fungsi guru tersebut, tergambar bahwa seorang pendidik selain orang yang memiliki pengetahuan yang akan diajarkannya, juga seorang yang berkepribadian baik, berpandangan luas, dan berjiwa besar.[22]




BAB III
KESIMPULAN

Pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan Islam pada hakikatnya adalah mereka yang melaksanakan tugas dan tanggug jawab mendidik. Dalam Islam, pengertian pendidik tidak hanya dibatasi pada terjadinya interaksi pendidikan dan pembelajaranantara guru dan peserta didik di muka kelas, tetapi mengajak, mendoorng dan membimbing orang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaran Islam merupakan bagian dari aktivitas pendidikan Islam.
Pendidik Islam itu diperlukan lantaran fitrah (Potensi) kemanusiaan itu baru akkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam jika ditumbuhkembangkan oleh pendidik.
Tujuh sifat yang dimiliki oleh seorang pendidik Islam : Bersifat zuhud, Berjiwa bersih dan terhindar dari sifat atau akhlak buruk, Bersikap ikhlas dalam melaksanakan tugas mendidik, Bersifat pemaaf, Bersifat kebapaan, Berkemampuan memahami bakat, tabiat dan watak peserta didik, Mengusai bidang studi atau bidang pengetahuan yang akan dikembangkan atau diajarkan.
Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pendidik, yaitu : Kedewasaan, Identifikasi Norma, Identifikasi dengan anak, Knowledge, Skill, Attitude.
Tugas pendidik antara lain Pertama, sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Kedua, guru sebagai model. Ketiga, guru juga menjadi model sebagai pribadi, apakah ia berdisiplin, cermat berpikir, mencintai pelajarannya, atau yang mematikan idealisme dan picik dalam pandangannya.



DAFTAR PUSTAKA


Abdul Mujib. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media,2006.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.
Ahmad Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2005.
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2006.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persepektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008.
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Ciputat Press, 2005.
Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Ramayulis dan Syamsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya. Jakarta: Kalam Mulia,2010.
Ramayulis,  Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005.
Undang-Undang Sisdiknas 2003 (UU RI NO 20 Th 2003 ), Jakarta: Sinar Grafika, 2003.
WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003.


 


[1] WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hal. 302.
[2] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persepektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hal. 12.
[3] Ramayulis,  Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hal. 19.
[4] Undang-Undang Sisdiknas 2003 (UU RI NO 20 Th 2003 ),( Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal. 20
[5] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 210.
[6] Ahmad Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2005), hal. 31.
[7] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hal. 5.
[8] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 62.
[9] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2006), hal. 173-174.
[10] Ramayulis dan Syamsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya. (Jakarta: Kalam Mulia,2010), hal.148.
[11] Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.173.
[12] Abdul Mujib. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media,2006), hal.88.
[13] Ahmad Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 32.
[14] Ahmad Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 34.
[15] Ahmad Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 34-35.
[16] Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, 2005), hal. 45-46.
[17] Ahmad Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam,hal. 36-38
[18] Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, hal. 181-182
[19] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal, 52-54.
[20] Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 125
[21] Ahmad Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam,hal. 35-36.
[22] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,1997, hal. 63-64.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar