BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang
mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh
sebab itu, hampir semua Negara menempatkan variable pendidikan sebagai sesuatu
yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga
Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal
ini dapat dilihat dari isi Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menegaskan bahwa
salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Guru dalam
konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan strategis. Hal ini
disebabkan gurulah yang berada di barisan terdepan dalam pelaksanaan
pendidikan. Gurulah yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk
menstransfer ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mendidik dengan
nilai-nilai positif melalui bimbingan dan keteladanan. Dengan demikian guru
mempunyai misi dan tugas yang berat, namun mulia dalam mengantarkan tunas-tunas
bangsa ke puncak cita-cita. Oleh karena itu, sudah selayaknya guru mempunyai
kompetensi dan kepribadian yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian kepribadian guru ?
2.
Bagaimana
kepribadian guru yang mandiri ?
3.
Bagaimana
kepribadian guru yang adil ?
4.
Bagaimana
kepribadian guru yang bijaksana ?
5.
Bagaimana
kompetensi sosial guru ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kepribadian Guru
Kepribadian guru adalah suatu masalah yang abstrak hanya dapat dilihat
melalui penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian dan dalam menghadapi
setiap persoalan setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai dengan
ciri-ciri pribadi yang ia miliki. Ciri-ciri tersebut tidak dapat ditiru oleh
guru lain karena dengan adanya perbedaan ciri inilah maka kepribadian setiap
guru itu tidak sama.[1]
Kepribadian adalah keseluruhan dan individu yang terdiri dari unsur psikis, dan
pisik, artinya seluruh sikap dan perbuatan seseorang akan menggambarkan sesuatu
kepribadian apabila dilakukan secara sadar. Kepribadian merupakan suatu hal
yang sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan
anak didik dan masyarakat. Peranan guru sebagai pendidik profesional
sesungguhnya sangat kompliks, tidak terbatas pada saat berlangsungnya interaksi
edukatif di dalam kelas. Dengan menelaah kalimat di atas, maka sosok seorang
guru itu harus siap sedia mengontrol peserta didik, kapan dan dimana saja,
karena seperti apa yang diungkapkan oleh Abdurrahmansyah, M. Ag., kurikulum
kependidikan Islam itu bukan hanya sebatas di sekolah saja tapi setiap saat.
Pantaslah James B. Broww berpendapat peran guru itu, menguasai dan
mengembangkan materi pelajaran, merencanakan, mempersiapkan pelajaran sehari-
hari mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.
Untuk itu, TC. Pasaribu dan B. Simanjuntak, mcnyatakan “Di dalam pendidikan
efektivitas dapat ditinjau dan dua segi” :[2]
1. Mengajar guru dan menyangkut sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang di
rencanakan terlaksana.
2. Belajar murid, yang menyangkut sejauh mana tujuan pelajaran yang di
inginkan tercapai melalui kegiatan belajar mengajar.
Faktor terpenting pada seorang guru adalah kepribadiannya. Karena dengan
kepribadian itulah seorang guru bisa menjadi seorang pendidik dan pembina bagi
anak didiknya atau bahkan malah sebaliknya malah akan menjadi perusak dan
penghancur bagi masa depan anak didiknya.
B.
Kepribadian Guru yang Mandiri
Di antara sifat yang harus dimiliki guru ialah pembelajaran yang baik atau
pembelajaran mandiri, yaitu semangat yang besar untuk menuntut ilmu. Sebagai
contoh kecil yaitu kegemarannya membaca dan berlatih keterampilan yang dapat
menunjang profesinya sebagai pendidik. Berkembang dan bertumbuh hanya dapat
terjadi jika guru mampu konsisten sebagai pembelajar mandiri, yang cerdas
memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada di sekolah dan lingkungannya.
Menurut Husain dan Ashraf mengutip
pendapat Hossein Nasr, Baloch, Aroosi, dan Badawi terkait dengan eksistensi dan
peran guru:
Pertama, poros utama sistem
pendidikan adalah guru; kedua, guru tidak hanya menjadi manusia
pembelajar (man of learning) namun juga harus menjadi manusia yang
bermoral tinggi; ketiga, dia harus menjadi manusia yang mampu
menginspirasi orang lain untuk antusias pada moral dan etika yang dia katakan
dan juga ia contohkan; keempat, dia harus menjadi orang yang
mengajarkan keyakinannya. Tidak boleh ada kontradiksi antara apa yang di
ajarkan dan keyakinan pribadinya.[3]
C.
Kepribadian Guru yang Adil
Adil, jujur,
dan objektif dalam memperlakukan dan juga menilai siswa dalam proses
belajar-mengajar merupakan hal yang harus dilaksanakan oleh guru. Sifat-sifat
ini harus ditunjang oleh penghayatan dan pengamalan nilai-nilai moral dan
nilai-nilai sosial budaya yang diperolehnya dari kehidupan masyarakat dan
bernegara serta pengalamn belajar yang diperolehnya.
Adil artinya
menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan jujur adalah tulus ikhlas dan
menjalakan fungsinya sebagi guru, sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak
pamrih, dan sesuai pula dengan norma-norma yang berlaku. Objektif artinya
benar-benar menjalankan aturan dan kriteria yang telah ditetapkan, tidak pilih
kasih, tidak memandang bahwa siswa itu familinya, atau anak si A, si B,dan
seterusnya. Jamal Makmur Asmani berpendapat:
“Seseorang guru tidak boleh pilih kasih dalam masalah
apapun, sikap pilih kasih akan membuat kebijakan guru tidak dihormati muridnya,
seperti tidak mengindahkan perintah guru, oleh sebab itu sikap pilih kasih
jangan sampai ditujukan guru kepada muridnya.[4]
Sifat-sifat
tersebut di atas harus dimiliki oleh guru guna mencapai hasil belajar-mengajar
yang sesuai dengan cita-cita, harapan, dan tujuan pendidikan sehingga mutu
pendidikan yang diharapkan benar-benar tercapai.
D.
Kepribadian Guru yang Bijaksana
Menurut Husain dan Ashraf bahwa: [5]
“Guru bukan hanya menjadi seorang manusia pembelajar tetapi menjadi pribadi
bijak, seorang saleh yang dapat memengaruhi pikiran generasi muda.” Seorang
guru todak boleh sombong dengan ilmunya, karena merasa paling mengetahui dan
terampil dibanding guru yang lainnya, sehingga menganggap remeh dan rendah
rekan sejawatnya. Allah SWT mengingatkan orang- orang yang sombong dengan
firmannya:
“...kami tinggikan derajat orang yang kami kehendaki; dan di atas tiap-
tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.”
(QS:Yusuf:76)
Sepintar dan seluas apapun pengetahuan manusia, tidak akan mampu menandingi
keluasan Allah SWT, dengan ilmu sesama manusia pun, pasti ada yang lebih tinggi
dan luas lagi. Masalahnya, manusia kadang memilki sifat sombong.
E.
Kompetensi Sosial Guru
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang berarti
kecakapan, kemampuan dan wewenang. Seseorang dinyatakan kompeten di bidang
tertentu jika menguasai kecakapan bekerja pada satu bidang tertentu.
Secara nyata orang yang kompeten mampu bekerja di bidangnya secara efektif-
efisien.[6]
Kompetensi sosial seorang guru berarti kemampuan guru untuk memahami
dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu
mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga Negara. Lebih dalam
lagi kemampuan sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada
tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai
guru. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 salah satu kewajiban dari seorang pendidik
adalah member teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Kompetensi sosial dalam
kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam bekomunikasi
dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal
sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki
karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang
bukan guru.
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, guru lain, orang
tua/wali dan masyarakat sekitar (Trianto 2006: 67). Menurut UU No 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen kompetensi sosial merupakan kemampuan
pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, ortang
tua/wali peserta didik dan masyarakat.
Adapun menurut Arbi dalam Trianto (2006:67) kompetensi sosial adalah
kemampuan guru dan dosen dalam membina dan mengembangkan interaksi sosial baik
sebagai tenaga profesional maupun sebagai tenaga anggota masyarakat.[7]
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa
siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas
merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh
seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain.
Dalam kompetensi sosial ini termasuk
keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education,
menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru
untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta
kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di
masa yang akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan,
guru harus memiliki kompetensi diantaranya:
1. Aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup
digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus
beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan
dalam melaksanakan tugasnya.
2. Pertimbangan sebelum memilih jabatan guru.
3. Mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan
kemajuan pendidikan.
Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan sosial
mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan
sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Arikunto (1993:239)
mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi
sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata
usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.
Berdasarkan uraian di
atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator diantaranya:
1. Interaksi guru dengan siswa.
2. Interaksi guru dengan kepala sekolah.
3. Interaksi guru dengan rekan kerja.
4. Interaksi guru dengan orang tua siswa.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
Kompetensi sosial menunjuk kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar.[9]
BAB
III
KESIMPULAN
Kepribadian adalah
keseluruhan dan individu yang terdiri dari unsur psikis, dan pisik, artinya
seluruh sikap dan perbuatan seseorang akan menggambarkan sesuatu kepribadian
apabila dilakukan secara sadar.
Menurut Husain dan Ashraf mengutip
pendapat Hossein Nasr, Baloch, Aroosi, dan Badawi terkait dengan eksistensi dan
peran guru:
Pertama, poros utama sistem pendidikan adalah guru; kedua, guru tidak hanya
menjadi manusia pembelajar (man of learning) namun juga harus menjadi
manusia yang bermoral tinggi; ketiga, dia harus menjadi manusia yang
mampu menginspirasi orang lain untuk antusias pada moral dan etika yang dia
katakan dan juga ia contohkan; keempat, dia harus menjadi orang
yang mengajarkan keyakinannya. Tidak boleh ada kontradiksi antara apa yang di
ajarkan dan keyakinan pribadinya.
Kompetensi sosial
seorang guru berarti kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai
anggota masyarakat dan warga Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Anom. 2009. Pengembangan Kompetensi SDM Kependidikan.( http://anomsblg.wordpress.com/profesi-kependidikan/pengembangan-kompetensi-sdm-kependidikan/) diakses 2 januari 2016
Jamal Makmur Asmani, Tips Menjadi
Guru Inspiratif, Kreatif Dan Inovativ,Yogyakarta: Diva press, 2010.
Mahmuddin. 2008. Kompetensi
pedagogik guru Indonesia (http://mahmuddin.wordpress.com/2008/03/19/kompetensi-pedagogik-guru-indonesia/). diakses 2 januari 2016
Mudjia Rahardjo. 2010. Pengembangan Profesionalisme Guru. (www.Mudjiarahardjo.com) diakses 2 januari
2016
Muhaimin,
dkk., Strategi Belajar Mengajar
Penerapannya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Surabaya: CV. Citra Media,
1996.
Musfah, Jejen. Peningkatan Kompetensi Guru (Melalui
Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik). Jakarta: Kencana. 2011.
Roqib,
Nurfuadi. Kepribadian Guru.
Yogyakarta: Grafindo Litera Media. 2009.
Samana, Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius, 2003.
[1] Roqib,
Nurfuadi. Kepribadian Guru.
Yogyakarta: Grafindo Litera Media. 2009. Hlm.109
[2] Muhaimin,
dkk., Strategi Belajar Mengajar
Penerapannya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Surabaya: CV. Citra Media,
1996, hlm.13
[3] Musfah, Jejen. Peningkatan
Kompetensi Guru (Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik).
Jakarta: Kencana. 2011. Hal. 49
[4]Jamal
Makmur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif Dan Inovativ,Yogyakarta:
Diva press, 2010,hlm. 105.
[5]Musfah, Jejen. Peningkatan
Kompetensi Guru..., Hlm. 46
[7] Mahmuddin. 2008. Kompetensi
pedagogik guru Indonesia (http://mahmuddin.wordpress.com/2008/03/19/kompetensi-pedagogik-guru-indonesia/). diakses 2 januari 2016
[8] Anom. 2009. Pengembangan Kompetensi
SDM Kependidikan.( http://anomsblg.wordpress.com/profesi-kependidikan/pengembangan-kompetensi-sdm-kependidikan/) diakses 2 januari
2016
[9] Mudjia Rahardjo. 2010. Pengembangan Profesionalisme Guru. (www.Mudjiarahardjo.com) diakses 2 januari
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar