PROPHETIC LEARNING
Menjadi Cerdas dengan Jalan Kenabian
(Dwi Budiyanto)
Judul
: Prophetic Learning Menjadi
Cerdas dengan Jalan Kenabian
Penulis
: Dwi Budiyanto
Penerbit
: Pro-U Media (Yogyakarta)
Halaman : 268 Halaman
A. Bagaimana Seorang Muslim Belajar?
Alam telah menganugerahkanmu sepasang
mata baja penaka mata rajawali tapi perbudakan telah meredupkan pandanganmu
seredup pandangan seekor kelelawar (Muhammad Iqbal)
Suatu
saat Harun al-Rasyid, pernah meminta Imam Malik untuk mendatanginya. Datanglah
ke tempat kami”, katanya. ”Agar anak-anak kami bisa mendengarkan anak-anak kami
bisa mendengar kitab Al Muwatha’ tambahnya. Dengan tegas Imam Malik mengatakan,
”Semoga Allah menjayakan Amirul Mukminin. Ilmu itu datang dari lingkungan
kalian (baytun nubuwah). Jika kalian memuliakannya, ia jadi mulia. Jika
kalian merendahkannya ia jadi hina. Ilmu harus didatangi, bukan mendatangi”
Maka
ketika khalifah menyuruh kedua putranya datang ke masjid untuk belajr dengan
rakyat, Imam Malik mengatakan, ”Tak apa, tapi dengan syarat mereka tidak boleh
melangkah bahu jamaah dan bersedia duduk di posisi mana saja yang lapang bagi
mereka”.
Imam
malik sangat menyadari bahwa kesuksesan sesorang sangat dipengaruhi oleh motif
dan sikap yang melekatdalam diri setiap pembelajar. “Ilmu harus didatangi,
bukan mendetangi!” demikian kata Imam Malik. Kalimat ini menegaskan bahwa
setiap pembelajar harus memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam belajar.
Belajar dari Konsep Sayyid Quthb
Dalam
Ma’alim fi ath-thariq, Sayyid Quthb memberikan gambaran kepada kita tentang
tabiat insan pembelajar dari generasi sahabat yang membuat mereka mampu membuat
lompatan luar biasa memimpin garda peradaban dunia. Sayyid Quthb menjelaskan, ”Kehebatan
generasi sahabat bukan semata-mata karena di sana ada Rasulullah, sebab jika
ini jawabannya berarti islam tidak rahmatan lil ’alamin. Kehebatan mereka
terletak pada semangat mereka untuk belajar lalu secara maksimal berupaya untuk
mengamalkannya”
Generasi
sahabat memiliki memiliki kesadaran diri untuk menjadi untuk menjadi pribadi
paripurna/taqwa (learning how to be). Untuk mencapai hal itu, mereka harus
menginvestasikan amal-amal yang berkualitas (learning how to do). Untuk
mencapainya, mereka harus belajar untuk memiliki pemahaman yang baik (learning
how think).
Menurut
Sayyid Quthb, Pengetahuan memasuki wilayah kepribadian seseorang melalui 3
tahap: Teori, aplikasi dan pengalaman.
Menjadi Muslim Pembelajar
Proses
belajar kita semestinya menjadikan diri kita lebih cerdas, inovativ, dan
memiliki orientasi hidup yang terang dan jernih. Oleh karena itu, kebutuhan
untuk mengembangkan diri tidak sekedar terkait dengan kerja. Masih banyak
bidang-bidang lain diluar profesi kita yang harus dipelajari. Begitu banyak
yang harus kita pelajari, setidaknya ada 3 wilayah keilmuan yang harus kita
kuasai, yaitu:
1.
Ilmu yang
terkait dengan dasar-dasar pembentukan karakter (character building) dan
potensi diri kita. Ilmu-ilmu yang termasuk dalam kategori ini bisa bersumber
dari agama atau ilmu pengembangan diri.
2.
Ilmu yang
terkait dengan penguatan hubungan sosial. Seperti ilmu-ilmu humaniora,
psikologi, politik, ilmu komunikasi, parenting dan sebagainya.
3.
Ilmu yang
berhubungan dengan pengembangan profesi. Ilmu-ilmu ini berhubungan dengan
profesi yang akan digeluti. Jika kita ingin menjadi guru maka kita harus
menguasai bidang pendidikan.
Agar Kuliah Kita Menjadi Berkah
Tidak
ada kebaikan dalan ilmu yang kita kuasai jika tidak ada berkah di dalamnya. Di
antara tanda bahwa ilmu yang kita pelajari memberi keberkahan adalah apabila
bisa mendatangkan kemanfaatan dan kebaikan yang bertambah-tambah
(ziyadatul-khair) baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Rasulullah
Shallallahu ’alaihi wa Sallam bersabda, “Apabila meninggal anak Adam,
terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat
dan anak shalih yang mendo’akannya” . (HR Muslim). Ternyata, ilmu yang
bermanfaat menjadi investasi yang tidak ternilai di akhirat kelak.
Ada tiga hal yang bisa dilakukan agar
belajar kita bisa menjadi berkah.
1.
Motivasi yang
ikhlas (ikhlash an-niyyah)
Faktor
pertama yang membuat ilmu yang dihasilkan dari aktivitas belajar kita menjadi
berkah adalah niat kita yang ikhlas untuk mencari keridhaaan Allah bukan yang
lain. Motivasi yang ikhlas menentukan hamasah (semangat) dan jiddiyah (kesungguhan)
kita dalam belajar.
2.
Belajar dengan
sebaik-baiknya (itqan al-amal)
Aktivitas
belajar harus dilakukan sebaik mungkin, dengan etos belajar dan profesionalitas
yang tinggi (rajin, gigih dan disiplin). Saat kuliah datang tepat waktu dan
fokus untuk mendengarkan kuliah, mencatat hal penting dan berdiskusi saat
dibutuhkan. Apabila ada tugas, kerjakanlah dengan sebaik-baiknya. Saat mau
ujian, maka persiapkan dengan sebaik-baiknya, dan tanpa melakukan maksiat
(menyontek).
3.
Pemanfaatan
hasil usaha (belajar) dengan tepat (jaudah al-ada’)
Setiap
kita mendapatkan ilmu melalui aktivitas belajar, maka sebisa mungkin
meng’amalkanya. Saat kuliah kita tuntas menjadi sarjana, jangan hanya
dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri mencari uang (atau malah tidak dimanfaatkan).
Tapi jadilah seorang ahli yang keahliannya bermanfaat untuk islam, bangsa dan
negara.
Inilah
perkara mendasar kita dalam belajar. Kesadaran inilah yang dimiliki oleh
generasi salaf, ketika mereka menuntut ilmu. Mereka berangkat dari motivasi
yang benar, proses belajar yang gigih dan disiplin, serta pikiran untuk
memanfaatkan ilmu sebanyak-banyaknya bagi kemaslahatan masyarakatdan Islam.
Berangkat dari perkara inlah kesuksesan kita dimulai.
B. Cerdas Dengan Menata Pikiran
Inilah langkah awal kita untuk mengubah
diri, yaitu dengan menata pikiran kita. Dari pikiranlah tindakan akan
dihasilkan. Jika kita ingin membiasakan diri sebagai muslim pembelajar, maka
pertama kali yang harus diubah adalah skala pemikiran kita. Jangan memulai dari
kebiasaan-kebiasaan yang bersifat teknis tanpa didahului oleh penataan pikiran
kita.
Pikiran kita bisa menjadi sumber
nutrisi yang diperlukan oleh diri kita, tetapi juga bisa menjadi racun yang
mematikan diri kita. Sungguh, kita banyak menemukan bahwa kesenagan dan
kesulitan hidup lebih banyak dikondisikan oleh pikiran kita daripada kenyataan
objektif kita. Kadang kala bukan masalah yang membuat kita menjadi berat,
tetapi sikap kita dalam menaggapi masalah yang menjadikan kita berat.
Untuk itu perlu adanya penataan
pikiran agar jiwa dan tindakan
terkondisikan. Langkah-langkah yang bisa kita lakukan untuk menata pikiran kita
yaitu:
1. Eliminasi
Menghilangkan pikiran-pikiran
negatif yang ada di dalam diri kita, karena pikiran negatif hanya akan menguras
energi jiwa sehingga bisa menyebabkan kita kehilangan spirit dan motivasi untuk
melakukan tindakan
2. Substitusi
Setelah menghilangkan pikiran
negatif, maka kita harus menggantinya dengan pikiran-pikiran positif, inilah
yang disebut dengan substitusi. Fungsi utama substitusi adalah melakukan
penetapan yang positif, penegasan, atau peneguhan akan diri kita.
3. Visualisasi
Visualisasi merupakan usaha yang
kita lakukan untuk membuat gambaran nyata tentang keinginan-keinginan kita.
Dengan visualisasi kita mencoba melukiskan tujuan dan keinginan kita. Ia
merupakan cita-cita tinggi yang terlukiskan dengan detail dan memiliki pijakan
basis rasionalitas yang kuat. Oleh karena itu, ulama-ulama kita lebih sering
menyebutnya dengan kata al-himmah
‘hasrat yang kuat’ atau ‘cita-cita yang tinggi’
Dengan keuatan visualisasi, kita
tidak hanya akan mampu mengembangkan kecerdasan kita,tetapi juga menciptakan
realitas seperti yang kita bayangkan. Teringat sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, “berhati-hatilah dengan firasat seorang
mukmin,karena sesungguhnya ia melihat dengan cahaya Allah” (H.r at-Tirmidzi)
Bagaimana firasat atau visualisasi
kita menjadi kuat? Syuja’al-Karmani berkata :“Siapa yang menyuburkan
lahiriahnya dengan mengikuti sunnah, menghiasi batinnya dengan muroqobah,
menundukkan pandangannya dari yang haram, menahan dirinya dari syahwat, dan
memakan yang halal maka firasatnya tidak akan salah.”
4. Ekspektasi
Robbani
Menata pikiran dapat dilakukan
dengan doa. Doa memberikan efek penguatan secara emosional. Lafal-lafal doa
yang dipanjatkan dengan khusuk dan dilandasi keyakinan yang kuat bahwa Allah
akan mengabulkan setiap permohonan hamba-Nya akan meningkatkan motivasi dan
optimisme.

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah
mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (Q.S Al Baqarah:186)
C. Cerdas Dengan Menata Mental
Pikiran menentukan
arah, sementara mental memberikan suntikan energi yang akan menghasilkan
tindakan. Pikiran yang positif akan cenderung membentuk mental yang positif,
sebaliknya pikiran negatif akan dengan mudah mematikan kedahsyatan mental kita. Dalam belajar kita membutuhkan penataan
pikiran, agar tidak ada noda-noda pikiran negatif yang akan membentuk mental
kita menjadi negatif. Pikiran “merasa bodoh” akan membentuk mental kita kurang
bersemangat dan tidak meiliki kemauan. Pokiran “tidak bisa” akan membentuk
mental kita kurang memiliki keberanian untuk mencoba banyak hal. Ada beberapa
langkah yang bisa kita lakuikan untuk menata mental kita, yaitu:
1. Menumbuhkan
kemauan
Kemauan merupakan sember energi
yang menggerakkan seseorang untuk melakukan amal, termasuk didalamnya adalah
belajar. Ia merupakan dorongan dalam diri kita untuk melakukan sesuatu yang
lebih prestatif dan lebih tinggi.
Langkah yang bisa kita lakukan
untuk menumbuhkan kemauan yang kuat untuk belajar adalah menciptakan obsesi dan
kuriositas terhadap ilmu, berusaha mencintai apa yang kita lakukan untuk
mendahsyatkan kemampuan kita,merasa selalu diawasi oleh Allah sehingga dapat
mendorong kita untuk selalu bekerja dan berkarya secara prestatif.

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun (Q.S Al Mulk : 2)
Ayat
di atas memberikan gambaran bahwa setiap muslim harus produktif dalam beramal.
Satu satuan waktu bagi setiap muslim harus berbanding lurus dengan minimal satu
unit amal. Hidup hanya sekali-kalinya di dunia ini, maka harus diidi dengan
aktivitas positif dan produktif. Ia harus diisi dengan belajar.
Gerak
juga bisa menumnuhkan kemauan kita. Ia merupakan kerja yang dimotori oleh
dimensi fisik kita. Pada saat rasa malas menghinggapi kita untuk belajar, maka
segerah bergerak mengikuti suara jiwa untuk melawannya, dalam keadaan apapun.
Sesuai firman Allah :

Berangkatlah kamu baik dalam
keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan
dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui. (Q.S At Taubah : 41)
2. Melahirkan
efikasi diri
Setiap muslim harus memiliki
efikasi diri yang baik, yaitu keinginan yang kuat untuk sukses, yang muncul
dari keyakinan diri. Dalam belajar, efikasi diri penting karena dapat mendorong
seseorang untuk mendayakan potensi yang dimilikinya. Rasulullah saw bersabda : “
Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang
lemah. Dan, setiap diri pastilah memiliki potensinya masing-masing.
Bersemangatlah kalian dalam melakukan sesuatu yang bermanfaat, mintalah
pertolongan kepada Allah, dan janganlah kalian merasa tidak mampu”
(H.r Bukhari)
3. Mendayakan
kesabaran
Kalangan salafus saleh menjadikan
kesabaran sebagai bekal untuk mencari ilmu dan belajar. Kesabaran bagi mereka
adalah daya tahan diri untuk tetap istiqomah dalam belajar, meskipun kesulitan
menghadang. Adapun kesabaran yang harus kita miliki dalam belajar, yaitu :
a. Sabar
dalam menghadapi kekurangan sarana
b. Sabar
dalam menangkal godaan selama belajar
c. Sabar
dalam memahami materi
d. Sabar
dalam menunda kepuasan

“dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya” (Q.S An Najm : 39)
Ayat di atas
memberikan isyarat kepada kita bahwa dari segi materi penciptaan, tidak ada
bedanya natara satu orang dengan orang lain. Bahkan kemuliaan seseorang tidak
banyak ditentukan oleh faktor keturunan
4. Menciptakan
zona nyaman
Belajar membutuhkan kondisi nyaman,
yaitu kondisi diri kita dan lingkungan kita. Yang bisa kita lakukan untuk
menciptakan zona nyaman :
a. Spiritual
Learning
Inti utamanya terletak pada
kesadaran diri untuk mempertajam kualitas ruhiyah kita. Menajamkan ruhiyah
merupakan upaya untuk menciptakan zona nyaman ketika akan belajar, dengan
sepenuhnya mengharap keridhoan Allah. Itu artinya terbuka peluang pertolongan
Allah untuk membukakan jalan kepahaman selama kita belajar.
Upaya yang dapat kita lakukan untuk
menajamkan ruhiyah adalah melaui pembersihan jiwa sehingga seseorang harus
dekat dengan Allah, dan untuk mendekatkan diri kepada Allah bisa dilakukan
dengan melaksanakan ibadah.
b. Menggairahkan
otak
Zona nyaman dapat kita ciptakan
dengan cara menggairahkan otak, yaitu berusaha mengetahui kinerja otak agar
siap untuk belajar dan beraktifitas. Brdasarkan hasil penelitian Sir Roger
Walcott Sperry, otak masuisa terdiri dari dua bagian yaitu hemisfer kiri dan
kanan. Keduanya memiliki struktur dan fungsi yang berbeda. Menurut Tony Buzan,
kedua otak manusia bagaikan sleeping
giant, dan salah satu cara mengoptimalkannya adalah dengan pembelajaran
yang melibatkan kesetaraan kedua belahan otak itu.
c. Menata
ruang belajar
Cara lain untuk menciptakan zona
nyaman adalah dengan menata ruang belajar. Ruangan belajar yang membuat jiwa
kita nyaman akan memberikan dorongan kenyamanan fisik yang baik. Keadaan ini
akan mendorong seseorang menjadi lebih rileks dan tenang selama belajar.
Perlakukan ini akan menjadikan fungsi akal, emosi, dan fisik dapat bekerja
dengan baik.
D. Cerdas Dengan Menata Fisik
Disebabkan oleh kuatnya jiwa maka
fisik yang lemah harus tertatih-tatih mengikutinya. Jika fisik tidak mampu
mengimbangi kuatnya hasrat, maka jiwa akan memaksanya untuk terus mengikuti,
meski sesungguhnya fisik itu tidak lagi kuat. Ia akan segera kelelahan.
Akhirnya fisik tidak sanggup menaggung keinginan besar dari akal dan jiwa.
Keadaan fisik kita akan banyak
mempengaruhi situasi akal dan jiwa kita. Jika fisik kita sehat dan bugar, maka
ia akan mempengaruhi kondisi akal kita menjadi lebih jernih dan tajam untuk
berpikir. Akal yang tajam, jiwa yang memancarkan kemauan kuat, serta fisik yang
sehat dan bugar akan mengantarkan seseorang pada cita-citanya. Akal, jiwa, dan
fisik memiliki keterkaitan kuat untuk membuat seorang menjadi cerdas.
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penataan fisik sehingga mendukung kecerdasan seseorang
meliputi pemenuhan gizi dan nutrisi yang baik sesuai dengan kebutuhan tubuh,
olahraga dan gerak tubuh yang teratur dan seimbang, dan relaksasi tubuh yang
cukup. Selain tiga hal tersebut, kita juga harus menghindarkan diri dari
hal-hal yang mampu membunuh otak seperti pengaruh alkohol, merokok, dan
depresi. Latihan berpikir juga dapat menjadi langkah untuk mengolahragakan otak
kita sehingga ia berkembang lebih optimal.
E. Enrichment: Langah Mencerdaskan!
Ternyata otak kita tidak akan
berkembang dengan cepat ketika ia tidak mendapatkan nutrisi yang tepat. Nutrisi
tersebut dapat berupa pengayaan-pengayaan yang diberikan kepada otak.
Dibutuhkan pengayaan yang akan merangsang dan membangkitkan vitalitas otak.
Rangsangan yang diberikan pada otak akan membentuk koneksi-koneksi untuk
memperkuatinformasi terbaru tersebut. Tidak sekedar membangkitkan kemampuan
otak, pengayaan juga mampu meningkatkan stamina mental seorang.
Memperkaya lingkungan
Beberapa hal dapat kita lakukan
untuk merekayasa lingkungan kitaagar selalu memperkaya kecerdasan kita.
1.
Berusaha hidup
dalam kebaruan (novelty)
Otak manusia cenderung berkembanng
ketika berhadapan dengan hal-hal yang baru, Kebaruan menciptakan koneksi
antarsel lebih banyak. Rasulullah SAW : Seorang mukmin yang bergaul dengan
banyak orang lalu ia sabar dengan tindakan mereka yang menyakitkan, maka itu
lebih baik daripada orang yang tidak pernah bergaul dengan orang banyak dan ia
tidak bisa bersabar dengan tindakn mereka (HR Ahmad)
a. Lakukan
kegiatan-kegiatan yang tidak biasa yang menunjang pengembangan diri anda
b. Berlaku
aktiflah saat belajar
c. Lakukan
aktivitas intelektual yang menantang sepanjang hidup
2. Menyulut
kuriositas (Keingintahuan)
Inilah pangkal
seseorang dalam menguasai ilmu. Rasa ingin tahu mendorong munculnya minat.
a. Munculkan
rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu yang anda temui dan pelajari
b. Biasakan
untuk menyusun pertanyaan kritis dan kreatif terhadap informasi yang anda
peroleh
c. Cobalah
hal-hal yang baru yang belum pernah anda lakukan dengan penuh antusias
3. Mengaktifkan
Otak dengan berpikir
Dalam pandangan muslim,
cara berpikir kreatif berpangkal pada dua hal.
a. Keyakkinan
bahwa setiap problem yang menimpa umat manusia, selalu disertai oleh
kesanggupan manusia utuk mengatasinya
b. Berpikir
diluar keumuman (think Box)
4. Meningkatkan
Daya Apresiasi Seni
F. Prophetic Learning Habits
Bangsa kita perlu menjadi bangsa
pembelajar yang memahami apa sebenarnya arti pembelajaran. Pembelajaran seharusnya
bisa menjadi seni untuk membentuk manusia, berlangsung terus-menerus dan tidak
boleh tersekat oleh apapun baik sekolah, kelas, usia, maupun jenis kelamin.
Menjadikan belajar sebagai tradisi itulah yang harus kita tanamkan kepada
bangsa ini. Jika selama ini belajar hanya dikaitkan dengan sekolah maka
pekerjaan kita saat ini adalah memindahkan suasana sekolah dan kampus ke dalam
rumah dan lungkungan kita. Ini artinya kita perlu mengembangkan tradisi
berpikir yang benar, tradisi diskusi yang mencerahkan, tradisi membaca yang
menyenangkan, dan tradisi untuk mengapresiasi seni yang menginspirasi.
Sayangnya, selama ini kita menyekat
tradisi belajar kita hanya di ruang-ruang kelas, bahkan ironisnya, kita sering
menemukan beberapa pelajar dan mahasiswa kita yang segera meninggalkan
identitas serta karakterakademisnya begitu keluar dari sekolah atau kampus.
Tradisi generasi salaf dalam
menuntut ilmu patut kita teladani,bagaimana tradisi mereka mengembangkan diri,
terus belajar tanpa henti, melalui banyak jalan. Mereka rajin membaca,
mengembara, dan sebagainya. Kita perlu mencontoh kebiasaan muslim pembelajar
sehingga nantinya akan mendorong munculnya tradisi muslim pembelajar seperti:
1. membaca dimana Iqra’
merupakan perintah peratama yang Allah SWT turunkan.
2. Menulis merupakan tradisi mengikat gagasan, dimana menulis dapat
melatih seseorang untuk menekspresikan gagasan secara runtut, jelas, dan
teratur. Ia juga menyiapkan kita untuk membaca kondisi di sekitar kita secara
cermat dan kritis. Dengan menulis kita sedang belajar berpikir denagn struktur
yang kuat.
3. Perjalanan dalam menutut ilmu yang menjadi tradusi generasi
salaf. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa dalam setiap perjalanan senantiasa
akan diperoleh pengetahuan-pengetahuan baru
4. Tradisi berfikir, berfikir merupakan anugrah terbesar yang
diberikan Allah Ta’ala kepada manusia, dan cara kita mensyukurinya adalah
dengan membiasakan untuk mengoptimalkan kita berpikir dalam ilmu dan kebaikan.
Tradisi berpikir yang benar akan memperkuat potensi diri.
Tradisi
inilah yang perlu dibiasakan dalam sistem pendidikan di Indonesia , Inilah
metode mengubah kepribadian Muslim pembelajar (pelajar, santri, mahasiswa,
otodidak). Menjadikan para Muslim pembelajar memiliki karakter.
Belajar bukan lagi menjadi agenda formal untuk mengejar
nilai atau ijzah saja, tetapi kita belajar untuk memahami (learning how to
think), belajar untuk mengamalkan (learning how to do),dan pada akhirnya
belajar untuk menjadi (lerning how to be) artinya belajar harus mampu membentuk
pola pikir dan pola sikap dalam kehidupan sehari-hari.
G. Prophetic Teaching: Menjadi Guru Inspiratif
Namanya Musa Bin Hazm. Ia guru dari
Imam Bukhari dan Imam Tirmidzi. Awalnya, orangnya biasa- biasa saja sebelum
menjadi ahli hadist. Perkembangan ilmunya tidak pesat. Perubahan yang sangat
luar biasa terjadi ketika ia mulai bergaul dan menimba ilmu pada Imam Ahmad bin
Hambal. Sejak saat itu, ia berubah menjadi ulama ahli hadist yang sangat gigih
belajarnya. Kisah ini menjelaskan kepada kita tentang pentingnya menjadi
manusia-manusia pembelajar dan pengajar. Sebagaimana motto di buku belajar
mengaji (Iqro’) anak- anak, “khoirrukum man ta’allamul qur’an wa allammahu”
yang artinya,“sebaik-baik kamu adalah yang mau belajar Al-Qur’an dan mau
mengajarkannya”. Islam memberikan dorongan kuat buat kita untuk menjadikan
program belajar dan mengajar sebagai sebuah kepaduan yang akan membentuk
karakter. Secara gamblang Al-Qur’an memaparkan karakter generasi rabbani
sebagai orang yang tidak henti untuk mengajar dan tidak pula bosan untuk selalu
belajar. “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan al-Kitab dan kamu tetap mempelajarinya” ( Q.S. Ali Imran :79)
Kata rabbani terambil dari kata
rabb, yang memiliki aneka macam makna, antara lain pendidik dan pelindung. Quraish
Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa mereka yang dianugerahi kitab,
hikmah dan kenabian menganjurkan semua orang agar menjadi rabbani, dalam arti
semua aktifitas, gerak, dan langkah, niat dan ucapan kesemuanya sejalan dengan
nilai-nilai agama. Sehingga terjadi internalisasi nilai agama dalam kehidupan
sehari-hari.
Seorang rabbani –menurut ayat ini-
mengandung dua hal. Pertama, terus menerus mengajarkan kitab suci, dan kedua,
terus menerus mempelajarinya.
Sebuah Sapaan dari Rasulullah.
Rasulullah mengajarkan kepada kita
tentang hubungan antara mengajar dan belajar. Beliau juga memberikan contoh
kepada kita bahwa sekat antara guru dan murid sangatlah tipis. Sebab,
sebagaimana kita pahami dari taujih rabbani surat Ali Imran ayat 79 di atas, dalam
diri seorang muslim menyatu posisi seorang guru dan murid sekaligus. Ia selalu
berproses untuk mengajar dan belajar.
Marilah kita meneropong kehidupan
Rasulullah. Nabi Muhammad SAW selalu memanggil orang-orang yang mengikutinya dengan sapaan: ”sahabatku!”,
sebuah sapaan yang luar biasa. Tidak pernah beliau memanggil dengan: ”muridku”,
”pengikutku”, dan yang sejenisnya. Selalu beliau memanggil ,”Sahabatku.” Luar
biasa! Efek psikologis yang muncul adalah rasa kedekatan. Tidak ada jarak
antara peran sebagai guru dan peran sebagai murid. Pada satu sisi, seorang
muslim adalah murid yang memiliki semangat belajar membara. Akan tetapi, ia
juga sebagai guru yang memberikan ilmunya secara ikhlas pada orang lain.
Kesadaran inilah semestinya
dimiliki oleh muslim pembelajar. Setiap muslim pada hakekatnya adalah seorang
guru.
Guru yang diidamkan muslim
pembelajar adalah guru yang inspiratif. Guru yang memberikan ilmunya pada siapa
pun atas dorongan iman. Guru yang menggerakkan dan menginspirasi, yang mampu
memantik kreatifitas. Mengajak untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang
beragam. Dalam buku Prophetic Learning yang ditulis oleh Dwi Budiyanto, guru
dikategorikan menjadi dua karakter, yaitu guru formalistik dan guru inspiratif.
Berikut ini tabel perbandingan kedua
karakter guru itu :
Guru Formalistik
|
Guru inspiratif
|
|
Pasif
|
Mitra Belajar
|
Aktif
|
Satu
arah
|
Komunikasi
|
Dialogis
|
Masalah
yang dihadapi
|
Fokus
|
Potensi
mitra belajar
|
Jawaban
Instan (Giving Answer)
|
Hasil
|
Struktur
Berpikir ilmiah (Sharpen mind)
|
Menerapkan
satu cara, dari guru
|
Proses
|
Mengembang
kan banyak cara/ alternatif
|
Menganggap
orang lain sebagai murid
|
Pandangan Terhadap orang lain
|
Menganggap
orang lain sebagai sahabat dan mitra belajar
|
Dari
tabel di atas, kita dapat mengambil hikmah bahwa karakter guru inspiratif
adalah karakter guru yang moderat, terbuka, humanis dan punya kompetensii
paedagogik yang baik. Itulah guru masa depan. Guru yang dengan tulus dan ikhlas
menyadari perannya sebagai guru akan mengalami penguatan (reinforcement)
motivasi untuk belajar.
Motif
kompetensi mendorong seseorang untuk lebih menguasai materi yang akan
disampaikan. Seperti seseorang yang akan melakukan presentasi, maka ada
dorongan dalam dirinya untuk mempersiapkan diri. Ia berkeinginan belajar
sebelum presentasi. Menjadi Cerdas Dengan Mengajar Apakah dengan menjadi guru
seseorang akan lebih cerdas! Itu akan otomatis terjadi pada seseorang, karena
dengan mengajar akan mampu memperkuat pemahaman. Proses ini mendorong seseorang
untuk menguasai kembali pelajaran yang pernah diperole. Langkah ini biasa disebut sebagai re-
learning ( belajar kembali). Selain itu, proses mengajar sama dengan mengingat
kembali pemahaman yang pernah diperoleh. Pada tahap ini, kita sedang meneguhkan
informasi dan pemahaman yang dimiliki dari short-term memory ke long-term
memory, melaluii rehearsal (mengulang-ulang). Dengan menyampaikan kembali
pelajaran kepada orang lain, sesungguhnya kita sedang mengulanginya. Kita
sedang memperkuat pemahaman kita untuk jangka waktu yang lebih panjang. Itulah
sebabnya, beberapa pakar menjelaskan bahwa ketika Anda mengajarkan ilmu pada
orang lain, maka mekanisme dalam otak kita akan bekerja untuk mengingat 95%
lebih optimal.
Otak
kita rata-rata mengingat:
10%
|
Apa
yang kita baca
|
20 %
|
Apa
yang kita dengar
|
30 %
|
Apa
yang kita lihat
|
50 %
|
Apa
yang kita dengar sekaligus lihat
|
70 %
|
Kalau
dibicarakan dengan orang lain
|
80 %
|
Jika
kita mengalami atau
|
95 %
|
Jika
kita mengajarkan pada orang lain
|
Menyampaikan
ilmu pada orang lain sebagai kebiasan kenabian akan mendorong kita lebih
kreatif. Kita tergerak untuk menyampaikan apa yang kita ketahui secara baik,
menarik, mudah dipahami, dan terbuka terhadap segala alternatif pemecahan
masalah. Keinginan itu akan memantik kita untuk menyajikan contoh yang mudah dipahami
dan ilustrasi yang gampang dicerna. Agar mudah dipahami kita pun berpikir untuk
menghubungkan penjelasan kita dengan kenyataan sehari- hari. Sebagai guru yang
inspiratif, kita menyusun penjelasan secara kontekstual. Kerja inii
menghajatkan lahirnya kreatifitas dalam diri kita. Jika semua itu kita lakukan
terus menerus, maka kita sedang membiasakan diri untuk hidup dalam kreativitas
dan penuh pengayaan.
Rasulullah
sebagai muallim (guru) memberikan perhatian yang besar pada pengajaran.
Beliau tidak sekadar mentransfer pengetahuan kepada para sahabat, tetapi
menanamkan metode berpikir ilmiah. Mudah-mudahan enjelasan berikut ini akan
memberikan gambaran tentang garis-garis besar pengajaran yang dilakukan
Rasulullah.
- Beliau menanamkan struktur berpikir ilmiah yang berpijak pada alasan dan dasar hukum yang vald (sahih) dan jelas (wadhih)
- Memberi jawaban tidak sekedar pada pertanyaan, tetapi menjawab dengan kaidah umum.
- Memberi perhatian terhadap potensi murid atau mitra belajar.
- Menghubungkan materi dengan kenyataan sehari-hari.
- Memberi apresiasi positif bagi mitra belajar.
- Menyampaikan materi dengan menarik dan variatif.
H. Sinergi: Berjamaah Yang Mencerdaskan
Allah subhanahu wa ta’ala
mengajarkan kita makna berjamaah. Fitrah manusia membutuhkan kebersamaan. Berjamaah
menjadi keniscayaan. Bersinergi menjadi kunci kesuksesan. Marilah kita berguru
pada semut. Semut mengelola kehidupan koloninya melalui kerja-kerja sinergi
yang luar biasa. Ada semut ratu yang bertugas dalam hal reproduksi koloni.
Semut jantan yang membuahinya mati, begitu menyelesaikan tugas pembuahan. Ada
semut pekerja yang merupakan semut betina yang steril. Mereka bertugas merawat
bayi-bayi semut, membersihkan dan member mereka makan. Jika musim paceklik,
semut pekerja berubah peran sebagai pemberi makan bagi sesamanya. Ada juga
semut yang bertugas membangun koloni dan menemukan lokasi tempat tinggal dan
berburu. Semut jenis ini juga berperan dalam pertahanan dan keamanan koloni.
Selain bersinergi dengan sesamanya,
kita juga bisa mensinergikan seluruh potensi yang kita miliki. Sinergi selalu
menguatkan. Cerdas secara berjamaah bisa diwujudkan dengan beberapa proses,
1. Berbagi
Visi
Sinergi terwujud jika beberapa
orang berkumpul karena disatukan oleh visi dan tujuan yang sama. Semakin kuat
visi maka akan semakin kokoh proses sinergi. Mereka yang berkumpul untuk
bersinergi memiliki tanda psikologis bahwa mereka merasa terikat dengan
kelompok (sense of belonging). Tanda psikologis Ini akan menjadikan mereka
mengembangkan sikap saling percaya (trust). Sikap ini akan mendorong
terbentuknya nilai kerja sama yang memiliki prinsip.
2. Mengenali
potensi
Tidak hanya mengenali potensi diri
kita, mengenali potensi orang lain dalam kelompok sangat diperlukan. Hanya
dengan mengenali kekuatan dan potensi orang inilah kita akan mampu memberikan
penghargaan atas mereka. Langkah ini
sekaligus menjadi modal bagi kita untuk menjalin hubungan dan sinergi.
3. Menemukan
ide-ide baru
Focus pada kekuatan dan kelemahan
akan membantu kita menemukan mutiara gagasan dan ide-ide baru menarik dari
orang lain. Kerjasama kreatif baru akan muncul pada saat kita bersinergi.
4. Menemukan
inspirasi baru
Langkah selanjutnya adalah
menjadikan interaksi anda jauh lebih bermakna dan produktif dengan menemukan
inspirasi baru. Gunakan daya imajinasi anda dan ciptakanlah ide-ide baru
bersama-sama. Temukan ide-ide baru terbaik dari proses sinergi anda.
I. Merancang Kontribusi Muslim Pembelajar
Tak Sekedar Cerdas
Ternyata menjadi cerdas saja itu
tidak cukup. Kecerdasan seorang Muslim harus memberikan manfaat kepada umat
manusia. Untuk melakukan hal itu, maka seorang Muslim pembelajar perlu memiliki
orientasi hidup yang kuat.
Mereka yang tidak memiliki tujuan
dan orientasi hidup hanya akan tenggelam di dunianya sendiri tanpa memberikan
manfaat apapun kepada umat manusia.
Kita banyak mendengar
cendekiawan-cendekiawan Muslim yang tidak saja cerdas, namun dapat membuat
suatu pergerakan untuk memberikan manfaat. Contohlah beliau Hasan al-Banna,
pendiri Ikhwanul Muslimin. Mereka yang tidak hanya cerdas namun memiliki
orientasi hidup yang kuat adalah orang-orang yang memiliki karakter. Mereka
memiliki pijakan keyakinan yang kokoh, idealisme yang tinggi, daya tahan yang
kuat, motivasi yang menyala-nyala, gagasan yang cemerlang, analisis yang tajam,
jiwa yang jernih, dan prinsip yang teguh.
Cerdas saja tanpa memiliki karakter
yang kuat akan sulit untuk memimpin. Begitu pula dengan sebaliknya. Berkarakter
tetapi tidak cerdas akan sulit untuk mempengaruhi dan mengarahkan pada
perubahan.
Kontribusi sang cendekia
Muslim pembelajar adalah orang yang
memiliki kesadaran akan makna kediriannya, peran dan fungsinya, serta kenyataan
social yang mengelilinginya. Mereka terus berproses untuk menjadi lebih baik.
Dalam surat al Imron di atas tersirat tiga hal terkai dengan sorang muslim
pembelajar, yaitu:
Pertama, konsep tentang keunggulan
umat. Konsep ini menuntun kita untuk menjadi muslim pembelajar karena
sesungguhnya keunggulan hanya diperoleh melalui proses pembelajaran atau
edukasi (tarbiyah).
Kedua, konsep tentang kesatuan. Untuk
menjadi motor penggerak perubahan yang efektif maka muslim pembelajar haruslah
dihimpun dalam kesatuan visi. Mereka membutuhkan konsolidasi.
Ketiga, konsep tentang keterlibatan
social. Para insane pembelajar bukanlah sekelompok orang-orang cerdas yang tidak
bersinggungan dengan masyarakat. Sebaliknya mereka adalah orang-orang yang
paling akrab dengan masyarakat. Mereka bekerja di tengah-tengah masyarakat,
berpartisipasi dan memberikan kontribusi bagi masyarakat.
Maka seorang Muslim harus memiliki
2 kesadaran, yang pertama kesadaran akan kediriannya sebagai hamba Allah, dan
kedua, kesadaran akan kediriannya sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi
dengan peran dan fungsi sebagai pemakmur, bukan perusak. Maka sejak muda mereka
telah terlibat dalam dinamika kemasyarakatan. Mereka tidak terasing dari
masyarakat karena pada akhirnya mereka akan kembali pada masyarakat juga.
Obsesi berkarya Muslim Pembelajar
Dengan memberikan perhatian kepada
masyarakat akan mendorong para pembelajar untuk memberikan kontribusi positif.
Timbul obsesi untuk terus berkarya memberikan manfaat kepada masyarakat sebagai
tanggung jawabnya memiliki ilmu yang tinggi.
Kaidah tersebut dapat ditemukan di
dalam surat Shad ayat 45-47 yang berbunyi “Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim,
Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu
yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan
kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada
negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar- benar termasuk
orang-orang pilihan yang paling baik.”
Agar Proses Belajar Kita Menjadi
Karakteristik
Jika setiap proses pembelajaran
kita ingin membentuk pola pikir dan pola sikap, kita perlu melakukan hal-hal
berikut:
1. Menerima
setiap unit pengetahuan baru secara utuh. Pengetahuan itu semestinya adalah
pengetahuan yang benar-benar teruji kebenarannya.
2. Meninggalkan
pikiran dan kebiasaan lama yang membelenggu.
3. Mengaplikasikan
setiap unit pengetahuan yang kita pelajari dalam realitas kehidupan yang lebih
variatif.
Ada tiga hal yang dapat kita ubah
(ditransformasi) kedalam pola pikir dan pola sikap.
1. Efek
psikologis yang ditimbulkan dari proses pembelajaran.
2. Metode
belajarkebiasaan dan keterampilan.
Semoga proses pembelajaran yang
kita lakukan sanggup membentuk pola pikir dan pola sikap yang lebih baik.
Seperti yang dikatakan Muadz Ibn Jabal ra., “Tuntutlah ilmu pengetahuan karena
dengan ilmu akan menimbulkan rasa takut kepada Allah. Mempelajari ilmu
pengetahuan termasuk ibadah, menelaahnya dianggap membaca tasbih, meneliti itu
setara jihad, mengajarkan kepada orang lain dihitung sebagai sedekah, dan
mendiskusikannya dengan para pakar dianggap sebagai suatu bentuk kedekatannya
dengan-Nya.”