Laman

Kamis, 01 Februari 2018

GURU JUGA MANUSIA

GURU JUGA MANUSIA

Menurut bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya. Beliau juga mengatakan, setiap orang adalah guru. Setiap rumah adalah sekolah.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut diterjemahkan dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi. Semua kompetensi yang dikembangkan berpedoman pada 8 Standar Nasional Pendidikan. Sehingga, untuk mencapai kompetensi yang diharapkan, dalam pengimplementasiannya mengutamakan kemampuan kecakapan abad 21 dan pembentukan karakter.

Penerapan dalam pembelajaran kurikulum 2013 di SD menggunakan model tematik terpadu. Di dalam buku Model Silabus Tematik SD yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dijelaskan bahwa, menurut Piaget, anak-anak di usia 7-12 tahun masuk pada tahap operasional konkret dimana anak belum bisa memahami problem abstrak, segala sesuatu akan bermakna bila dikaitkan dengan objek konkret (nyata) yang mereka temui sehari-hari. Untuk itu pembelajaran yang cocok di SD menggunakan pendekatan tematik. Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran dalam berbagai tema.

Tetapi, bagi guru yang belum terbiasa menggunakan sistem pembelajaran tematik tentu membutuhkan waktu yang cukup untuk memahami dan menerapkannya. Diperlukan pembiasaan, kesempatan melakukan kesalahan, dan waktu yang sesuai untuk merancang perangkat pembelajarannya, pelaksanaannya, maupun cara mengevaluasinya. Guru juga membutuhkan refleksi untuk melihat ketercapaiannya.

Dengan demikian, agar pengimplementasian kurikulum tersebut berjalan sesuai harapan, maka pemerintah memberikan dukungan sepenuhnya. Bentuk dukungan pemerintah dengan memberikan pendidikan dan pelatihan. Para guru juga dibekali contoh perangkat pembelajaran lengkap termasuk panduan cara membuatnya. Tujuannya agar guru menjadi lebih mudah dalam menerapkannya. Dan yang paling melegakan, pemerintah membuka ruang kreatif bagi guru dalam menerapkannya sesuai kebutuhannya.

Lalu, apakah dukungan seperti itu sudah cukup? Belum!
Semua dukungan yang diberikan tersebut belum mampu menjamin guru merasa mudah dalam menerapkannya dan mau melaksanakannya. Bukti keberhasilan dari suatu upaya peningkatan kompetensi guru adalah jika para guru sudah merasa berdaya. Apakah guru-guru kita sudah berdaya?
Apa sebenarnya dukungan yang dibutuhkan guru?

Jawabannya adalah Kepercayaan

Saya mengapresiasi upaya pemerintah menerbitkan buku guru dan buku siswa dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Tujuan mereka sangat baik, yaitu untuk membantu guru agar tidak merasa kesulitan dalam menerapkannya. Apalagi bagi guru yang belum pernah menggunakan model pembelajaran tematik, tentu buku-buku tersebut sangat membantu.

Tetapi, akan menjadi masalah besar ketika regulasinya tidak tepat sasaran. Guru menjadi semakin kebingungan.

Mengapa?

Karena sebagian besar guru menganggap bahwa buku guru dan buku siswa adalah tempat rujukannya. Mereka sama sekali tidak mempedulikan KD-nya. Mungkin membaca KD-nya, tapi bukan sebagai acuan. Mereka membacanya hanya untuk mencocokkan dengan buku rujukannya. Para guru merasa melakukan kesalahan fatal apabila yang diterapkannya melenceng dari buku yang dianggap sebagai acuannya.

Ketika ada guru yang mengajar dengan model tematik yang mengaitkan pelajaran matematika dengan pelajaran lainnya juga dianggap salah. Alasannya karena di buku guru ada keterangan kalau RPP matematikanya harus dibuat parsial.

Para guru juga merasa keberatan dan mengeluh ketika harus membuat jadwal yang selalu berganti tiap bulan sesuai tema yang ada di buku. Bahkan ada yang mengganti jadwalnya tiap minggu. Mengapa demikian? Karena dalam membuat jadwal pelajaran, guru tidak berpedoman pada struktur kurikulumnya. Mereka berpedoman pada contoh yang diberikan.

Ada lagi, guru merasa sangat khawatir ketika perangkat pembelajarannya tidak lengkap. Semua harus ada, mulai dari prota, promes, silabus, RPP, dan lain-lainnya. Guru dianggap melakukan kesalahaan jika tidak membuat silabus, padahal sudah membuat RPP-nya.

Dalam suatu kegiatan sosialisasi kurikulum baru di suatu wilayah, seseorang yang berwenang, memberikan file yang berisi perangkat pembelajaran yang sangat lengkap. Beliau menyampaikan bahwa perangkat pembelajaran tersebut juga digunakan oleh para guru di SD percontohan di luar kabupaten. Padahal harganya lumayan mahal lho, tapi mereka mau membelinya. Tapi Anda jangan khawatir, untuk para guru di sini saya memberikannya secara gratis, karena kita bersaudara, sedaerah, kata beliau dengan suara lantang. Saking senangnya, para guru memberikan applause karena menganggap beliau adalah pahlawan bagi mereka.

Beberapa hari yang lalu, saya mendapat saran dari seseorang yang juga memiliki kewenangan dalam mensosialisasikan kurikulum baru tersebut. Beliau mengatakan seperti ini, Memang bagus jika guru mau membuat sendiri, tapi bebannya sangat berat. Saya yakin guru akan kesulitan memenuhinya. Jadi lebih baik menyontoh yang sudah ada saja. Bukankah perangkat tersebut sesuai untuk pembelajaran di sini?

Saya sangat memahami niat baik beliau-beliau. Mereka melakukannya karena tulus ingin membantu para guru. Tapi entah kenapa, ucapan-ucapan itu membuat saya patah hati.
Karena penasaran, saya bertanya pada beliau, Jika disuruh memilih antara guru yang perangkat pembelajarannya lengkap tapi hasil dari copy paste, dengan guru yang perangkat pembelajarannya membuat sendiri tapi tidak lengkap, Anda memilih guru yang mana?

Beliau menjawab, Tentu memilih yang lengkap, kita kan dituntut untuk melengkapinya. Wong sesuai koq dengan pembelajaran di sini. Kenapa kita harus mempersulit diri sendiri? Kita ini kan hanya bawahan, jadi ya mau tidak mau harus mengikuti aturan yang di atasnya. Dan saya pun patah hati untuk kedua kalinya. Hikz....
Jika kita mau memahami isi hati guru, sebenarnya yang diinginkan para guru bukan dukungan seperti itu. Mereka mengharapkan supaya Anda mengatakan bahwa guru mampu mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapinya sehari-hari dengan efektif. Percaya bahwa guru juga mau belajar. Percaya bahwa guru juga menginginkan prestasi siswanya meningkat. Mereka juga selalu mendoakan agar kelak para siswanya menjadi manusia yang bermanfaat.

Anda pernah mendengar, bahwa sebenarnya banyak guru yang mau meningkatkan kualitas pembelajarannya meskipun tidak ada yang memberikan uang saku? Meskipun tempat diklatnya tidak di hotel? Meskipun tidak ada sertifikatnya? Bahkan mereka rela menggunakan biaya sendiri? Itulah bukti bahwa sebenarnya guru juga mau belajar dan meningkatkan kompetensinya. Saya yakin, jika diberi kepercayaan mereka akan termotivasi.

Bagaimana cara memberikan kepercayaan pada guru?

  1. Jangan menganggap para guru seperti bayi yang harus disuapi karena tidak bisa makan sendiri. Perangkat pembelajaran dibuatkan, buku dibuatkan, bahkan LKS-pun dibelikan. Akibatnya para guru tidak pernah memiliki inisiatif sendiri. Guru tidak pernah memiliki kesempatan berpikir kreatif. Sehingga kompetensinya tidak berkembang. Karena itulah Anda sering mendengar banyak guru yang mengatakan begini, Bagaimana mungkin kita bisa mengajarnya, kalau bukunya tidak ada?Bahkan saking fanatiknya dengan buku, ada guru yang menganggap bahwa jawaban siswanya salah jika tidak sama persis dengan yang tertera di buku. 
  2. Jangan menakut-nakuti guru dengan mengatakan bahwa setiap guru harus memiliki perangkat pembelajaran lengkap. Ucapan itu mengakibatkan sebagian besar guru menghalalkan segala cara untuk memenuhinya. Jika anda jeli menangkap signal, sebenarnya sumber permasalahan dari budaya copy paste yang sekarang tumbuh subur dan semakin merajalela itu berawal dari hal tersebut. 
  3. Berikan kesempatan pada guru melakukan kesalahan dan memperbaiki kesalahannya. Mereka juga membutuhkan waktu untuk merefleksikannya . Ajaklah untuk memulainya dari yang paling mudah untuk diterapkan. Lama kelaman mereka akan tertarik dan berupaya melakukannya dengan baik. Sehingga mereka menjadi semakin giat belajar dan berlatih sendiri meskipun tidak ada yang mensupervisinya.
  4. Berikan kebebasan pada guru untuk berekspresi, bereksplorasi, dan berinovasi. Jangan memberikan batasan, karena mereka akan takut melangkah. Jangan mengatakan, Sudahlah, nggak perlu berpikir yang rumit, yang penting perangkatnya lengkap. Anda tahu, ucapan itu sama sekali tidak membantu guru, tapi justru menyesatkan guru. Ucapan tersebut membunuh kreatifitas guru.

Kita perlu menyadari, bahwa selama puluhan tahun para guru terbelenggu oleh sistem birokrasi yang menjadikan mereka sulit berpikir dan bergerak. Bahkan sampai sesak nafas. Seringkali setiap ada kebijakan baru, para guru hanya bisa mengeluh di antara mereka, tanpa mampu berbuat apa-apa. Mereka lebih sering menyerah karena merasa tidak memiliki kuasa untuk menolaknya. Karena itulah, mereka membutuhkan waktu lama untuk memulihkan kesadarannya kembali. Mereka membutuhkan dukungan dan kepercayaan agar mampu menapak di bumi dengan kokoh.

Mengapa saya harus mengatakan semua ini?

Karena saya seorang guru.

Jadi, bantulah kami....


Nina Wina
Komunitas Guru Belajar Jember
Sumber: http://bit.ly/GuruJugaManusiaFB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar