Laman

Jumat, 30 September 2016

Kepribadian Guru Yang Mandiri, Adil, Bijaksana dan Sosial



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua Negara menempatkan variable pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat dari isi Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan strategis. Hal ini disebabkan gurulah yang berada di barisan terdepan dalam pelaksanaan pendidikan. Gurulah yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk menstransfer ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mendidik dengan nilai-nilai positif melalui bimbingan dan keteladanan. Dengan demikian guru mempunyai misi dan tugas yang berat, namun mulia dalam mengantarkan tunas-tunas bangsa ke puncak cita-cita. Oleh karena itu, sudah selayaknya guru mempunyai kompetensi dan kepribadian yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kepribadian guru ?
2.      Bagaimana kepribadian guru yang mandiri ?
3.      Bagaimana kepribadian guru yang adil ?
4.      Bagaimana kepribadian guru yang bijaksana ?
5.      Bagaimana kompetensi sosial guru ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kepribadian Guru
Kepribadian guru adalah suatu masalah yang abstrak hanya dapat dilihat melalui penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai dengan ciri-ciri pribadi yang ia miliki. Ciri-ciri tersebut tidak dapat ditiru oleh guru lain karena dengan adanya perbedaan ciri inilah maka kepribadian setiap guru itu tidak sama.[1] Kepribadian adalah keseluruhan dan individu yang terdiri dari unsur psikis, dan pisik, artinya seluruh sikap dan perbuatan seseorang akan menggambarkan sesuatu kepribadian apabila dilakukan secara sadar. Kepribadian merupakan suatu hal yang sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan anak didik dan masyarakat. Peranan guru sebagai pendidik profesional sesungguhnya sangat kompliks, tidak terbatas pada saat berlangsungnya interaksi edukatif di dalam kelas. Dengan menelaah kalimat di atas, maka sosok seorang guru itu harus siap sedia mengontrol peserta didik, kapan dan dimana saja, karena seperti apa yang diungkapkan oleh Abdurrahmansyah, M. Ag., kurikulum kependidikan Islam itu bukan hanya sebatas di sekolah saja tapi setiap saat.
Pantaslah James B. Broww berpendapat peran guru itu, menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan, mempersiapkan pelajaran sehari- hari mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.
Untuk itu, TC. Pasaribu dan B. Simanjuntak, mcnyatakan “Di dalam pendidikan efektivitas dapat ditinjau dan dua segi” :[2]
1.      Mengajar guru dan menyangkut sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang di rencanakan terlaksana.
2.      Belajar murid, yang menyangkut sejauh mana tujuan pelajaran yang di inginkan tercapai melalui kegiatan belajar mengajar.
Faktor terpenting pada seorang guru adalah kepribadiannya. Karena dengan kepribadian itulah seorang guru bisa menjadi seorang pendidik dan pembina bagi anak didiknya atau bahkan malah sebaliknya malah akan menjadi perusak dan penghancur bagi masa depan anak didiknya.

B.     Kepribadian Guru yang Mandiri
Di antara sifat yang harus dimiliki guru ialah pembelajaran yang baik atau pembelajaran mandiri, yaitu semangat yang besar untuk menuntut ilmu. Sebagai contoh kecil yaitu kegemarannya membaca dan berlatih keterampilan yang dapat menunjang profesinya sebagai pendidik. Berkembang dan bertumbuh hanya dapat terjadi jika guru mampu konsisten sebagai pembelajar mandiri, yang cerdas memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada di sekolah dan lingkungannya.
Menurut Husain dan Ashraf  mengutip pendapat Hossein Nasr, Baloch, Aroosi, dan Badawi terkait dengan eksistensi dan peran guru:
Pertama, poros utama sistem pendidikan adalah guru; kedua, guru tidak hanya menjadi manusia pembelajar (man of learning) namun juga harus menjadi manusia yang bermoral tinggi; ketiga, dia harus menjadi manusia yang mampu menginspirasi orang lain untuk antusias pada moral dan etika yang dia katakan dan juga ia contohkan; keempat, dia  harus menjadi orang yang mengajarkan keyakinannya. Tidak boleh ada kontradiksi antara apa yang di ajarkan dan keyakinan pribadinya.[3]

C.    Kepribadian Guru yang Adil
Adil, jujur, dan objektif dalam memperlakukan dan juga menilai siswa dalam proses belajar-mengajar merupakan hal yang harus dilaksanakan oleh guru. Sifat-sifat ini harus ditunjang oleh penghayatan dan pengamalan nilai-nilai moral dan nilai-nilai sosial budaya yang diperolehnya dari kehidupan masyarakat dan bernegara serta pengalamn belajar yang diperolehnya.
Adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan jujur adalah tulus ikhlas dan menjalakan fungsinya sebagi guru, sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak pamrih, dan sesuai pula dengan norma-norma yang berlaku. Objektif artinya benar-benar menjalankan aturan dan kriteria yang telah ditetapkan, tidak pilih kasih, tidak memandang bahwa siswa itu familinya, atau anak si A, si B,dan seterusnya. Jamal Makmur Asmani berpendapat:
“Seseorang guru tidak boleh pilih kasih dalam masalah apapun, sikap pilih kasih akan membuat kebijakan guru tidak dihormati muridnya, seperti tidak mengindahkan perintah guru, oleh sebab itu sikap pilih kasih jangan sampai ditujukan guru kepada muridnya.[4]
Sifat-sifat tersebut di atas harus dimiliki oleh guru guna mencapai hasil belajar-mengajar yang sesuai dengan cita-cita, harapan, dan tujuan pendidikan sehingga mutu pendidikan yang diharapkan benar-benar tercapai.

D.    Kepribadian Guru yang Bijaksana
Menurut Husain dan Ashraf bahwa: [5] “Guru bukan hanya menjadi seorang manusia pembelajar tetapi menjadi pribadi bijak, seorang saleh yang dapat memengaruhi pikiran generasi muda.” Seorang guru todak boleh sombong dengan ilmunya, karena merasa paling mengetahui dan terampil dibanding guru yang lainnya, sehingga menganggap remeh dan rendah rekan sejawatnya. Allah SWT mengingatkan orang- orang yang sombong dengan firmannya:
“...kami tinggikan derajat orang yang kami kehendaki; dan di atas tiap- tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” (QS:Yusuf:76)
Sepintar dan seluas apapun pengetahuan manusia, tidak akan mampu menandingi keluasan Allah SWT, dengan ilmu sesama manusia pun, pasti ada yang lebih tinggi dan luas lagi. Masalahnya, manusia kadang memilki sifat sombong.


E.     Kompetensi Sosial Guru
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang berarti kecakapan, kemampuan dan wewenang. Seseorang dinyatakan kompeten di bidang tertentu jika menguasai kecakapan bekerja pada satu bidang tertentu.  Secara nyata orang yang kompeten mampu bekerja di bidangnya secara efektif- efisien.[6]
Kompetensi sosial seorang guru berarti  kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga Negara. Lebih dalam lagi kemampuan sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 salah satu kewajiban dari seorang pendidik adalah member teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam bekomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru.
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, guru lain, orang tua/wali dan masyarakat sekitar (Trianto 2006: 67). Menurut UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, ortang tua/wali peserta didik dan masyarakat.
Adapun menurut Arbi dalam Trianto (2006:67) kompetensi sosial adalah kemampuan guru dan dosen dalam membina dan mengembangkan interaksi sosial baik sebagai tenaga profesional maupun sebagai tenaga anggota masyarakat.[7]
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain.
Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki kompetensi diantaranya:
1.      Aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya.
2.      Pertimbangan sebelum memilih jabatan guru.
3.      Mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan.
Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator diantaranya:
1.       Interaksi guru dengan siswa.
2.       Interaksi guru dengan kepala sekolah.
3.       Interaksi guru dengan rekan kerja.
4.       Interaksi guru dengan orang tua siswa.
5.       Interaksi guru dengan masyarakat.[8]
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kompetensi sosial menunjuk kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.[9]



BAB III
KESIMPULAN

Kepribadian adalah keseluruhan dan individu yang terdiri dari unsur psikis, dan pisik, artinya seluruh sikap dan perbuatan seseorang akan menggambarkan sesuatu kepribadian apabila dilakukan secara sadar.
Menurut Husain dan Ashraf  mengutip pendapat Hossein Nasr, Baloch, Aroosi, dan Badawi terkait dengan eksistensi dan peran guru:
Pertama, poros utama sistem pendidikan adalah guru; kedua, guru tidak hanya menjadi manusia pembelajar (man of learning) namun juga harus menjadi manusia yang bermoral tinggi; ketiga, dia harus menjadi manusia yang mampu menginspirasi orang lain untuk antusias pada moral dan etika yang dia katakan dan juga ia contohkan; keempat, dia  harus menjadi orang yang mengajarkan keyakinannya. Tidak boleh ada kontradiksi antara apa yang di ajarkan dan keyakinan pribadinya.
Kompetensi sosial seorang guru berarti  kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga Negara.


DAFTAR PUSTAKA

Anom. 2009. Pengembangan Kompetensi SDM Kependidikan.( http://anomsblg.wordpress.com/profesi-kependidikan/pengembangan-kompetensi-sdm-kependidikan/) diakses 2 januari 2016
Jamal Makmur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif Dan Inovativ,Yogyakarta: Diva press, 2010.
Mahmuddin. 2008. Kompetensi pedagogik guru Indonesia (http://mahmuddin.wordpress.com/2008/03/19/kompetensi-pedagogik-guru-indonesia/).  diakses 2 januari 2016
Mudjia Rahardjo. 2010.  Pengembangan Profesionalisme Guru. (www.Mudjiarahardjo.com) diakses 2 januari 2016
Muhaimin, dkk., Strategi Belajar Mengajar Penerapannya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Surabaya: CV. Citra Media, 1996.
Musfah, Jejen. Peningkatan Kompetensi Guru (Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik). Jakarta: Kencana. 2011.
Roqib, Nurfuadi. Kepribadian Guru. Yogyakarta: Grafindo Litera Media. 2009.
Samana, Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius, 2003.


 


[1] Roqib, Nurfuadi. Kepribadian Guru. Yogyakarta: Grafindo Litera Media. 2009. Hlm.109
[2] Muhaimin, dkk., Strategi Belajar Mengajar Penerapannya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Surabaya: CV. Citra Media, 1996, hlm.13
[3] Musfah, Jejen. Peningkatan Kompetensi Guru (Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik). Jakarta: Kencana. 2011. Hal. 49

[4]Jamal Makmur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif Dan Inovativ,Yogyakarta: Diva press, 2010,hlm. 105.
[5]Musfah, Jejen. Peningkatan Kompetensi Guru...,  Hlm. 46
[6] Samana, Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius, 2003. hlm. 42
[7] Mahmuddin. 2008. Kompetensi pedagogik guru Indonesia (http://mahmuddin.wordpress.com/2008/03/19/kompetensi-pedagogik-guru-indonesia/).  diakses 2 januari 2016
[8] Anom. 2009. Pengembangan Kompetensi SDM Kependidikan.( http://anomsblg.wordpress.com/profesi-kependidikan/pengembangan-kompetensi-sdm-kependidikan/) diakses 2 januari 2016
[9] Mudjia Rahardjo. 2010.  Pengembangan Profesionalisme Guru. (www.Mudjiarahardjo.com) diakses 2 januari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar