Laman

Rabu, 09 November 2016

Hadis Tentang Pendidikan Keluarga

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Problema yang dihadapi oleh generasi muda masa kini terus berkembang semakin subur. Problema yang dihadapi tersebut merupakan peringatan dini yang akibatnya akan membawa kefatalan yang mengerikan. Mereka adalah para penanggung-jawab dari generasi yang akan datang sesudah mereka.
Maka dari itu agar kesalahan yang fatal tidak terjadi, kita harus membina sejak dari sekarang dimulai dari keluarga kita sendiri tentang pentingnya pendidikan keluarga. Sebagai rujukan kita dapat mengambil dari berbagai nasehat yang telah Rasulullah sampaikan dalam hadits-haditsnya.
Dalam kehidupan berkeluarga, seorang kepala keluarga mempunyai tugas yang amat berat, sebab dialah yang harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap seluruh anggota keluarganya baik terhadap istrinya, anak-anaknya maupun terhadap pembantu rumah tangganya.[1]
Al Qur an dan Hadist adalah kitab suci yang Allah swt turunkan kepada umat manusia agar dijadikan sebagai pedoman hidup. Oleh karena itu Al Quran dan Hadist penuh dengan petunjuk dan tuntunan yang mencakup seluruh aspek dan sektor kehidupan manusia. Termasuk di dalamnya adalah petunjuk dan tuntunan dalam membangun kehidupan rumah tangga.Setiap manusia pasti menginginkan memiliki kehidupan rumah tangga yang harmonis yang di dalamnya terdapat sakinah, mawaddah dan rahmah, ada ketentraman, kedamaai serta cinta dan kasih sayang yang tumbuh sumbur di dalamnya sehinggatercipta rumah tangga yang harmonis. Diantara petunjuk dan tuntunan Allah swt yang terkait dengan kehidupan rumah tangga adalah terdapat hadist-hadist nabi yang menganjurkan pendidikan keluarga. Selanjutnya akan di bahas dalam pembahasan makalah berikut ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Hadis tentang mengajar hamba sahaya dan keluarga ?
2.      Bagaimana Hadis tentang hak perempuan mendapatkan pendidikan ?
3.      Bagaimana hadis tentang berlaku kasih sayang ?


BAB II
PEMBAHASAN

Kata pendidikan menurut etimologi berasal darikata dasar didik.Apabila diberi awalan me,menjadi mendidik makaakan membentuk kata kerja yang berarti memelihara dan memberi latihan(ajaran). Sedangkan bila berbentuk kata benda akan menjadi pendidikan yang memiliki arti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.[2]
Pengertian Keluarga keluarga dalam bahasa Arab adalah al-Usroh yang berasal dari kata al-asruyang secara etimologis mampunyai arti ikatan Kata keluarga dapat diambil kefahaman sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu organisasibio-psiko-sosio-spiritual dimana anggota keluarga terkait dalam suatu ikatan khusus untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukanikatan yang sifatnya statis dan membelenggu dengan saling menjagakeharmonisan hubungan satu dengan yang lain atau hubungan silaturrahim. Sementara satu . Al- Razi mengatakan al-asru maknanya mengikat dengan tali, kemudian meluas menjadi segala sesuatu yang diikat baik dengan tali atau yang lain.[3]
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit sosial terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkanberbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Pendidikan keluarga merupakan bagian jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan (UU Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989).









A.    Mengajar Hamba Sahaya dan Keluarga
1.      Shahih Bukhari No.95

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ سَلَامٍ حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ حَيَّانَ قَالَ قَالَ عَامِرٌ الشَّعْبِيُّ حَدَّثَنِي أَبُو بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمَنَ بِنَبِيِّهِ وَآمَنَ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْعَبْدُ الْمَمْلُوكُ إِذَا أَدَّى حَقَّ اللَّهِ وَحَقَّ مَوَالِيهِ وَرَجُلٌ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَةٌ فَأَدَّبَهَا فَأَحْسَنَ تَأْدِيبَهَا وَعَلَّمَهَا فَأَحْسَنَ تَعْلِيمَهَا ثُمَّ أَعْتَقَهَا فَتَزَوَّجَهَا فَلَهُ أَجْرَانِ ثُمَّ قَالَ عَامِرٌ أَعْطَيْنَاكَهَا بِغَيْرِ شَيْءٍ قَدْ كَانَ يُرْكَبُ فِيمَا دُونَهَا إِلَى الْمَدِينَةِ
Artinya :
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad Ibnu Salam, Telah menceritakan kepada kami Al Muharibi berkata, Telah menceritakan kepada kami Shalih bin Al Hayyan berkata, telah berkata 'Amir Asy Sya'bi; telah menceritakan kepadaku Abu Burdah dari bapaknya berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Ada tiga orang yang akan mendapat pahala dua kali; seseorang dari Ahlul Kitab yang beriman kepada Nabinya dan beriman kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dan seorang hamba sahaya yang menunaikan hak Allah dan hak tuannya. Dan seseorang yang memiliki hamba sahaya wanita lalu dia memperlakukannya dengan baik, mendidiknya dengan baik, dan mengajarkan kepadanya dengan sebaik-baik pengajaran, kemudian membebaskannya dan menikahinya, maka baginya dua pahala". Berkata 'Amir: "Aku berikan permasalahan ini kepadamu tanpa imbalan, dan sungguh telah ditempuh untuk memperolehnya dengan menuju Madinah". (Shahih Bukhari No.95)

Disebutkan budak pada tema ini adalah sesuai dengan teks hadis, sedangkan disebutkan keluarga adalah berdasarkan analogi. Karena memperhatikan keluarga sendiri yang bukan hamba sahaya dengan memberikan pengajaran tentang kewajiban-kewajiban kepada Allah dan sunnah-sunnah Rasul-Nya, adalah diprioritaskan daripada hamba sahaya.[4]
Dalam hadits dipaparkan bahwasanya seseorang yang mempunyai budak lalu menafkahinya dengan baik dan diperlakukannya dengan baik, kemudian dimerdekakan dan dikawini, maka orang yang berbuat demikian itu memperoleh dua pahala, pahala memerdekakannya dan pahala mengawininya.[5]
Tiga golongan yang akan mendapatkan dua pahala dari Allah SWT adalah: Pertama, laki-laki dari ahli kitab (taurat dan injil) yang mengimani nabinya dan mengimani Nabi Muhammad saw. Kedua, budak atau hamba sahaya, ketika ia memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak tuannya. Ketiga, laki-laki yang mempunyai budak perempuan, maka ia mengajarkan adab dan mendidiknya, kemudian ia memerdekakannya, lalu ia menikahinya.
Golongan pertama mendapat dua pahala karena mereka mengalami dua fase keimanan, yakni iman atas nabinya (Isa) kemudian datang Nabi Muhammad saw. yang mana tersebut tidaklah mudah diterima begitu saja. Dan golongan ini hanya dari kalangan sahabat saja, pada masa sekarang tidak akan ditemukan golongan ini.
Golongan kedua mendapat dua pahala karena ia berposisi sebagai dua hamba. Pertama, hamba Allah, dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai hamba Allah. Kedua, hamba sahaya atas tuannya, dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai hamba sahaya. Pada masa sekarang juga tidak akan ditemukan golongan ini, karena sekarang sudah tidak ada lagi perbudakan.
Golongan ketiga mendapatkan dua pahala karena ia mengajarkan adab dan mendidik budak wanita, kemudian ia memerdekakan dan menikahinya. Pada masa sekarang juga tidak akan ditemukan golongan ini, karena sekarang sudah tidak ada lagi perbudakan.
Dalam penjelasan hadits di atas, Ibnu Hajar mengatakan: "Kesesuaian hadits dengan tarjamah - maksudnya judul bab - dalam masalah hamba sahaya perempuan adalah dengan nash, dan dalam masalah keluarga dengan qiyas, sebab perhatian dengan keluarga yang merdeka dalam soal pengajaran kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Allah dan sunnah-sunnah Rasul Nya adalah sesuatu yang harus dan pasti daripada perhatian kepada hamba sahaya perempuan".
Karena adanya kesibukan dan tugas serta ikatan lainnya, seseorang terkadang melalaikan untuk meluangkan waktu bagi dirinya sehingga bisa mengajari keluarganya. Diantara jalan pemecahan dalam persoalan ini yaitu hendaknya ia mengkhususkan satu hari dalam seminggu sebagai waktu untuk keluarga, bahkan mungkin juga dengan melibatkan kerabat lain untuk menyelenggarakan majlis ilmu di dalam rumah. Ia hendaknya mengumumkan hari tersebut kepada segenap anggota keluarga dan menganjurkan agar menepati dan datang pada hari yang ditentukan tersebut, bahkan akan lebih efektif dengan menggunakan kata-kata wajib datang, baik kepada dirinya maupun kepada anggota keluarga yang lain.
B.     Hak Perempuan Mendapatkan Pendidikan
1.      Shahih Bukhari No. 96

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَيُّوبَ قَالَ سَمِعْتُ عَطَاءً قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ أَشْهَدُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ عَطَاءٌ أَشْهَدُ عَلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَمَعَهُ بِلَالٌ فَظَنَّ أَنَّهُ لَمْ يُسْمِعْ فَوَعَظَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ فَجَعَلَتْ الْمَرْأَةُ تُلْقِي الْقُرْطَ وَالْخَاتَمَ وَبِلَالٌ يَأْخُذُ فِي طَرَفِ ثَوْبِهِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَقَالَ إِسْمَاعِيلُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَطَاءٍ وَقَالَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَشْهَدُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata, Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Ayyub berkata; aku mendengar 'Atho' berkata; aku mendengar Ibnu 'Abbas berkata: aku menyaksikan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam -sedang menurut 'Atho', dia berkata; aku menyaksikan Ibnu 'Abbas berkata; - bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar bersama Bilal, -dan dia mengira bahwa dia tidak mendengar, - maka Nabi memberi pelajaran kepada para wanita dan memerintahkan untuk bersedekah, maka seorang wanita memberikan anting dan cincin emasnya, dan Bilal memasukkannya ke saku bajunya. Berkata Abu Abdullah; dan Isma'il berkata; dari Ayyub dari 'Atho', dan dia berkata; dari Ibnu 'Abbas bahwa ia bersaksi terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.( Shahih Bukhari No. 96)
Dengan judul bab ini Imam Bukhari menjelaskan bahwa anjuran untuk memberikan nasehat kepada keluarga atau kepada seorang perempuan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bukan hanya merupakan tugas kepala keluarga saja, akan tetapi juga dianjurkan kepada seorang pemimpin ataupun wakilnya untuk memberikan nasehat kepada mereka. Hal ini diambil dari perkataan ibnu Abbas,”kemudian beliau memberikan kepada nasehat kepada kaum wanita.”nasihat tersebut berupa sabdanya,” saya melihat bahwa sebagian besar dari kaum(kaum wanita) menjadi penghuni neraka, karena kamu sering melalukan sumpah palsu dan mendurhakai suami.” Sedangkan pernyataan bahwa Rasululllah telah memberikan pelajaran kepada mereka berdasarkan perkataan Ibnu Abbas,”dan memerintahkannya untuk bersedekah” dari sini dapat disimpulkan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan kepada mereka bahwa shadaqah dapat menghapus dosa atau kesalahan yang telah mereka lakukan.
القرط (anting-anting) maksudnya adalah perhiasanyang dipakai ditelinga kaum wanita.[6]

2.      Shahih Bukhari No. 99

حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ الْأَصْبَهَانِيِّ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا صَالِحٍ ذَكْوَانَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَتْ النِّسَاءُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَلَبَنَا عَلَيْكَ الرِّجَالُ فَاجْعَلْ لَنَا يَوْمًا مِنْ نَفْسِكَ فَوَعَدَهُنَّ يَوْمًا لَقِيَهُنَّ فِيهِ فَوَعَظَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ فَكَانَ فِيمَا قَالَ لَهُنَّ مَا مِنْكُنَّ امْرَأَةٌ تُقَدِّمُ ثَلَاثَةً مِنْ وَلَدِهَا إِلَّا كَانَ لَهَا حِجَابًا مِنْ النَّارِ فَقَالَتْ امْرَأَةٌ وَاثْنَتَيْنِ فَقَالَ وَاثْنَتَيْنِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَصْبَهَانِيِّ عَنْ ذَكْوَانَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا وَعَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَصْبَهَانِيِّ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ ثَلَاثَةً لَمْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Adam berkata, Telah menceritakan kepada kami Syu'bah berkata, telah menceritakan kepadaKu Ibnu Al Ashbahani berkata; aku mendengar Abu Shalih Dzakwan menceritakan dari Abu Sa'id Al Khudri; kaum wanita berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "kaum lelaki telah mengalahkan kami untuk bertemu dengan engkau, maka berilah kami satu hari untuk bermajelis dengan diri tuan" Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berjanji kepada mereka satu untuk bertemu mereka, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberi pelajaran dan memerintahkan kepada mereka, diantara yang disampaikannya adalah: "Tidak seorangpun dari kalian yang didahului oleh (meninggal) tiga orang dari anaknya kecuali akan menjadi tabir bagi dirinya dari neraka". Berkata seseorang: "bagaimana kalau dua orang?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Juga dua". Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, Telah menceritakan kepada kami Ghundar berkata, Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abdurrahman Al Ashbahani dari Dzakwan dari Abu Sa'id Al Khudri dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan dengan sanad seperti ini dari Abdurrahman Al Ashbahani berkata; aku mendengar Abu Hazm dari Abu Hurairah berkata: "Tiga orang yang belum baligh". (Shahih Bukhari No. 99)

Dari hadits diatas kita bisa mengambil kesimpulan akan pentingnya pengajaran para wanita di rumah-rumah, dan mengingatkan pula betapa besar perhatian para shahabat dalam masalah belajar. Selain itu juga menunjukkan bahwa mengkonsentrasikan semangat mengajar hanya kepada laki-laki dengan meninggalkan kaum perempuan adalah kelalaian besar bagi para da’i dan pemimpin rumah tangga.
Di antara pelajaran yang dapat disampaikan kepada mereka kaum wanita adalah tafsir Al-Qur’an dan hadits nabawi. Juga penting untuk diajarkan kepada mereka beberapa persoalan hukum bersuci, haidh, hukum shalat dan zakat, puasa dan haji jika ada kemampuan untuk menunaikannya. Demikian pula hukum yang berkaitan dengan makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan,sunnah-sunnah fithrah, mahram dan ajnabi, hukum gambar,lagu-lagu dan sebagianya.
Arti dari hadis ini juga bahwa anak yang meninggal dunia sedang dia belum mencapai umur baligh, maa tidak akan mendapatkandosa, karena dosa manusia dicatat setelah mereka mencapai akil baligh. Dengan kata lain, bahwa anak yang belum akil baligh tidak pernah melakukan perbuatan dosa atau durhaka kepada orang tuanya, dengan demikian orang tua akan sangat sedih jika ditinggal mati oleh anaknya yang belum mencapai umur akil baligh.barangsiapa kembali ke hadirat Allah dengan meninggalkan kedua orangtuanya, maka ia akan menjadi pemisah antara kedua orang tuanya dan api neraka. Dalam hadis ini juga dinyatakan, bahwa para istri sahabat terdahulu sangat menjaga ajaran agama dalam setiap sisi kehidupannya, dan anak-anak orang islam akan masuk surga setelah meninggal dunia.[7]

C.    Berlaku Kasih Sayang
1.      Lu’lu’ wal Marjan No.1688

حديث عَائِشَةَ، قَالَتْ: دَخَلَتِ امْرَأَةٌ، مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا، تَسْأَلُ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي شَيْئًا، غَيْرَ تَمْرَةٍ، فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا، وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، عَلَيْنَا، فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ: مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ، كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ

Artinya :
Aisyah r.a. berkata: Seorang wanita datang kepadanya membawa dua putrinya minta-minta, karena aku tidak mempunyai apa-apa selain sebiji kurma maka aku berikan kepadanya, lalu dibagi diantara kedua putrinya sedang ia sendiri tidak makan, kemudian ia keluar. Maka masuklah Nabi saw. dan aku beritahu keadaan wanita peminta-minta itu dengan kedua putrinya, lalu Nabi saw. bersabda: Siapa yang diuji oleh Allah dengan putri-putri maka insya Allah kelak akan menjadi dinding baginya dari api neraka. (Bukhari Muslim).


Penjelasan hadis diatas yakni,

معها ابنتان  Membawa dua anaknya.
تسألني فلم تجد عندي تمرة واحدة فأعطيتها  Ia memintaku, lalu aku tidak temukan kecuali sebutir kurma, lalu aku berikan kepadanya. Hal ini menunjukkan kedermawanan Ummul Mukminin Aisyah –RA. Ketika tidak ada sesuatupun yang bisa diberikan kecuali sebutir kurma, ia lebih prioritaskan untuk wanita itu, daripada dirinya sendiri.
فقسمتها بين ابنتيها  Kemudian wanita itu membaginya untuk kedua anaknya. Secara tekstual hadits ini menerangkan bahwa ibu itu tidak makan sedikit pun.  Seorang ibu yang memprioritaskan anaknya daripada dirinya adalah bentuk kasih sayang yang tidak diragukan lagi.
ثم قامت فخرجت  Kemudian wanita itu bangkit dan keluar, bersama dengan kedua anaknya dari rumah Aisyah RA.
فدخل النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ فحدثته  Kemudian Rasulullah saw masuk, lalu Aisyah RA menceritakan hal ini kepadanya.
Lalu Rasulullah saw bersabda:  من يلي ”  dari kata: الولاية : menguasai. Dalam riwayat lain من بُلى  huruf ba’ dibaca dhammah, dari kata: البلاء : ujian.
Dalam riwayat lain من ابتلى : barang siapa yang diuji.
Artinya barang siapa yang diuji seperti ujian anak-anak ini; untuk dinilai; apakah akan memperlakukan mereka dengan baik atau tidak baik. Maka pahala akan diberikan kepada pelaku kebaikan kepada satu anak perempuan sebagaimana balasan kebaikan itu akan diperoleh pelaku kebaikan kepada lebih dari satu anak perempuan. Berbuat baik kepada anak antara lain dengan infaq (membiayai) ta’dib ( mendidik) dsb.
Secara zhahir; pahala yang disebutkan di atas itu akan diperoleh pelaku kebaikan sehingga anak itu mandiri dengan menikah atau lainnya.
كن له ستراً ”   Mereka menjadi penghalang. Dalam riwayat lain:  كن له حجاباً mereka menjadi hijab (penutup). Kata satr dan hijab memiliki makna yang sama.
Hadits ini menegaskan tentang hak anak perempuan. Karena pada umumnya mereka lemah dalam memenuhi kebutuhan pribadinya. Berbeda dengan laki-laki, yang secara fisik lebih kuat, lebih cair dalam berfikir, mampu memenuhi kebutuhannya, pada umumnya.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran:
1.      Orang yang sangat membutuhkan diperbolehkan meminta-minta. Seperti yang dilakukan oleh ibu dari dua anak perempuan tadi kepada Aisyah RA
2.      Sebaiknya bersedekah dengan apa yang ada, sedikit atau banyak. Seperti yang dilakukan oleh Aisyah RA, dengan sebutir kurma. Kurang berharganya sebutir kurma itu tidak menghalanginya dari bersedekah.
3.      Diperbolehkan menceritakan kebaikan yang dilakukan, selama tidak bertujuan untuk membanggakan diri dan membangkit pemberian. Seperti yang dilakukan oleh Ummul Mukminin Aisyah RA dalam bercerita kepada Rasulullah tentang wanita itu dan kedua anaknya.
4.      Sesungguhnya menyayangi anak perempuan dan berbuat baik kepadanya akan menjaga dari api neraka, yang menjadi pekerjaan orang-orang baik untuk berusaha terlindung dan selamat darinya.[8]


BAB III
KESIMPULAN

Pendidikan keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit sosial terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkanberbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Pada hadits shasih bukhari no. 95 tentang mengajar hamba sahaya dan keluarga terdapat Tiga golongan yang akan mendapatkan dua pahala dari Allah SWT adalah: Pertama, laki-laki dari ahli kitab (taurat dan injil) yang mengimani nabinya dan mengimani Nabi Muhammad saw. Kedua, budak atau hamba sahaya, ketika ia memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak tuannya. Ketiga, laki-laki yang mempunyai budak perempuan, maka ia mengajarkan adab dan mendidiknya, kemudian ia memerdekakannya, lalu ia menikahinya.
Pada hadits shahih bukhari no. 96 dan 99 yakni seorang perempuan juga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan jadi bukan hanya seorang laki-laki saja yang diutamakan untuk diberikan pendidikan, pada hadis no. 96 tersebut digambarkan bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada kaum perempuan dan pada hadits no. 99 rasulullah juga mengajari kaum perempuan. Hal itu menunjukkan bahwa kaum perempuan mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan.
Pada hadits LM no. 1688 ini menjelaskan tentang kasih sayang seorang ibu kepada kedua anak perempuannya, karena Sesungguhnya menyayangi anak perempuan dan berbuat baik kepadanya akan menjaga dari api neraka, yang menjadi pekerjaan orang-orang baik untuk berusaha terlindung dan selamat darinya.



DAFTAR PUSTAKA


TM. Sanihiyah, 1997, Pesan-pesan Rasulullah, Bandung : Citra Umbara.
W.J.S. Poerwadarminta, 1985, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Jalaluddin Rahmat dan Muhtar Gandatama, 1994, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ibnu Haja Al Asqalani, 2003, Fathul Baari,Jakarta Selatan: Pustaka Azzam.
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2007, Mutiara Hadits 5, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.




[1] TM. Sanihiyah, Pesan-pesan Rasulullah, (Bandung : Citra Umbara, 1997), hal. 153-154.
[2] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka, 1985), hal. 702.
[3] Jalaluddin Rahmat dan Muhtar Gandatama, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 107.
[4] Ibnu Haja Al Asqalani, Fathul Baari,(Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2003), hal. 366.
[5] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadits 5,(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,2007), hal. 47.
[6] Ibnu Haja Al Asqalani, Fathul Baari, hal. 370.
[7] Ibnu Haja Al Asqalani, Fathul Baari, hal. 377.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar