BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Problema yang dihadapi oleh generasi muda masa kini terus berkembang
semakin subur. Problema yang dihadapi tersebut merupakan peringatan dini yang
akibatnya akan membawa kefatalan yang mengerikan. Mereka adalah para penanggung-jawab
dari generasi yang akan datang sesudah mereka.
Maka dari itu agar kesalahan yang fatal tidak terjadi, kita harus membina
sejak dari sekarang dimulai dari keluarga kita sendiri tentang pentingnya
pendidikan keluarga. Sebagai rujukan kita dapat mengambil dari berbagai nasehat
yang telah Rasulullah sampaikan dalam hadits-haditsnya.
Dalam kehidupan berkeluarga, seorang kepala keluarga mempunyai
tugas yang amat berat, sebab dialah yang harus bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap seluruh anggota keluarganya baik terhadap istrinya, anak-anaknya
maupun terhadap pembantu rumah tangganya.[1]
Al Qur an dan Hadist adalah kitab suci yang Allah swt turunkan
kepada umat manusia agar dijadikan sebagai pedoman hidup. Oleh karena itu Al
Quran dan Hadist penuh dengan petunjuk dan tuntunan yang mencakup seluruh aspek
dan sektor kehidupan manusia. Termasuk di dalamnya adalah petunjuk dan tuntunan
dalam membangun kehidupan rumah tangga.Setiap manusia pasti menginginkan
memiliki kehidupan rumah tangga yang harmonis yang di dalamnya terdapat
sakinah, mawaddah dan rahmah, ada ketentraman, kedamaai serta cinta dan kasih
sayang yang tumbuh sumbur di dalamnya sehinggatercipta rumah tangga yang
harmonis. Diantara petunjuk dan tuntunan Allah swt yang terkait dengan kehidupan
rumah tangga adalah terdapat hadist-hadist nabi yang menganjurkan pendidikan
keluarga. Selanjutnya akan di bahas dalam pembahasan makalah berikut ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Hadis tentang mengajar hamba sahaya dan keluarga ?
2.
Bagaimana
Hadis tentang hak perempuan mendapatkan pendidikan ?
3.
Bagaimana
hadis tentang berlaku kasih sayang ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Kata pendidikan
menurut etimologi berasal darikata dasar didik.Apabila diberi awalan me,menjadi
mendidik makaakan membentuk kata kerja yang berarti memelihara dan memberi
latihan(ajaran). Sedangkan bila berbentuk kata benda akan menjadi pendidikan
yang memiliki arti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan.[2]
Pengertian
Keluarga keluarga dalam bahasa Arab adalah al-Usroh yang berasal dari kata
al-asruyang secara etimologis mampunyai arti ikatan Kata keluarga dapat diambil
kefahaman sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu organisasibio-psiko-sosio-spiritual
dimana anggota keluarga terkait dalam suatu ikatan khusus untuk hidup bersama
dalam ikatan perkawinan dan bukanikatan yang sifatnya statis dan membelenggu
dengan saling menjagakeharmonisan hubungan satu dengan yang lain atau hubungan silaturrahim.
Sementara satu . Al- Razi mengatakan al-asru maknanya mengikat dengan tali,
kemudian meluas menjadi segala sesuatu yang diikat baik dengan tali atau yang
lain.[3]
Dari beberapa
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan keluarga
adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit sosial
terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan lingkungan budaya yang
pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkanberbagai kebiasaan
dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Pendidikan
keluarga merupakan bagian jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan
dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan (UU Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989).
A.
Mengajar Hamba Sahaya dan Keluarga
1.
Shahih Bukhari No.95
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ سَلَامٍ حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا
صَالِحُ بْنُ حَيَّانَ قَالَ قَالَ عَامِرٌ الشَّعْبِيُّ حَدَّثَنِي أَبُو
بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمَنَ
بِنَبِيِّهِ وَآمَنَ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْعَبْدُ
الْمَمْلُوكُ إِذَا أَدَّى حَقَّ اللَّهِ وَحَقَّ مَوَالِيهِ وَرَجُلٌ كَانَتْ
عِنْدَهُ أَمَةٌ فَأَدَّبَهَا فَأَحْسَنَ تَأْدِيبَهَا وَعَلَّمَهَا فَأَحْسَنَ
تَعْلِيمَهَا ثُمَّ أَعْتَقَهَا فَتَزَوَّجَهَا فَلَهُ أَجْرَانِ ثُمَّ قَالَ
عَامِرٌ أَعْطَيْنَاكَهَا بِغَيْرِ شَيْءٍ قَدْ كَانَ يُرْكَبُ فِيمَا دُونَهَا
إِلَى الْمَدِينَةِ
Artinya :
Telah
mengabarkan kepada kami Muhammad Ibnu Salam, Telah menceritakan kepada kami Al
Muharibi berkata, Telah menceritakan kepada kami Shalih bin Al Hayyan berkata,
telah berkata 'Amir Asy Sya'bi; telah menceritakan kepadaku Abu Burdah dari
bapaknya berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Ada
tiga orang yang akan mendapat pahala dua kali; seseorang dari Ahlul Kitab yang
beriman kepada Nabinya dan beriman kepada Muhammad shallallahu 'alaihi
wasallam, dan seorang hamba sahaya yang menunaikan hak Allah dan hak tuannya.
Dan seseorang yang memiliki hamba sahaya wanita lalu dia memperlakukannya
dengan baik, mendidiknya dengan baik, dan mengajarkan kepadanya dengan
sebaik-baik pengajaran, kemudian membebaskannya dan menikahinya, maka baginya
dua pahala". Berkata 'Amir: "Aku berikan permasalahan ini
kepadamu tanpa imbalan, dan sungguh telah ditempuh untuk memperolehnya dengan
menuju Madinah". (Shahih Bukhari No.95)
Disebutkan
budak pada tema ini adalah sesuai dengan teks hadis, sedangkan disebutkan
keluarga adalah berdasarkan analogi. Karena memperhatikan keluarga sendiri yang
bukan hamba sahaya dengan memberikan pengajaran tentang kewajiban-kewajiban
kepada Allah dan sunnah-sunnah Rasul-Nya, adalah diprioritaskan daripada hamba
sahaya.[4]
Dalam hadits
dipaparkan bahwasanya seseorang yang mempunyai budak lalu menafkahinya dengan
baik dan diperlakukannya dengan baik, kemudian dimerdekakan dan dikawini, maka
orang yang berbuat demikian itu memperoleh dua pahala, pahala memerdekakannya
dan pahala mengawininya.[5]
Tiga golongan
yang akan mendapatkan dua pahala dari Allah SWT adalah: Pertama, laki-laki dari
ahli kitab (taurat dan injil) yang mengimani nabinya dan mengimani Nabi
Muhammad saw. Kedua, budak atau hamba sahaya, ketika ia memenuhi hak-hak Allah
dan hak-hak tuannya. Ketiga, laki-laki yang mempunyai budak perempuan, maka ia
mengajarkan adab dan mendidiknya, kemudian ia memerdekakannya, lalu ia
menikahinya.
Golongan
pertama mendapat dua pahala karena mereka mengalami dua fase keimanan, yakni
iman atas nabinya (Isa) kemudian datang Nabi Muhammad saw. yang mana tersebut
tidaklah mudah diterima begitu saja. Dan golongan ini hanya dari kalangan
sahabat saja, pada masa sekarang tidak akan ditemukan golongan ini.
Golongan kedua
mendapat dua pahala karena ia berposisi sebagai dua hamba. Pertama, hamba
Allah, dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai hamba Allah. Kedua,
hamba sahaya atas tuannya, dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai
hamba sahaya. Pada masa sekarang juga tidak akan ditemukan golongan ini, karena
sekarang sudah tidak ada lagi perbudakan.
Golongan ketiga
mendapatkan dua pahala karena ia mengajarkan adab dan mendidik budak wanita,
kemudian ia memerdekakan dan menikahinya. Pada masa sekarang juga tidak akan
ditemukan golongan ini, karena sekarang sudah tidak ada lagi perbudakan.
Dalam penjelasan hadits
di atas, Ibnu Hajar mengatakan: "Kesesuaian hadits dengan tarjamah -
maksudnya judul bab - dalam masalah hamba sahaya perempuan adalah dengan nash,
dan dalam masalah keluarga dengan qiyas, sebab perhatian dengan keluarga yang
merdeka dalam soal pengajaran kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Allah
dan sunnah-sunnah Rasul Nya adalah sesuatu yang harus dan pasti daripada
perhatian kepada hamba sahaya perempuan".
Karena adanya kesibukan
dan tugas serta ikatan lainnya, seseorang terkadang melalaikan untuk meluangkan
waktu bagi dirinya sehingga bisa mengajari keluarganya. Diantara jalan
pemecahan dalam persoalan ini yaitu hendaknya ia mengkhususkan satu hari dalam
seminggu sebagai waktu untuk keluarga, bahkan mungkin juga dengan melibatkan
kerabat lain untuk menyelenggarakan majlis ilmu di dalam rumah. Ia hendaknya
mengumumkan hari tersebut kepada segenap anggota keluarga dan menganjurkan agar
menepati dan datang pada hari yang ditentukan tersebut, bahkan akan lebih
efektif dengan menggunakan kata-kata wajib datang, baik kepada dirinya maupun
kepada anggota keluarga yang lain.
B.
Hak Perempuan Mendapatkan Pendidikan
1.
Shahih Bukhari No. 96
حَدَّثَنَا
سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَيُّوبَ قَالَ سَمِعْتُ
عَطَاءً قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ أَشْهَدُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ عَطَاءٌ أَشْهَدُ عَلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَمَعَهُ بِلَالٌ
فَظَنَّ أَنَّهُ لَمْ يُسْمِعْ فَوَعَظَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ
فَجَعَلَتْ الْمَرْأَةُ تُلْقِي الْقُرْطَ وَالْخَاتَمَ وَبِلَالٌ يَأْخُذُ فِي
طَرَفِ ثَوْبِهِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَقَالَ إِسْمَاعِيلُ عَنْ أَيُّوبَ
عَنْ عَطَاءٍ وَقَالَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَشْهَدُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya :
Telah
menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata, Telah menceritakan kepada
kami Syu'bah dari Ayyub berkata; aku mendengar 'Atho' berkata; aku mendengar
Ibnu 'Abbas berkata: aku menyaksikan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
-sedang menurut 'Atho', dia berkata; aku menyaksikan Ibnu 'Abbas berkata; -
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar bersama Bilal, -dan dia mengira
bahwa dia tidak mendengar, - maka Nabi memberi pelajaran kepada para wanita dan
memerintahkan untuk bersedekah, maka seorang wanita memberikan anting dan
cincin emasnya, dan Bilal memasukkannya ke saku bajunya. Berkata Abu Abdullah;
dan Isma'il berkata; dari Ayyub dari 'Atho', dan dia berkata; dari Ibnu 'Abbas
bahwa ia bersaksi terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.( Shahih
Bukhari No. 96)
Dengan judul bab ini Imam Bukhari menjelaskan bahwa anjuran untuk
memberikan nasehat kepada keluarga atau kepada seorang perempuan sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya bukan hanya merupakan tugas kepala keluarga saja,
akan tetapi juga dianjurkan kepada seorang pemimpin ataupun wakilnya untuk
memberikan nasehat kepada mereka. Hal ini diambil dari perkataan ibnu Abbas,”kemudian
beliau memberikan kepada nasehat kepada kaum wanita.”nasihat tersebut
berupa sabdanya,” saya melihat bahwa sebagian besar dari kaum(kaum wanita)
menjadi penghuni neraka, karena kamu sering melalukan sumpah palsu dan
mendurhakai suami.” Sedangkan pernyataan bahwa Rasululllah telah memberikan
pelajaran kepada mereka berdasarkan perkataan Ibnu Abbas,”dan
memerintahkannya untuk bersedekah” dari sini dapat disimpulkan bahwa
Rasulullah SAW mengajarkan kepada mereka bahwa shadaqah dapat menghapus dosa
atau kesalahan yang telah mereka lakukan.
القرط (anting-anting) maksudnya adalah perhiasanyang
dipakai ditelinga kaum wanita.[6]
2.
Shahih Bukhari No. 99
حَدَّثَنَا
آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ الْأَصْبَهَانِيِّ قَالَ
سَمِعْتُ أَبَا صَالِحٍ ذَكْوَانَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
قَالَتْ النِّسَاءُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَلَبَنَا
عَلَيْكَ الرِّجَالُ فَاجْعَلْ لَنَا يَوْمًا مِنْ نَفْسِكَ فَوَعَدَهُنَّ يَوْمًا
لَقِيَهُنَّ فِيهِ فَوَعَظَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ فَكَانَ فِيمَا قَالَ لَهُنَّ مَا
مِنْكُنَّ امْرَأَةٌ تُقَدِّمُ ثَلَاثَةً مِنْ وَلَدِهَا إِلَّا كَانَ لَهَا
حِجَابًا مِنْ النَّارِ فَقَالَتْ امْرَأَةٌ وَاثْنَتَيْنِ فَقَالَ وَاثْنَتَيْنِ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ قَالَ حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَصْبَهَانِيِّ عَنْ ذَكْوَانَ عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِهَذَا وَعَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَصْبَهَانِيِّ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا
حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ ثَلَاثَةً لَمْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ
Artinya:
Telah
menceritakan kepada kami Adam berkata, Telah menceritakan kepada kami Syu'bah
berkata, telah menceritakan kepadaKu Ibnu Al Ashbahani berkata; aku mendengar
Abu Shalih Dzakwan menceritakan dari Abu Sa'id Al Khudri; kaum wanita berkata
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "kaum lelaki telah mengalahkan
kami untuk bertemu dengan engkau, maka berilah kami satu hari untuk bermajelis
dengan diri tuan" Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berjanji kepada
mereka satu untuk bertemu mereka, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
memberi pelajaran dan memerintahkan kepada mereka, diantara yang disampaikannya
adalah: "Tidak seorangpun dari kalian yang didahului oleh (meninggal)
tiga orang dari anaknya kecuali akan menjadi tabir bagi dirinya dari neraka".
Berkata seseorang: "bagaimana kalau dua orang?" Nabi shallallahu
'alaihi wasallam menjawab: "Juga dua". Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, Telah menceritakan kepada kami Ghundar
berkata, Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abdurrahman Al Ashbahani
dari Dzakwan dari Abu Sa'id Al Khudri dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Dan dengan sanad seperti ini dari Abdurrahman Al Ashbahani berkata; aku
mendengar Abu Hazm dari Abu Hurairah berkata: "Tiga orang yang belum
baligh". (Shahih Bukhari No. 99)
Dari hadits diatas kita bisa mengambil kesimpulan akan pentingnya
pengajaran para wanita di rumah-rumah, dan mengingatkan pula betapa besar
perhatian para shahabat dalam masalah belajar. Selain itu juga menunjukkan
bahwa mengkonsentrasikan semangat mengajar hanya kepada laki-laki dengan
meninggalkan kaum perempuan adalah kelalaian besar bagi para da’i dan pemimpin
rumah tangga.
Di antara pelajaran yang dapat disampaikan kepada mereka kaum wanita adalah
tafsir Al-Qur’an dan hadits nabawi. Juga penting untuk diajarkan kepada mereka
beberapa persoalan hukum bersuci, haidh, hukum shalat dan zakat, puasa dan haji
jika ada kemampuan untuk menunaikannya. Demikian pula hukum yang berkaitan
dengan makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan,sunnah-sunnah fithrah, mahram
dan ajnabi, hukum gambar,lagu-lagu dan sebagianya.
Arti dari hadis ini juga bahwa anak yang meninggal dunia sedang dia belum
mencapai umur baligh, maa tidak akan mendapatkandosa, karena dosa manusia
dicatat setelah mereka mencapai akil baligh. Dengan kata lain, bahwa anak yang
belum akil baligh tidak pernah melakukan perbuatan dosa atau durhaka kepada
orang tuanya, dengan demikian orang tua akan sangat sedih jika ditinggal mati
oleh anaknya yang belum mencapai umur akil baligh.barangsiapa kembali ke hadirat
Allah dengan meninggalkan kedua orangtuanya, maka ia akan menjadi pemisah
antara kedua orang tuanya dan api neraka. Dalam hadis ini juga dinyatakan,
bahwa para istri sahabat terdahulu sangat menjaga ajaran agama dalam setiap
sisi kehidupannya, dan anak-anak orang islam akan masuk surga setelah meninggal
dunia.[7]
C.
Berlaku Kasih Sayang
1.
Lu’lu’ wal Marjan No.1688
حديث عَائِشَةَ،
قَالَتْ: دَخَلَتِ امْرَأَةٌ، مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا، تَسْأَلُ فَلَمْ تَجِدْ
عِنْدِي شَيْئًا، غَيْرَ تَمْرَةٍ، فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَقَسَمَتْهَا
بَيْنَ ابْنَتَيْهَا، وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ فَدَخَلَ
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، عَلَيْنَا، فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ: مَنِ
ابْتُلِيَ مِنْ هذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ، كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
Artinya :
Aisyah r.a. berkata:
Seorang wanita datang kepadanya membawa dua putrinya minta-minta, karena aku
tidak mempunyai apa-apa selain sebiji kurma maka aku berikan kepadanya, lalu
dibagi diantara kedua putrinya sedang ia sendiri tidak makan, kemudian ia keluar.
Maka masuklah Nabi saw. dan aku beritahu keadaan wanita peminta-minta itu
dengan kedua putrinya, lalu Nabi saw. bersabda: Siapa yang diuji oleh Allah
dengan putri-putri maka insya Allah kelak akan menjadi dinding baginya dari api
neraka. (Bukhari Muslim).
Penjelasan hadis diatas
yakni,
معها ابنتان Membawa dua anaknya.
تسألني فلم تجد
عندي تمرة واحدة فأعطيتها Ia
memintaku, lalu aku tidak temukan kecuali sebutir kurma, lalu aku berikan
kepadanya. Hal ini menunjukkan kedermawanan Ummul Mukminin Aisyah –RA. Ketika
tidak ada sesuatupun yang bisa diberikan kecuali sebutir kurma, ia lebih
prioritaskan untuk wanita itu, daripada dirinya sendiri.
فقسمتها بين
ابنتيها Kemudian wanita itu membaginya untuk kedua anaknya.
Secara tekstual hadits ini menerangkan bahwa ibu itu tidak makan sedikit
pun. Seorang ibu yang memprioritaskan anaknya daripada dirinya adalah
bentuk kasih sayang yang tidak diragukan lagi.
ثم قامت فخرجت Kemudian wanita itu bangkit dan keluar, bersama dengan
kedua anaknya dari rumah Aisyah RA.
فدخل النبي ـ
صلى الله عليه وسلم ـ فحدثته Kemudian Rasulullah saw masuk, lalu
Aisyah RA menceritakan hal ini kepadanya.
Lalu
Rasulullah saw bersabda: من يلي ” dari kata: الولاية : menguasai. Dalam riwayat lain من بُلى huruf ba’
dibaca dhammah, dari kata: البلاء : ujian.
Dalam
riwayat lain من ابتلى : barang siapa yang diuji.
Artinya
barang siapa yang diuji seperti ujian anak-anak ini; untuk dinilai; apakah akan
memperlakukan mereka dengan baik atau tidak baik. Maka pahala akan diberikan
kepada pelaku kebaikan kepada satu anak perempuan sebagaimana balasan kebaikan
itu akan diperoleh pelaku kebaikan kepada lebih dari satu anak perempuan.
Berbuat baik kepada anak antara lain dengan infaq (membiayai) ta’dib (
mendidik) dsb.
Secara
zhahir; pahala yang disebutkan di atas itu akan diperoleh pelaku kebaikan
sehingga anak itu mandiri dengan menikah atau lainnya.
” كن له ستراً ” Mereka menjadi penghalang. Dalam riwayat
lain: كن له حجاباً mereka
menjadi hijab (penutup). Kata satr dan hijab memiliki makna yang sama.
Hadits ini
menegaskan tentang hak anak perempuan. Karena pada umumnya mereka lemah dalam
memenuhi kebutuhan pribadinya. Berbeda dengan laki-laki, yang secara fisik
lebih kuat, lebih cair dalam berfikir, mampu memenuhi kebutuhannya, pada
umumnya.
Dari hadits
ini dapat diambil pelajaran:
1. Orang yang
sangat membutuhkan diperbolehkan meminta-minta. Seperti yang dilakukan oleh ibu
dari dua anak perempuan tadi kepada Aisyah RA
2. Sebaiknya
bersedekah dengan apa yang ada, sedikit atau banyak. Seperti yang dilakukan
oleh Aisyah RA, dengan sebutir kurma. Kurang berharganya sebutir kurma itu
tidak menghalanginya dari bersedekah.
3. Diperbolehkan
menceritakan kebaikan yang dilakukan, selama tidak bertujuan untuk membanggakan
diri dan membangkit pemberian. Seperti yang dilakukan oleh Ummul Mukminin
Aisyah RA dalam bercerita kepada Rasulullah tentang wanita itu dan kedua
anaknya.
4. Sesungguhnya
menyayangi anak perempuan dan berbuat baik kepadanya akan menjaga dari api
neraka, yang menjadi pekerjaan orang-orang baik untuk berusaha terlindung dan
selamat darinya.[8]
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan
keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau
unit sosial terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan lingkungan budaya
yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkanberbagai
kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat.
Pada hadits
shasih bukhari no. 95 tentang mengajar hamba sahaya dan keluarga terdapat Tiga
golongan yang akan mendapatkan dua pahala dari Allah SWT adalah: Pertama,
laki-laki dari ahli kitab (taurat dan injil) yang mengimani nabinya dan mengimani
Nabi Muhammad saw. Kedua, budak atau hamba sahaya, ketika ia memenuhi hak-hak
Allah dan hak-hak tuannya. Ketiga, laki-laki yang mempunyai budak perempuan,
maka ia mengajarkan adab dan mendidiknya, kemudian ia memerdekakannya, lalu ia
menikahinya.
Pada hadits
shahih bukhari no. 96 dan 99 yakni seorang perempuan juga memiliki hak untuk
mendapatkan pendidikan jadi bukan hanya seorang laki-laki saja yang diutamakan
untuk diberikan pendidikan, pada hadis no. 96 tersebut digambarkan bahwa Nabi
Muhammad SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada kaum perempuan dan pada
hadits no. 99 rasulullah juga mengajari kaum perempuan. Hal itu menunjukkan
bahwa kaum perempuan mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan.
Pada hadits LM
no. 1688 ini menjelaskan tentang kasih sayang seorang ibu kepada kedua anak
perempuannya, karena Sesungguhnya menyayangi anak perempuan dan berbuat
baik kepadanya akan menjaga dari api neraka, yang menjadi pekerjaan orang-orang
baik untuk berusaha terlindung dan selamat darinya.
DAFTAR PUSTAKA
TM. Sanihiyah, 1997, Pesan-pesan
Rasulullah, Bandung : Citra Umbara.
W.J.S. Poerwadarminta, 1985, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Jalaluddin Rahmat dan Muhtar
Gandatama, 1994, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Ibnu Haja Al Asqalani, 2003, Fathul
Baari,Jakarta Selatan: Pustaka Azzam.
Teungku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy, 2007, Mutiara Hadits 5, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
[1] TM. Sanihiyah,
Pesan-pesan Rasulullah, (Bandung : Citra Umbara, 1997), hal. 153-154.
[2] W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka,
1985), hal. 702.
[3] Jalaluddin
Rahmat dan Muhtar Gandatama, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 107.
[4] Ibnu Haja Al
Asqalani, Fathul Baari,(Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2003), hal. 366.
[5] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadits 5,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra,2007), hal. 47.
[6] Ibnu Haja Al
Asqalani, Fathul Baari, hal. 370.
[7]
Ibnu Haja Al
Asqalani, Fathul Baari, hal. 377.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar