Shalat Jama’ dan Qashar[1]
A. Pengertian dan Dasar Hukum Shalat Jama’ dan Qashar
Jama’ artinya bersatu atau berkumpul. Hal tersebut
maksudnya adalah melaksanakan dua salat
wajib dalam satu waktu. Misalnya, salat Asar dengan Zuhur dan salat Magrib dengan
Isya.
Salat
fardu yang dapat di-Jama’, yaitu salat Zuhur dengan Asar dan salat Magrib dengan salat Isya,
dengan tidak mengurangi bilangan rakaatnya, kecuali salat Subuh. Salat Subuh
harus dilakukan pada waktunya, tidak
boleh di-Jama’ dengan
salat Isya atau salat Zuhur.
Apabila kita mengerjakan salat Zuhur dan Asar dikerjakan
waktu Zuhur atau mengerjakan salat Magrib dan Isya pada waktu Magrib,
pengumpulan salat yang demikian
dinamakan Jama’ taqdim yang berarti Jama’ yang didahulukan.
Artinya semestinya diakhirkan, tetapi didahulukan.
Sebaliknya, apabila kita mengerjakan salat Zuhur dan Asar dikerjakan pada waktu Asar atau
salat Magrib dan
Isya dikerjakan pada
waktu Isya, pengumpulan salat yang demikian dinamakan
dengan Jama’ ta’khir melakukannya di waktu Asar dan dinamakan Jama’ ta’khir
yang berarti Jama’ yang diakhirkan.
Salat Jama’ dilakukan kepada
orang yang sedang dalam perjalanan yang tidak sempat melakukan salat tepat pada
waktunya sehingga waktu salat
tersebut harus ditarik pada waktu salat lainnya.
Dasar hukum
salat Jama’ dalam perjalanan sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ
أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا
فَإِنْ زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ
Artinya:
Dari Anas bin Malik katanya, Dahulu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam jika melakukan safar (perjalanan) sebelum matahari
miring, maka beliau mengakhirkan shalat zhuhur hingga waktu ashar, kemudian
singgah dan beliau jamak antara keduanya. Namun jika melakukan perjalanan dan
matahari telah miring, beliau lakuakn shalat zhuhur terlebih dahulu kemudian
beliau naik kendarannya. (H.R. Muslim).[2]
Begitupun Jama’ salat dibolehkan juga bagi orang yang tidak melakukan
perjalanan, artinya tetap di rumah.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي
غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ فِي حَدِيثِ وَكِيعٍ قَالَ قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ
لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ وَفِي حَدِيثِ أَبِي مُعَاوِيَةَ
قِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ مَا أَرَادَ إِلَى ذَلِكَ قَالَ أَرَادَ أَنْ لَا يُحْرِجَ
أُمَّتَه
Artinya:
Dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas katanya;
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menjamak antara zhuhur dan
ashar, maghrib dan isya` di Madinah, bukan karena ketakutan dan bukan pula
karena hujan." Dalam hadis Waki', katanya; aku tanyakan kepada Ibnu Abbas;
"Mengapa beliau lakukan hal itu?" Dia menjawab; "Beliau ingin
supaya tidak memberatkan umatnya."(H.R. Muslim).[3]
Salat
Qashar adalah salat ringkas. Maksudnya, meringkas
salat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Salat
yang dapat diringkas atau di-Qashar itu,yaitu: salat Zuhur,
Asar, dan Isya. Sementara itu, salat Magrib dan salat Subuh tidak bisa di-Qashar.
Firman Allah swt.:
#sÎ)ur ÷Läêö/uÑ Îû ÇÚöF{$# }§øn=sù ö/ä3øn=tæ îy$uZã_ br& (#rçÝÇø)s? z`ÏB Ío4qn=¢Á9$#
Artinya:
”Dan apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu mengqashar salat.[4]
Hadis Nabi Muhammad saw.:
عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ أَنَّهُ قَالَ : قُلْتُ لِعُمَرِ رضي
الله عنه : فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوْا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ
خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمْ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ. قَالَ
عُمَرُ : عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتُ مِنْهُ فَسَأَ لْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه
وسلم فَقَالَ : صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِىهَاعَلَيْكُمْ فَا
قْبِلُوْاصَدَقَتَهُ.
Artinya:
"Dari Ya’la bin Umaiyah,
saya telah berkata
kepada Umar, Allah berfirman maka tidaklah berdosa kamu mengqashar salat jika kamu takut
diserang orang kafir, sedangkan sekarang telah aman (tidak takut lagi). Umar menjawab, saya
heran juga sebagaimana engkau, maka saya tanyakan kepada Rasulullah saw. dan beliau menjawab: Salat Qashar itu
sedekah yang diberikan Allah swt. kepada kamu, maka terimalah olehmu sedekah-
Nya (pemberian-Nya) itu.” (H.R. Muslim)[5]
B. Syarat-syarat shalat jama’
Salat
Jama’ taqdim dan ta’khir hendaklah dilakukan sesuai dengan
syarat- syarat yang telah ditentukan agar salat Jama’ yang dilaksanakan sah.
1)
Syarat-syarat
shalat jama’ taqdim
Syarat-syarat salat Jama’
taqdim adalah:
a)
Hendaklah
dimulai dengan salat yang pertama waktunya
Jika salat
pada
waktu
Zuhur
yang
digabungkan
dengan
Asar,
terlebih
dahulu melaksanakan salat Zuhur,
lalu salat Asar.
b)
Niat
Jama’ taqdim
Niat Jama’
taqdim adalah menyengaja dalam hati untuk men-Jama’ salat pada waktu yang pertama. Contohnya, niat Jama’ taqdim Asar pada waktu Zuhur maka wajib berniat ketika
melaksanakan salat Zuhur.
Berikut ini adalah bacaan niat Jama’
taqdim Asar pada waktu Zuhur. Bacaan niatnya:
أُصَلِّيْ فَرْ ضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْ عًا
بِالْعَصْرِ جَمْعَ تَقْدِ يْمٍ لِّلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya:
“Aku mengerjakan salat fardu Zuhur empat rakaat diJama’
dengan salat Asar, Jama’ taqdim karena Allah ta’ala”.
c)
Dilakukan
berturut-turut
Berturut-turut
artinya tidak boleh terpisah-pisah. Setelah melaksanakan salat yang pertama, langsung
melaksanakan salat yang ke dua, tidak
diselingi dengan ibadah lain.
2)
Syarat-syarat
jama’ ta’khir
Syarat Jama’ ta’khir tidak sama
dengan syarat Jama’ taqdim. Jama’ ta’khir tidak diwajibkan
berturut-turut dan tidak wajib tertib antara salat yang harus didahulukan dengan yang harus
diakhirkan. Akan tetapi,
jika hal tersebut diakukan, hukumnya sunah.
Artinya, tidak membatalkan salat Jama’ ta’khir jika mendahulukan salat yang ke dua, lalu salat yang pertama atau setelah salat yang pertama tidak langsung
melaksanakan salat yang ke dua.
Niat salat Jama’ hendaknya
dilakukan pada saat akan melakukan salat yang
pertama. Misalnya, salat Zuhur dikerjakan pada waktu salat Asar maka
boleh melaksanakan salat Zuhur terlebih dahulu atau salat yang memiliki
waktunya, yaitu salat Asar terlebih dahulu. Akan tetapi, niat ber-Jama’ harus tetap dibacakan ketika melaksanakan salat yang pertama
karena kedua salat tersebut akan digabungkan.
Contoh niat shalat Isya yang di Jama’
ta’khir dengan shalat magrib:
أُصَلِّيْ
فَرْضَ الْعِشَاءِ
أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْ عًا بِالْمَغْرِبِ جَمْعَ تَأْخِيْرٍ لِّلّٰهِ
تَعَالٰى
Artinya:
“Aku mengerjakan fardu salat Isya empat rakaat
diJama’ dengan Magrib, Jama’ ta’khir karena Allah ta’ala”.
C. Syarat-syarat shalat qashar
Salat Qashar boleh
dilakukan
oleh
musafir bila
syarat-syarat
berikut
ini
telah dipenuhi.
1)
Perjalanan
yang dilakukannya bukan perjalanan maksiat.
Orang
yang sedang berpergian boleh meng-Qashar salat yang empat rakaat
menjadi dua rakaat jika perjalanannya tidak bertujuan untuk melakukan maksiat
atau dosa. Salat Qashar hanya dapat dilakukan oleh orang yang
perjalanannya dibenarkan oleh Islam, seperti
hendak melaksanakan haji, umrah, jihad, mencari ilmu, dan
bersilaturahmi.
2)
Perjalanan yang menempuh jarak selama dua hari atau perjalanan sehari semalam, yaitu perjalanan sejauh 80.640 km.
3)
Tidak bermakmun pada
orang yang bukan musafir yang tidak melakukan salat Qashar.
4)
Salat
yang
di-Qashar
adalah
salat
yang
empat
rakaat
(Zuhur,
Asar,
dan
Isya).
D.
Mempraktikkan Shalat Jama’ dan Qashar
1)
Shalat
Jama’ Taqdim
Tata cara
salat
Jama’
taqdim
adalah
sebagai
berikut:
a)
Tertib, yaitu
mengerjakan ¡alat pertama
terlebih dahulu. Misalnya, salat
Zuhur dahulu, lalu Asar
atau Magrib dulu baru kemudian Isya.
b)
Niat men-Jama’ salat
dilakukan pada
saat takbiratul ikhram.
c)
Langsung melaksanakan salat berikutnya, yaitu setelah salam, langsung iqamah
dan kemudian melaksanakan salat Asar atau Isya tanpa dise- lingi dengan salat
sunah.
Melaksanakan Jama’ taqdim diharuskan untuk melaksanakan
langsung salat kedua setelah selesai
salat pertama. Hal ini berbeda dengan Jama’ ta’khir. Pada
Jama’ ta’khir, tidak harus muwalah
(langsung berturut-turut). Pada Jama’ ta’khir, waktu
salat kedua dilaksanakan pada waktunya. Seperti orang
yang melaksanakan salat Zuhur di waktu
Asar,
setelah
selesai
melakukan
salat Zuhur boleh saja dia istirahat
dulu, lalu dilanjutkan dengan salat Asar. Walaupun demikian, melakukannya dengan
cara berturut-turut tentu
lebih baik karena itulah yang
dilakukan oleh Rasulullah.
Gerakan dan bacaan lainnya sama halnya
ketika gerakan atau bacaan dalam salat biasa, yaitu membaca surah Al-Fatihah,
membaca surah pendek, rukuk, iktidal, dan sujud hingga salam.
2)
Shalat
Jama’ Ta’khir
Tata cara salat Jama’
ta’khir adalah sebagai berikut:
a)
Niat
men-Jama’ ta’khir dilakukan pada waktu salat yang pertama.
b)
Masih dalam
perjalanan di saat datangnya waktu
salat yang kedua
(hal ini khusus bagi yang
melakukan salat Jama’ karena musafir ( orang dalam perjalanan).
c)
Setelah membaca niat yang dibaca dalam hati ketika takbiratul ikhram, lalu lanjutkan dengan tata cara salat
seperti salat biasa,yaitu membaca Al- Fatihah hingga salam.
d)
Setelah
selesai salat yang pertama, langsung melaksanakan salat yang hendak digabungkan,yaitu
jika dimulai dengan salat Asar, lanjutkan dengan salat Zuhur dengan niat biasa tanpa berniat Jama’ karena sudah diniatkan pada salat Asar, atau dimulai dari salat Zuhur, langsung salat Asar
seperti biasa.
3)
Shalat
Qashar
Cara melaksanakan
salat Qashar adalah sebagai berikut.
a)
Niat
Qashar diucapkan pada saat takbiratul ihram.
Contoh:
Niat salat Zuhur di Qashar
أُصَلِّيْ
فَرْ ضَ الْظُهْرِ رَ كْعَتَيْنِ قَصْرًا لِّلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya:
“Aku salat Zuhur dua rakaat di Qashar karena Allah ta’ala.”
b) Gerakan dan
bacaan
seperti
salat
biasa,
tetapi
tidak memakai tasyahhud
awal.
c) Jumlah rakaat diringkas,
yaitu empat rakaat menjadi dua rakaat.
d) Tidak boleh bermakmum kepada orang
yang
melakukan salat sempurna.
e) Salat Qashar dapat dilakukan secara berjamaah, tetapi
orang yang meng-Qashar salat harus
mengikuti imam yang sama, yaitu sedang meng-Qashar pula.
[1] Rachmat
Hidayat, Budi Hadriyana, Pendidikan Agama Islam Untuk SMP Kelas VII,
Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementrian Pendidikan Nasional, 2011,
h. 169-175.
[2] Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim,
Jilid 5, Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2010, h. 639.
[3] Ibid., h. 639
[4] Q.S an-Nisa
[4] : 101.
[5] Imam
An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim..., h. 573-574.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar