BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu yang
digunakan dalam proses pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam sebagai pedoman
umat manusia khususnya umat Islam.
Pendidikan adalah segala upaya , latihan dan sebagainya untuk menumbuh kembangkan segala potensi yang ada dalam diri manusia baik secara mental, moral dan fisik untuk menghasilkan manusia yang dewasa dan bertanggung jawab sebagai makhluk yang berbudi luhur.
Sedangkan pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam yang mencangkup semua aspek kehidupan yang dibutuhkan manusia sebagai hamba Alloh sebagaimana Islam sebagai pedoman kehidupan dunia dan akhirat. Sejalan dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin bertambah dan luas, maka pendidikan Islam bersifat terbuka dan akomodatif terhadap tuntutan zaman sesuai norma-norma Islam.
Pendidikan adalah segala upaya , latihan dan sebagainya untuk menumbuh kembangkan segala potensi yang ada dalam diri manusia baik secara mental, moral dan fisik untuk menghasilkan manusia yang dewasa dan bertanggung jawab sebagai makhluk yang berbudi luhur.
Sedangkan pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam yang mencangkup semua aspek kehidupan yang dibutuhkan manusia sebagai hamba Alloh sebagaimana Islam sebagai pedoman kehidupan dunia dan akhirat. Sejalan dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin bertambah dan luas, maka pendidikan Islam bersifat terbuka dan akomodatif terhadap tuntutan zaman sesuai norma-norma Islam.
Dalam makalah
ini, kami akan membahas tentang tokoh-tokoh indonesia dan pemikiranya dalam
pendidikan islam, setiap tokoh mempunyai pemikiran berbeda-beda tergantung pada
pandangan mereka. Dalam makalah ini akan dijelaskan pemikiran-pemikiran
tersebut.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Siapa sajakah tokoh-tokoh
Indonesia dalam pendidikan islam ?
2.
Bagaimanakah pemikiran
masing-masing tokoh?
C.
TUJUAN
MASALAH
1.
Agar kita dapat mengetahui
tokoh-tokoh Indonesia dalam pendidikan islam.
2.
Agar kita dapat mengetahui
pemikiran para tokoh pada waktu itu dalam pendidikan islam di Indonesia.
D.
METODE
PENELITIAN
Metode yang kami
gunakan dalam menyusu makalah ini adalah metode kepustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Tokoh-Tokoh dan Pemikiran dalam
Pendidikan
1. Syaikh Abdullah Ahmad
a. Sejarah Kehidupannya
Syaikh Abdullah
Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878, sebagai anak dari Haji Ahmad
yang dikenal sebagai seorang ulama dan juga sebagai pedagang kecil.
Pendidikannya dimulai dengan mempelajari agama Islam pada orang tuanya sendiri,
serta beberapa orang guru yang ada di daerahnya. Karena ayahnya seorang ulama
yang berfikiran modern, Abdullah Ahmad sangat diharapkan agar menjadi orang
terpelajar dan memiliki pengetahuan yang
luas dalam bidang agama.[1]
Selanjutnya pada
usia 17 tahun (1895), ia berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah
haji, sambil menimba Ilmu agama Islam pasa Syaikh Ahmad Khatib, seorang Ulama
asal Minangkabau yang bermukim di Makkah, serta kepada beberapa ulama lainya di
Mekkah.[2]
Karena di tempat kelahirannya banyak
mendapatkan tantangan dalam menyebarkan paham pembaharuannya, maka ia
memutuskan untuk pindah ke Padang pada tahun 1906 dan di sana ia menjadi guru
agama di Masjid Raya Ginting, menggantikan pamannya Syaikh Ahmad Halim yang
telah meninggal dunia.
Di tengah-tengah
kesibukannya melakukan dakwah dan pendidikan, Abdullah Ahmad juga aktif di
bidang menulis. Ia banyak menghasilkan karya tulis dalam bidang keagamaan dan
pendidikan. Di antara karya tulisnya yang terkenal
adalah al-munir, yaitumajalah yang mengandung misi pembaruan Islam.
b. Pemikiran Pemdidikannya
Pertama,
tentang pemerataan pendidikan. Syaikh Ahmad adalah orang pertama yang
menpelopori berdirinya madrasah di Indonesia, yaitu model sekolah agama yang
menggunakan sistem klasikal lengkap dengan sarana dan prasarananya.Dialah orang
yang pertama mengadakan pembaruan pendidikan dalam bidang sistem kelembagaan
atau institusi pendidikan.[3] Kedua, tentang
kurikulum.Sebagaimana dicatat dalam sejarah bahwa sekolah Adabiah diubah
mmenjadi HIS Adabiah pada tahun 1915. Menurut Mahmud Yunus, itulah HIS yang
pertama di Minangkabau yang memasukkan pelajaran agama dalam rencana pengajarannya. Ketiga, tentang
dana pendidikan. Abdullah Ahmad talah barhasil melakukan bua hal. umat Islam,
sedangkan yang kedua, ia telah berhasil mengupayakan adanya dana
alternatif bagi pendidikan Islam, dan dana itu justru datang dari pemerintah
Belanda sendiri. Keempat, tentang kemodernan.Kemodernan ini antara lain
ditandai oleh sikap keterbukaan yang objektif dan kritis. Kelima, tentang
metode pengajaran. Metode debating
club adalah termasuk metode yang diterapkan oleh Abdullah Ahmad.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, terlihat dengan jelas, bahwa selama hidupnya, Abdullah
Ahmad banyak berkiprah dengan kegiatan pendidikan Islam dengan memberikan
ide-ide baru serta mempraktikannya dalam lembaga pendidikan yang didirikannya.
2. Rahmah El- Yunusiah
a.
Riwayat
Hidup
Tokoh pendidikan
dan pejuangan Islam di Sumatra Barat ini, lahir di Padang Panjang tanggal 29
Desember 1900, dan wafat di daerah yang sama pada tanggal 2 Febrari, 1969.
Dialah pendiri Madrasah Diniyah Putri Padang Panjang ( Sumatra Barat) tang
merupakan perguruan wanita Islam pertama di Indonesia, dan pelopor berdirinya
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) DI Sumatra Barat.
Rahmah adlah
anak bungsu dari empat bersaudra dari pasangan Syaih Muhamad Yunus dan Rafi’ah.
Ayahnya adalah seorang kadi di Pandai Sikat yang juga ahli dalam Ilmu falaq.
Kakeknya adalah Syakh Imanudin, ulama terkenal Minngkabau, tokohNaksyabandiyah.[4]
Riwayat
pendidikannya dimulai dari belajar dari ayahnya.Namun hal ini hanya berlangsung
sebentar karna ayahnya meninggal duniaketika ia masih muda. Ia kemudian
dibimbing langsung oleh kakak-kakaknya yang ketika itu telah dewasa.
b. Usaha-Usaha di Bidang Pendidikan
Atas bantuan
Persatuan Murid – murid Diniyan schoool
ysng didirikan oleh kakaknya, Labai, Rahmah mendirikan Madrasah Diniyah Khusus
untuk putri pada tanggal 1 November 1923. Berikutnya padaahun 1930 sebuah
bertambah pada tinggkat menengah di selenggarakan di samping madrasah.
Di samping
sebagai pendidik Rahmah juga sebagai pejuang. Dia lah orang yang pertama kali
mengbarkan bendera Merah Putih di sekolahnya setelah mendengar berita
preklamasi kemerdekaan Indonesia.
Dibawah pimpnan
Rahmah, Diniyah Putri berkembang pesat.Keberhasilan lembaga ini mendapat
perhatian dan pujian dari berbagai tokoh pendidikan, pemimpin nasional,
politikus, dan tokoh agama, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Rahmah
termasuk orang yang berprestasi tinggi, pelopor emansipasi wanita,
pejuang,nasionalisme, dan patriolisme sejati, serta memilikai pemikiran,
pandangan, cita- cita, dan upaya-upaya kongkrit yang original dan genuine
sebagai hak paten yang di milikinya.
3. Syekh
Ibrahim Musa Parabek
a.
Riwayat hidup
Syekh Ibrahim Musa Parabek lahir tanggal 12 Syawal 1301 H/1884 M di Desa
Parabek . Banuhampu, Bukittinggi. Ayahnya bernama Syekh Muhammad Musa bin Abdul
Malik Al Qarhawy, seorang Ulama yang terkenal di kampungnya Karatau, Parabek.
Ibu Ibrahim bernama Ureh. Sejak kecil Ibrahim telah belajar Qur'an di bawah
bimbingan ayahnya. Pada usia 13 tahun ia sudah Khatam Qur'an.
Pada usia
yang masih muda itu juga beliau dilepas orang tuanya pergi mengaji ke Surau
Tuanku Mato Aia Pakandangan Pariaman. Di sana beliau mempelajari Ilmu Nahwu dan
Sharaf. Selanjutnya pindah ke Batu Taba di surau Tuanku Mato Angin, beliau
belajar Fiqih . Kemudian ke Ladang Laweh mengaji dengan Tuanku Abdul Samad di
surau Biaro Ampek Angkek. Juga beliau belajar dengan Syekh Jalaluddin Alkasai
di Sungai Landai Banuhampu. Terakhir beliau belajar dengan Tuanku Abdul Hamid
di Suliki Paya Kumbuh.
Dalam usia 19 tahun beliau berangkat
ke Mekah untuk mendalami Ilmu agama bersama kakaknya Abdul Malik tepatnya di
bulan Rajab th 1320 H/ 1901 M. Di Mekah beliau mengaji pada syekh Ahmad Khatib
Al Minang Kabawy (1815 - 1915), yang menjadi imam masjidil haram dari mazhab
Syafei. Beliau juga dibimbing oleh Syekh Muhammad Djamil Djambek, Syekh Ali Bin
Husein, Syekh Mukhtar Al-Jawi dan Syekh Yusuf Al Hayat. [5]
b.
Pemikiran pendidikan
Pertama,
syaikh Ibrahim musa parabek termasuk dalam tokoh dan ulama islam yang memliki
komitmen yang kuat untuk memajukan dan mengembangkan kehidupan masyarakat
sesuai dengan cita-cita islam sebagai mana terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Kedua, dilakukan dengan menggunakan pendidikan sebagai cara
untuk mentransformasikan cita-cita islam sebagai mana Al-Qur’an dan Hadits.
Ketiga, ide-ide pembaharuan dalam bidang pendidikan yang
dibawanya banyak dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal. Factor
internal adalah berupa bakat, kepribadian dan minatnya untuk memajukan
masyarakat yang berada disekitar lingkungannya, sedangka factor eksternalnya
adalah pengaruh pendidikan yang dimilikinya, ketika menimba ilmu di mekah,
serta factor colonia Belanda yang memperkenalkan model pendidikan klasikal.
Keempat, upaya-upaya pembaruan dalam bidang pendidkan dapat
dinilai berhasil, selain disebabkan karena kedalaman ilmunya juga karena
pendekatan yang digunakannya yang lebih mengedepankan cara-cara persuasive.
Ide-ide ini tampaknya masih cukup relevan untuk digunakan dalam menangani
berbagai masalah dewasa ini.[6]
4.
Prof.
Dr. H. Mahmud Yunus
a. Riwayat hidup
Mahmud Yunus di
lahirkan di Batusangkar, Sumatra Barat, pada tanggal 10 februari, 1899 (30
Ramadhan, 1336 H.), dan wafat pada tanggal 16 Januari, 1982. Ia termasuk tokoh
pendidikan islam indonesia yang gigih memperjuangkan masuknya pendidikan agama
kesekolah umum dan ikut berusaha memperjuangkan berdirinya Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri (PTAIN).
Di samping sebagai guru, Mahmud Yunus juga
melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya, seperti mewakili Syaikh H.M.
Thalib (pemimpin madrasah) menghadiri rapat besar alim ulama seluruh
minangkabau (tahun 1919). Di rapat besar itu diputuskan untuk mendirikan
Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) dan Mahmud Yunus termasuk salah seorang
anggotanya. Kegiatan lainnya adalah memprakarsai berdirinya perkumpulan
pelajar-pelajar Islam Batusangkar dengan nama “Sumatra Thawalib”. Pada tahun
1920 perkumpulan ini berhasil menerbitkan majalah islam yang bernama al-Basyir
di bawah asuhan Mahmud Yunus.
Setelah menunaikan ibadah haji ini, ia belajar
di mesir untuk melanjutkan studinya yang selama ini menjadi cita-citanya. Ia
mulai studinya di Al-Azhar (1924) dan di Darul Ulum Ulya (Cairo) sampai tahun
1930.
b. Usaha-usaha dan Pemikiran Pendidikan
Setelah kembali ke
Indonesia 1930, Mahmud Yunus memperbarui madrasah yang pernah di pimpinnya di
Sungayangdendan nama al- Jamiah al Islamiyah,disampingmendirikan sebuah
sekolah yang kurikulumnya memadukan ilmu agama dan umum yankni nornal
Islam.Pembaruan di Dua madrasah ini di Utamakan pada pembaruan metode mangajar
bahasa arab.
Keberhasilannya dalam memperbarui dua
madrasah imi menumbuhkan ke inginan mahmud yunus untuk memdirikan Sekilah
Tinggi Islam di Padang, dan terwujud pada tanggal 1 November 1940.Akan tetapi
pada 1 Meret1942 Sekolah Tinggi Islam ini terpaksa di tutur kerena Jepang tidak
mengiginkan adanya sekolah tinggi semacan itu.Mahmud Yunus memiliki komitmen
dan perhatian yang tinggi terhadap upaya membangun, meningkatkan dan
mengembangkan pendidikan agama islam sebagai bagian integral dari sistem
pendidikan yang di peruntukkan bagi seluruh masyarakay Indonesia, Khususnya
yang beragama Islam.
5. Mohammad Natsir
a. Riwawat hidup
Mohammad
Natsir/Mohd. Natsir/M. Natsir, adalah putra kelahiran Alahan Panjang, Kabupaten
Solok, Sumatera Barat 17, Juli 1908, dengan gelar Datuk Sinaro Panjang. Natsir
adalah orang yang berbicara penuh sopan santun, rendah hati dan bersuara lembut
meskipun terhadap lawan-lawan politiknya. Ia juga sangat bersahaja dan
kadang-kadang gemar bercanda dengan siapa saja yang menjadi teman bicaranya.
Tanggal
5 April 1950 Natsir mengajukan mosi intergral dalam sidang pleno parlemen, yang
secara aklamasi diterima oleh seluruh fraksi. Mosi ini memulihkan keutuhan
bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan RI (NKRI), yang sebelumnya berbentuk
serikat. Karena prestasi inilah Natsir diangkat menjadi perdana menteri. Bung
Karno menganggap Natsir mempunyai konsep untuk menyelamatkan Republik melalui
konstitusi.
Pada
masa revolusi kemerdekaan, Natsir pernah menjabat Wakil Ketua KNIP (Komite
Nasional Indonesia Pusat), yang waktu itu ketuanya dijabat oleh Assaat Datuk
Mudo, dan beberapa kali menjadi Menteri Penerangan. Natsir banyak berjasa untuk
perkembangan dakwah Islam dan termasuk di antara sedikit tokoh Indonesia dengan
reputasi internasional. Dia pernah menjabat presiden Liga Muslim se-Dunia
(World Moslem Congress), ketua Dewan Mesjid se-Dunia, anggota Dewan Eksekutif
Rabithah Alam Islamy yang berpusat di Mekkah. Sebagai mubaligh, Natsir
mendirikan Dewan Dakwah Islamiah Indonesia, yang mengirimkan mubaligh ke
seluruh Indonesia.[7]
b.
Gagasan dan Pemikiran Pendidikan
1)
Tentang peran
dan fungsi pendidikan
Menuru Natsir ada enam rumusan yang di majukan :
-
Pendidikan harus berperan sebagai sarana memimpin dan
mendidik agar manusia yang dikenakan sasaran pendidikan tersebut dapat mencapai
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani secara sempurna.
-
Pendidikan harus diarah kan untuk menjadikan anak
didik memiliki sifat-sifat kemanusiaan dengan mencapai akhlak al karimah yang
sempurna.
-
Pendidikan berperan sebagai sarana untuk menghasilkan
manusia yang jujur dan benar (bukan pribadi yang hipokrit).
-
Pendidikan agar berperan membawa manusia agar dapat
mencapati tujuan hidupnya, yaitu menjadi hamba Allah SWT.
-
Pendidikan harus dapat menjadikan manusia yang dalam
segala perilaku atau interaksi vertical dan horizontalnyaselalu menjadi rahmat
bagi seluruh alam
-
Pendidikan harus benar-benar mendorong sifat-sofat
kesempurnaannya dan bukan sebaliknya
2)
Tentang tujuan pendidikan
3)
Tentang dasar pendidikan
4)
Tentang ideology dan pendekatan pendidikan
5)
Tentang fungsi bahasa asing[8]
6.
K.H.Ahmad Dahlan
a.
Riwayat
Hidup
K.H.Ahmad Dahlan
lahir pada tanggal1869 di Yogyakarta dengan nama Darwisy. Ayahnya bernama K.H.
Abu Bakar bin kiai Sulaiman, seorang Khalib tetep di Masjid Sultan di kita
tersebut.
Sewktu keci
Ahmad Dahlan tidak sempat menikmati
pendidikan Barat untuk anak-anak
kaum ningrat yang lulusanya biasa di sebut kapir landa. Ahmad Dahlan di kirim
di psantren-perantren yang ada di pulau jawa (Yokyakatra) dan sekitarnya.
Pada 18 November
1912 K.H.Ahmad Dahlam mendirikan organisasi Muhamadiyah di Yogyakarta.
Organisasi ini mempunyai maksud menyebarka ajara Nabi Muhammad SAW,dan menyebar
luaskan Agama Islam Pada angota-anggotanya.[9]
b. Pemikiran Pendidikan
Ahmad Dahlan
berpandangan bahwa pendidikan sangat penting dalam pembentukan kepribadian. Ahmad
Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan
pengetahuan dan ketrampilan yang di perlukan untuk mencapai kemajuan materil.
Pendirian
organisasi Muhamadiyah pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330
H. Turut mempercepat pendirian sekolah-sekolah baru dengan model yang baru.
Selain membangun sekolah-sekolah muhamadiyah yang di pimpin oleh Ahmad Dahlan
jiga mengembangkan program pendidikan agama untuk masyarkat umum, baik yang di
lakukan melalui pengajian-pengajian maupun kursus-kursus yang lebih formal.
Sebagai tokoh
pembaru dalam bidang pendidikan, dakwah, dan sosial keagamaan, Ahmad Dahlan
menghadapi tantangan dan hambatan yang amat keras dari kaum tradisionalis.
Namun berkat kesabaran, keteguhan,dan keuletan dalam menyampaikan ajaran-ajaran
agama,cita-cita dan obsersi Ahmad Dahlan dapat terlaksana.[10]
7.
K.H.Hasyim
Asy’ari
a.
Riwayat
hidup
K.H.Hasyim
Asy’ari lahir pada tanggal 24 Februari 1871, Di desa Gedang, Jombang Jawa
Timur. Riwayat pendidikanya di mulai dari mempelajari ilmu-ilmu Al- Qur’an dan
dasar-dasar ilmu agama pada orang tuanya sendiri.Setelah itu ia melanjutkan
pendidikannya pada berbagia pondok pesanrten yaitu khusus di pulau Jawa di
antaranya : Langitan, Tuban, Demangan, Bangkalan, Sidoarjo, dll.
b.
Pemikiran
dalam Bidang Pendidikan
a) Mengajar
Mengajar merupakan
usaha yang di tekuni Haasyim Asy’ari sejak masih kecil. Bahkan dipondok pesantren ia seringdipercaya oleh gurunya mengajar
santri-santri yang baru masuk.
b) Mendirikan
Pesantren
Hasyim Asy’ari
mendirikan pndok pesantren yang di kelolonya sendiri, di Desa Tebu Ireng,
Jombang. Kehidupanya banyak tersita untuk membina santri-santrinya.
c) Mendirikan
Organisasi
Hasim Asy’ari bersama
K.H.Abdul Wahab Hasbulallah dan sejumlah ulama lainya di Jawa Timur mendirikan
Jamiah Nahdatul ULAMA (NU). Sejak awal berdirinya K.H.Hasim di percayai
memimpin organisasi itu sebagai Rais Akbar.
d) Berjuang
Melawan Belanda
Pada masa revolusi
Fisik mwlawan penjajah Belanda K.Hasyim dikenal karna ketegasannya terhadap
penjajah dan seruan jihadnya yang menggelora para santri dan masyarakat Islam.
e) Aktif
di Masyumi
Hasim Asy’ari pernag
menjabat ketua Besar Masyumi ketuka NU menjadi anggota. Dalam suatu kesempatan
pidata di hadapan ilama seluruh Jawa pada tanggal 30 Juli 1946 di Bandung.
8. Ki Hajar
Dewantara
a. Riwayat hidup
Raden
Mas
Soewardi Soerjaningrat (EYD:
Suwardi Suryaningrat, sejak 1922
menjadi Ki Hadjar Dewantara,
EYD: Ki Hajar Dewantara,
beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta,
2
Mei
1889 – meninggal
di Yogyakarta, 26 April 1959
pada umur 69 tahun selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau
"KHD") adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia,
kolumnis, politisi,
dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi
Indonesia
dari zaman penjajahan Belanda.
Ia adalah pendiri Perguruan Taman
Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan
kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan
seperti halnya para priyayi
maupun orang-orang Belanda.
Tanggal
kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan
Nasional. Bagian dari semboyan
ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan
Kementerian Pendidikan
Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah
sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara.
Potret dirinya diabadikan pada uang
kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.Ia
dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno,
pada 28 November 1959
(Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28
November 1959).[11]
b. Gagasan dan pemikiran pendidikan.
Ki Hajar
Dewantara banyak mengabdikan dirinya bagi kepentingan pendidikan nasional,
melalui Taman Siswa yang dirikan dan diasuhnya. Dalam kapasitasnya yang
demikian itu dapat diduga kuat bahwa ia banyak memiliki gagasan dan pemikiran
dalam bidang pendidikan yang dikemukakannya.
Gagasan dan
pemikiran Ki Hajar Dewantara selengkapnya dapat dikemukakan sebagai berikut.
1)
Visi, Misi dan
Tujuan Pendidikan
Secara sederhana
visi dapat diartikan suatu cita-cita ideal yang bersifat jangka panjang jauh
kedepan dan mengandung makna yang amat dalam yang kemudian berfungsi sebagai
arah pandang kemana suatu kegiatan akan diarahkan. Secara konseptual visi
biasanya berisi rumusan kalimat yang tegas, jelas dan singkat.
Sedangkan misi
adalah serangkain langkah-langkah stategis yang lebih terperinci dan terukur
yang apabila dilaksanakan akan terasa pengaruhnya baik secara psikologis,
sosiologis maupun cultural. Kumpulan dari misi tersebut selanjutnya berfungsi
untuk mencapai visi.
2)
Kurikulum (Mata
Pelajaran)
Istilah
“kurikulum” berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang
mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis
start sampai garis finish. Dalam pengertian yang sederhana kurikulum sering
diartikan dengan sejumlah mata pelajaran atau bidang studi. Namun dalam
perkembangan selanjutnya pengertian kurikulum tidak hanya terbatas pada
pengertian sejumlah mata pelajaran atau bidang studi saja, melainkan termasuk
pula kegiatan-kegiatan belajar dimaksud dapat dilakukan dalam kelas dengan
mengikuti ceramah, bertanya jawab, mengadakan demonstrasi, bisa juga kegiatan
di luar kelas, baik di dalam maupun di luar kampus. Sejalan dengan itu pendapat
berikutnya mengatakan bahwa menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari
sekadar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern
ialah semua secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Pandangan
ini bertolak sesuatu actual, yang nyata, yaitu yang actual terjadi di sekolah
dalam proses belajar.
3)
Pendidikan Budi
Pekerti
Pendidikan budi
pekerti termasuk bidang kajian yang mendapat perhatian yang menonjol dari Ki
Hajar Dewantara. Pemikiran dan gagasannya tentang pendidikan budi pekerti
secara akademis amat luas, kokoh dan komprenhensif, sebagaimana hal ini
terlihat pada sejumlah referensi dari para tokoh dalam bidang yang ia gunakan.
Penguasaannya terhadap ilmu jiwa yang demikian luas dan mendalam telah
digunakannya secara fungsional, proporsional dan elegan dalam membangun konsep
atau teorinya tentang pendidikan budi pekerti. Demikian pula semangat
nasionalisme, kemandirian dan kemerdekaanya dari pengaruh budaya Belanda telah
semakin mendorong baginya untuk merumuskan konsep budi pekerti yang khas bagi bangsa
Indonesia. Hal yang demikian terlihat pada adanya bab khusus tentang pendidikan
Adab dan Ethik dalam buku Bagian Pertama Pendidikan, mulai dari halaman 459
sampai 491 (32 halaman). Selain itu, pada setiap bab pembahasan buku tersebut,
walaupun judulnya bukan membahas tentang budi pekerti tapi di dalamnya dijumpai
wawasan yang bernuansa akhlak.[12]
9. K.H. Abdullah Syafi’I
a. Riwayat hidup
KH
Abdullah Syafi’ie, ulama Betawi yang lahir di Kampung Bali Matraman, Jakarta
pada 16 Sya’ban 1329 Hijriyah bertepatan dengan 10 Agustus 1910 Miladiyah.
Ayahnya Haji Syafi’ie bin Sairan dan ibunya Nona binti Asy’ari, beliau memiliki
dua saudara perempuan yakni Hajjah Siti Rogayah dan Hajjah Siti Aminah.
Ketika
berusia 17 tahun, Abdullah Syafi’ie memperoleh pemberitahuan untuk belajar di
langgar partikelir dan ketika berusia 23 tahun mulai membangun Masjid Al Barkah
di Kampung Bali Matraman, di sana pula beliau menekuni ajaran Islam, membangun
masyarakat.
Beliau pernah berguru kepada Habib Alawy bin Tohir Alhaddad di Bogor dan sekitar tahun 1940-an mulai membangun madrasah ibtidaiyah meski sederhana namun mampu menampung santri di sekitarnya. Tahun 1957 membangun aula As Syafiiyah untuk Madrasah Tsanawiyah lilmuballighin wa muallimin. Disusul tahun 1965 mendirikan Akademi Pendidikan Islam As Syafiiyah, tahun 1967 mendirikan Radio As Syafiiyah, dan tahun 1968 merintis pengembangan As Syafiiyah di kawasan pinggiran Jatiwaringin.
Beliau pernah berguru kepada Habib Alawy bin Tohir Alhaddad di Bogor dan sekitar tahun 1940-an mulai membangun madrasah ibtidaiyah meski sederhana namun mampu menampung santri di sekitarnya. Tahun 1957 membangun aula As Syafiiyah untuk Madrasah Tsanawiyah lilmuballighin wa muallimin. Disusul tahun 1965 mendirikan Akademi Pendidikan Islam As Syafiiyah, tahun 1967 mendirikan Radio As Syafiiyah, dan tahun 1968 merintis pengembangan As Syafiiyah di kawasan pinggiran Jatiwaringin.
Radio
Assafi’iyah memberitakan KH Abdullah Syafi’ie meninggal dunia tanggal 3
September 1985 dalam usia 75 tahun. dari radio Islam itu bergema ayat-ayat suci
Alquran diselingi berita-berita duka cita.rumah duka di Kampung Balimatraman,
Tebet Selatan, Jakarta Selatan. ribuan orang yang tengah ber-takziah.
Suara tahlil, takbir dan tahmid bergema tiada henti. KH Abdullah
Syafi’ie memang dikenal luas oleh masyarakat.dari rumah duka di Kampung
Balimatraman ke peristirahatan terakhir di Pesantren Asyafi’iyah, Jatiwaringin,
mesin mobil dimatikan. Karena, ribuan pelayat rela untuk saling rebutan
mendorongnya sejauh 17 km.
b.
Pemikiran dan usahanya dalam bidang pendidikan
Tidak seperti pemikir pendidikan
lainnya Abdullah Syafi’i mencoba merumuskan tujuan pendidikan dengan
mengaitkannya pada jenjang pendidikan tertentu dan bersifat teknis dan
operasional. Menurut Abdullah Syafi’i tujuan pendidikan untuk Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), misalnya adalah: membentuk
siswa-siswi yang menguasai ilmu agama setingkat tsanawiyah dan aliyah dan
pengetahuan umum setingkat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum.
Sedangkan tujuan pendidikan untuk pesantren putra-putri adalah: menciptakan
kader ulama dan zu’ama, pewaris bumi tercinta dimasa mendatang.
Sejalan dengan tujuan pendidikan
itu, Abdullah Syafi’i memandang bahwa semua ilmu dapat dipelajari, baik ilmu
agama maupun ilmu umum seperti ilmu kedokteran. Sesuai dengan pandangannya ini
Abdullah Syafi’i berpendapat bahwa materi pendidikan Islam adalah meliputi
disiplin ilmu yang luas atau mencakup disiplin agama maupun disiplin ilmu umum.
Abdullah Syafi’i memperkenalkan
metode pengajaran dengan cara talqin, diskusi, penugasan, bimbingan dan metode
lainnya. Metode-metode tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut:
1)
Metode Talqin
Metode ini cara kerjanya dimulai dengan memperdengarkan bacaan suatu
ayat atau teks tulisan seperti tartil dan berulang-ulang hingga sempurna.
Bacaan ayat atau teks tulisan tersebut diikuti oleh salah seorang muridnya yang
agak pandai dan selanjutnya diikuti oleh para siswa lainnya secara keseluruhan.
Dengan metode ini Abdullah Syafi’i telah menetapkan pola pengajaran
dengan sistem tutor sebaya, suatu cara pengajaran yang berupaya memanfaatkan
peserta didik yang agak pandai untuk membantu temannya yang agak tertinggal.
Cara ini secara psikologis telah menghargai prestasi yang dicapai anak didik.
Metode talqin ini cocok digunakan untuk pengajaran keterampilan membaca
Al-Qur’an dan pengajaran bahasa.
2) Metode Diskusi
Abdullah Syafi’i mempergunakan metode ini pada siswa tingkat akhir. Cara
bekerjanya dimulai dengan menjelaskan tujuan pengajaran, permasalahan yang
harus dipecahkan, bahan-bahan bacaan yang tersedia. Melalui proses diskusi yang
terarah tersebut para siswa menemukan kesimpulan berupa konsep, teori, wawasan
dan sebagainya dari suatu bidang kajian tertentu.
Metode ini cocok digunakan untuk pengajaran bidang studi yang
membutuhkan keterampilan berpikir dalam memecahkan masalah. Namun menurut
Abdullah Syafi’i, ada satu hal yang tidak boleh didiskusikan oleh para pelajar
yaitu tetang Tuhan.
3) Metode penugasan
Metode ini digunakan oleh Abdullah Syafi’i untuk mengulangi kembali mata
pelajaran yang telah diberikan sebelumnya untuk diulang kembali pada pertemuan
berikutnya. Dengan metode ini Abdullah Syafi’i mengharapkan agar peserta didik
benar-benar menguasai materi pelajaran yang sudah dipelajarinya.
4) Metode pemagangan
Metode ini digunakan oleh Abdullah Syafi’i kepada para siswa yang hampir
menyelesaikan pendidikannya. Andaikata suatu saat siswa itu akan bertugas
sebagai guru, maka sebelum mengakhiri pelajarannya ia terlebih dahulu harus
berlatih magang menjadi guru. Demikian juga jika suatu saat siswa itu bertugas
sebagai muballigh, maka sebelum mengakhiri pelajarannya ia harus berlatih
sebagai muballigh. Dengan metode pemagangan ini, seorang calon guru, atau calon
muballigh memiliki keterampilan, pengalaman dan wawasan praktis dalam
melaksanakan tugasnya kelak di kemudian hari.
5) Metode pengulangan
Metode ini digunakan oleh Abdullah Syafi’i untuk meningkatkan pemahaman
para siswa terhadap pelajaran yang telah diberikan kepadanya. Metode ini cara
kerjanya dengan meminta para siswa pada setiap kali pertemuan untuk
mendemonstrasikan atau mengulangi kembali pengetahuan yang dimilikinya sehingga
benar-benar dikuasainya dengan baik.
6) Metode bimbingan dan
teladan
Metode ini digunakan oleh Abdullah Syafi’i dengan cara menampilkan
dirinya sebagai seorang ulama yang memberikan teladan pada umat yang berada
sekitarnya. Teladan dan bimbingan misalnya ia berikan kepada anak didik pada
saat melaksanakan shalat Subuh. Kiyai langsung mengingatkan atau membangunkan
anak-anak untuk segera bersiap-siap melaksanakan shalat Subuh itu.
Menurut informasi yang disampaikan muridnya, Amirin, bahwa Abdullah
Syafi’i sering kali mengunjungi murid-muridnya di tempat tinggalnya dan
kemudian mendo’akan muridnya, bahkan terkadang Kiyai memberikan barang-barang
berupa kain untuk diperdagangkan, dengan tujuan di samping muridnya memiliki
keterampilan berdagang, juga mendapatkan rezki dari keuntungan yang
diperolehnya.[13]
10. K.H. Abdullah Bin Nuh
a. Riwayat hidup
K.H. R. Abdullah Bin Noeh lahir di Cianjur
tanggal 30 Juni 1905 dan wafat di Bogor
tanggal 26 Oktober 1987. Selain maha guru para ulama ia juga merupakan seorang
sastrawan, pendidik, dan pejuang
kemerdekaan
Indonesia. Sejak kedl mendapat pendidikan agama Islam yang sangat keras dari
ayahnya, yakni K.H. R. Muhammad Nuh bin Muhammad Idris. Juga seorang ulama
besar, pendiri Sekolah AI’ Ianah Cianjur. Dalam pengawasan ketat ayahnya ini,
Abdullah kecil belajar agama dan bahasa Arab setiap hari. Sehingga dalam waktu
relatif masih muda, ia sudah mampu berbicara bahasa Arab.
Di samping mampu
pula menalar kitab alfiah (kitab bahasa arab seribu bait) serta swakarsa
belajar bahasa Belanda dan Inggris. Berbekal ilmu yang telah dikuasainya itu,
Abdullah bin Nuh muda mengajar di Hadralmaut School. Sekaligus menjadi redaktur
majalah Hadralmaut, sebuah mingguan berbahasa Arab yang terbit di Surabaya,
Jawa
Timur sejak tahun 1922 hingga tahun 1926. Setelah itu
ayahnya mengirim Abdullah untuk menimba i1mu di Fakultas Syariah Universitas
AI-Azhar, Kairo,
Mesir.
Setelah dua tahun lamanya Abdullah belajar di AI -Azhar,
Kairo, Mesir, untuk kemudian kembali ke tanah air dan aktif mengajar di Cianjur
serta Bogor. Hal itu dilakukannya sejak tahun 1928 hingga tahun 1943.[14]
b. Pemikiran dan usaha KH. Abdullah bin Nuh dalam bidang
pendidikan
Abdullah bin Nuh memang terkenal
dalam mengembangkan pesantren dan pemikirannya yang mendalam tentang al-Ghazali
karena:
1)
Ia mengajar
rutin Kitab Ihya Ulumuddin dalam pengajaran mingguan yang dihadiri banyak
ustad-ustad di Bogor, Sukabumi, Cianjur dan sekitarnya.
2)
Ia sejak
kecil di rumah mendapat pelajaran dari ayahnya Muhammad Nuh bin Idris,
kitab-kitab Imam al-Ghazali diantaranya Ihya Ulumuddin.
3)
Ia menamakan
pesatrennya dengan nama pesantren al-Ghazali. (internet)
Selanjutnya Abuddin Nata mengatakan
gagasan dan pemikiran pendidikan Abdullah bin Nuh secara implisit dapat
ditelusuri dari berbagai karya tulis serta aktivitasnya sebagaimana tersebut di
atas. Secara eksplisit tidak ada yang berjudul pendidikan dalam arti sebagai
ilmu pendidikan. Di dalam bukunya sering dijumpai adalah pemikiran dan gagasan
tentang nilai-nilai luhur yang barus ditanamkan ke dalam jiwa masyarakat. Dengan
demikian Abdullah bin Nuh dapat dikatakan sebagai praktisi pendidikan, yaitu
orang yang mengabdikan seluruh jiwa dan raganya untuk mendidik masyarakat.
Dari berbagai upaya dan kiprahnya
itu dapat diidentifikasi aspek-aspek pendidikan yang diusung oleh Abdullah bin
Nuh diantaranya:
1)
Tujuan pendidikan
Abdullah bin Nuh menginginkan agar
pendidikan diarahkan untuk menghasilkan manusia yang dapat mengabdikan dirinya
kepada Allah SWT melalui berbagai aktivitas yang seluas-luasnya. Manusia yang
demikian itulah yang akan dirasakan manfaatnya baik untuk dirinya sendiri
maupun untuk orang lain. Rumusan tujuan pendidikan yang demikian didasarkan
pada pengamatannya di mana umat Islam pada saat itu masih kurang memperlihatkan
perhatiannya bagi kemajuan masyarakat. Pendidikan harus menolong masyarakat
agar dapat melakukan perannya itu.
2)
Materi pendidikan
Berdasarkan pada sejumlah karya
tulis serta kiprahnya di lembaga pendidikan sebagaimana tersebut di atas,
Abdullah bin Nuh menginginkan agar materi pendidikan di samping memuat mata
pelajaran agama, juga memuat mata pelajaran umum, penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi serta berbagai keterampilan yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Hal yang demikian sejalan dengan tujuan pendidikan di atas, serta
adanya kenyataan di mana umat Islam pada saat itu masih banyak memusuhi ilmu
pengetahuan dan melihat pengetahuan agama dan pengetahuan umum sebagai dua
bidang ilmu yang dikotomis. Abdullah bin Nuh ingin mengintegrasikan antara
kedua ilmu tersebut serta menghilangkan dikotomi itu.
3)
Guru
Secara teoritis Abdullah bin Nuh
tidak berbicara tentang guru. Namun secara substantif fungsional ia begitu kuat
keinginannya untuk menghasilkan tenaga-tenaga guru yang handal dan profesional.
Hal yang demikian ia lakukan dengan cara memberikan kepercayaan kepada muridnya
yang senior untuk bertugas sebagai guru dan sekaligus memimpin lembaga
pendidikan.
4)
Manajemen pendidikan
Abdullah bin Nuh menyadari benar
bahwa untuk mamajukan pendidikan perlu adanya manajemen pendidikan yang kuat
dan handal. Gagasan ini ia wujudkan dengan cara membentuk yayasan lengkap
dengan sistem organisasinya yang handal sebagaimana tersebut di atas.
5)
Bentuk pendidikan
Abdullah bin Nuh melihat pendidikan
bukan hanya yang berlangsug di kelas-kelas secara formal, melainkan juga yang
berlangsung di masyarakat. Untuk itu bentuk pendidikan yang dikembangkan oleh
Abdullah bin Nuh meliputi lembaga pendidikan formal dan pendidikan non formal.
Pandangan Abdullah bin Nuh dalam
bidang tujuan kurikulum, guru, manajemen dan bentuk kelembagaan pendidikan
tampak sangat dipengaruhi oleh sikap dan pandangan keagamaannya, yaitu pandanga
Sunni.
11. K.H. Imam
Zarkasyi
a. Riwayat
hidup
KH. Imam Zarkasyi lahir di desa Gontor,
Jawa Timur pada tanggal 21 Maret 1910 M. Belum genap usia beliau 16 tahun, Imam
Zarkasyi muda mula-mula menimba ilmu di beberapa pesantren yang ada di daerah
kelahirannya, seperti Pesantren Josari, Pesantren Joresan dan Pesantren
Tegalsari. Setelah menyelesaikan studi di Sekolah Ongkoloro
(1925), beliau melanjutkan studinya di Pondok
Pesantren Jamsarem Solo.
Pada waktu yang sama beliau juga belajar di Sekolah Mamba’ul Ulum.
Kemudian masih di kota yang sama ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah
Arabiyah Adabiyah yang dipimpin oleh KH. M. O.
Al-Hisyami, sampai tahun 1930. Selama belajar di
sekolah-sekolah tersebut (terutama Sekolah Arabiyah Adabiyah) beliau sangat
tertarik dan kemudian mendalami pelajaran bahasa Arab.
Sewaktu belajar di Solo,
guru yang paling banyak mengisi dan mengarahkan Imam Zarkasyi adalah
al-Hasyimi, seorang ulama, tokoh politik dan sekaligus sastrawan dari Tunisia
yang diasingkan oleh Pemerintah Perancis
di wilayah penjajahan Belanda,
dan akhirnya menetap di Solo.
Setelah menyelesaikan
pendidikannya di Solo, Imam Zarkasyi meneruskan studinya ke Kweekschool
di Padang Panjang,
Sumatera Barat,
sampai tahun 1935.
b. Pemikin Imam
Zarkasyi
Secara garis
besarkonsep pembaharuan pemikiran Imam Zarkasyi dapat dibagi dalam empat bidang
yaitu pembaharuan dalam bidang metode dan sistem pendidikan, kurikulum
pesantren, struktur dan sistem manajemen pesantren serta pola fikir santri dan
kebebasan pesantren. Berikut uraianya ;
1)
Pembaharuan
Metode dan Sistem Pendidikan Diantara
pembaharuan metode dan sistem pendidikan yang diterapkan di Gontor adalah
menganut sistem pendidikan klasikal yang terpimpin secara terorganisir dalam
bentuk penjejangan kelas dalam jangka waktu yang ditetapkan. Hal ini ditempuh
oleh Imam Zarkasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dalam pengajaran, dengan
harapan bahwa dengan biaya dan waktu yang relatif sedikit dapat menghasilkan
produk yang besar dan bermutu. Selain
itu, Imam Zarkasyi juga memperkenalkan kegiatan extra kurikuler. Dalam hal ini
santri memiliki kegiatan di luar jam pelajaran.
2)
Pembaharuan
Kurikulum Kurikulum
yang diterapkan oleh Imam Zarkasyi adalah 100% umum dan 100 % agama.
3)
Pembaharuan
Struktur dan Manajemen Pesantren
Demi
kepentingan pendidikan dan pengajaran Islam, Imam Zarkasyi mewakafkan ponpes
Gontor kepada lembaga yang di sebut badan wakaf pondok modern gontor. Selanjutnya, dalam hal ini lembaga
badan wakaf menjadi badan tertinggi di pondok Gontor. Badan inilah yang
bertanggungjawab untuk mengangkat kyai untuk masa jabatan lima tahun. Dengan
demikian, kyai bertindak menjadi mandataris dan bertanggungjawab kepada badan
wakaf.
4)
Pembaharuan
dalam Pola Fikir Santri dan Kebebasan Pesantren.Dalam hal ini di tanamkan jiwa
kepada santri agar berdikari dan bebas. Sikap ini tidak saja berarti bahwa
santri belajar dan melatih mengurus kepentinganya sendiri serta bebas
menentukan jalan hidupnya di masyarakat., tetapi juga bahwa pondok pesantren
itu sebdiri sebagai lembaga pendidikan harus tetap independen dan tidak
tergantung pada pihak lain.
12. K.H.
Syaifuddin Zuhri
a. Riwayat
Hidup
Lahir di Sokaraja,
Banyumas (Jawa Tengah) tanggal
1
Oktober 1919 sebagai
putra seorang petani dan pedagang. Mendapat pendidikan di Sekolah Dasar dan
beberapa pesantren. Dia menjadi guru di sebuah sekolah yang berafiliasi dengan
NU di Sokaraja (1937-44), dan wartawan yang bekerja untuk berbagai surat kabar
harian dan mingguan. Aktif sebagai pengorganisir Anshor di Jawa Tengah bagian
selatan (1938-42), konsul NU di Kedu, Purworejo (1942-49), dan komandan barisan
gerilya Hizbullah di wilayah Magelang pada masa revolusi (1946-49).
Pada 1954 dia terpilih
menjadi pengurus Tanfidziyah PBNU, dan sejak 1965 menjabat sebagai sekretatis
jenderalnya. Selama 1960-64 menjadi pimpinan redaksi Duta Masyarakat, koran
harian NU, dan 1964-67 menjadi Menteri agama. Sejak 1968 hingga 1982 dia
menjadi anggLahir di Sokaraja, Banyumas (Jawa Tengah) sebagai putra seorang
petani dan pedagang. Mendapat pendidikan di Sekolah Dasar dan beberapa
pesantren. Dia menjadi guru di sebuah sekolah yang berafiliasi dengan NU di
Sokaraja (1937-44), dan wartawan yang bekerja untuk berbagai surat kabar harian
dan mingguan. Aktif sebagai pengorganisir Anshor di Jawa Tengah bagian selatan
(1938-42), konsul NU di Kedu, Purworejo (1942-49), dan komandan barisan gerilya
Hizbullah di wilayah Magelang pada masa revolusi (1946-49).
Pada 1954 dia terpilih
menjadi pengurus Tanfidziyah PBNU, dan sejak 1965 menjabat sebagai sekretatis
jenderalnya. Selama 1960-64 menjadi pimpinan redaksi Duta Masyarakat, koran
harian NU, dan 1964-67 menjadi Menteri agama. Sejak 1968 hingga 1982 dia
menjadi anggota DPR, tetapi pada bulan Nopember 1981 dia menarik diri dari PPP.
Sampai akhir hayatnya, 1986, dia tetap menjabat sebagai rektor lembaga pendidikan
tinggi Islam swasta miliknya (yang pada 1964 memberikan gelar doktor honoris
causa dalam bidang ushuluddin kepada Soekarno).
b. Gagasan dan Pemikirannya
Gagasan dan prejuangannya, telah menunjukan perhatian da kesungguhannya
untuk memajukan pendidikan islam mulai dari tingkat pendidikan dasar di
pesantren hingga keperguruan tinggi, seperti IAIN. Terkait dengan upaya
memajukan bidang pendidikan ini, maka saifuddin zuhri juga termasuk seorang
pemikir yang memplopori timbulnya kesadaran masyarakat untuk ikut sertamemikul
beban membiayai pendidikan, melaui dana wakaf. Gagasan ini sangat relevan
dengan konsep pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana kini yag telah kita
upayakan pelaksanaannya. Dia juga tercatat sebagai orang yang memperhatikan
penyiapan sumber daya manusia untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan
islam.
13. Prof. Dr. Nurcholish Majid
a. Riwayat Hidup
Prof. Dr. Nurcholish Madjid (lahir di Mojoanyar,
Jawa
Timur, 17
Maret 1939 – meninggal
di Jakarta,
29
Agustus 2005
pada umur 66 tahun) atau populer dipanggil Cak Nur, adalah seorang pemikir Islam,
cendekiawan, dan budayawan Indonesia.
Pada masa mudanya sebagai aktifis Himpunan Mahasiswa Islam,
ide dan gagasannya tentang sekularisasi dan pluralisme pernah menimbulkan
kontroversi dan mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat.
Nurcholish pernah
menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia, dan sebagai Rektor Universitas Paramadina,
sampai d Ia dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Mojokerto,
Jawa
Timur. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai
pendukung Masyumi.
Setelah melewati pendidikan di berbagai pesantren diantaranya Pesantren Darul
Ulum Rejoso Peterongan Jombang, termasuk Pesantren Gontor,
Ponorogo,
menempuh studi kesarjanaan IAIN
Jakarta (1961-1968),
tokoh HMI
ini menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago,
Amerika Serikat
(1978-1984),
dengan disertasi tentang filsafat dan kalam Ibnu
Taimiyaengan wafatnya pada tahun 2005.
b. Gagasan dan Pemikirannya
Cak
Nur dianggap sebagai salah satu tokoh pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di
Indonesia. Cak Nur dikenal dengan konsep pluralismenya yang mengakomodasi
keberagaman/ke-bhinneka-an keyakinan di Indonesia. Menurut Cak Nur, keyakinan
adalah hak primordial setiap manusia dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan
adalah keyakinan yang mendasar. Cak Nur mendukung konsep kebebasan dalam
beragama, namun bebas dalam konsep Cak Nur tersebut dimaksudkan sebagai
kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang disertai dengan tanggung jawab
penuh atas apa yang dipilih. Cak Nur meyakini bahwa manusia sebagai individu
yang paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan yang akan datang akan
bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan kebebasan dalam memilih adalah konsep yang logis.
Sebagai
tokoh pembaruan dan cendikiawan Muslim Indonesia, seperti halnya K.H
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Cak Nur sering mengutarakan gagasan-gagasan yang
dianggap kontroversial terutama gagasan mengenai pembaruan Islam di Indonesia.
Pemikirannya dianggap sebagai mendorong pluralisme dan keterbukaan mengenai
ajaran Islam di Indonesia, terutama setelah berkiprah dalam Yayasan Paramadina
dalam mengembangkan ajaran Islam yang moderat.
Namun
demikian, ia juga berjasa ketika bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan
pada tahun 1998. Cak Nur sering diminta nasihat oleh Presiden Soeharto terutama
dalam mengatasi gejolak pasca kerusuhan Mei 1998 di Jakarta setelah Indonesia
dilanda krisis hebat yang merupakan imbas krisis 1997. Atas saran Cak Nur,
Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya untuk menghindari gejolak
politik yang lebih parah.
14. K.H. Abdurrahman Wahid
a. Riwayat Hidup
Abdurrahman Wahid lahir
pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender
Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang,
Jawa
Timur dari pasangan Wahid
Hasyim dan Solichah. Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir
tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai hari
kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Sya'ban, sama
dengan 7 September 1940. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil.
"Addakhil" berarti "Sang Penakluk".Kata
"Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid",
dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas
pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau
"mas".
Gus Dur adalah putra
pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga yang sangat terhormat
dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari,
pendiri Nahdlatul Ulama
(NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri,
adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah
Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim,
terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama
tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok
Pesantren Denanyar Jombang. Saudaranya adalah Salahuddin
Wahid dan Lily Wahid.
Ia menikah dengan Sinta Nuriyah
dan dikaruniai empat putri: Alisa, Yenny,
Anita, dan Inayah.
Gus Dur secara terbuka
pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa.Abdurrahman
Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan
Tan A Lok, saudara kandung Raden
Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Tan A Lok
dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa,
puteri Tiongkok
yang merupakan selir Raden Brawijaya
V.
Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais
diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya
di Trowulan.
b. Gagasan dan Pemikirannya
Abdurahman
Wahid dan orang-orang yang tertarik dengannya merupakan generasi neo-modernis
Islam, termasuk tokoh-tokoh lain seperti Nurcholis Madjid, Jalaludin Rahmat,
Dawam Raharjo dan Amien Rais yang menganjurkan Islamisasi atau re-Islamisasi
bangsa Indonesia, Abdurahman Wahid menekankan Indonesia, pribumisasi atau
kontekstualisasi Islam. Dengan cara ini, ia ingin menggabungkan nilai-nilai dan
keyakinan Islam dengan kultur setempat. ”Sumber Islam adalah wahyu yang
mempunyai norma-norma sendiri, karena sifatnya yang permanent. Di sisi lain
budaya adalah ciptaan manusia dan oleh karena itu berkembang sesuai dengan
perubahan sosial, tetapi hal ini tidak menghalangi manifestasi kehidupan
beragama dalam bentuk budaya.”
Masalah
pribumisasi Islam ada dua tulisan Gus Dur yang berkaitan langsung dengan tema
sentralnya yaitu : “Salahkah jika dipribumikan? Dan pribumisasi Islam”.
Menurut
Gus Dur pribumisasi Islam adalah suatu pemahaman islam yang mempertimbangkan
kebutuhan-kebutuhan lokal di dalam merumuskan hokum-hukum agama, tetapi agar
norma-norma itu menampung kebutuhan-kebutuhan dan budaya dengan mempergunakan
peluang yang disediakan oleh variasi ushul al-fiqh dan qowaid al-fiqh.
Dalam
proses ini Gus Dur pembauran Islam dengan budaya tidak boleh terjadi sebab
berbaur berarti hilangnya sifat-sifat asli. Islam harus tetap pada sifat
keIslamannya. Al-qur’an harus tetap dalam bahasa arab, terutama dalam shalat,
sebab hal ini merupakan norma. Sedangkan terjemahan al-qur’an hanyalah untuk
mempermudah pemahaman bukan menggantika al-qur’an itu sendiri.
Abdurahman Wahid benar-benar sebuah teka-teki, ia bukan
tradisionalis konserfatif, bukan pula modernis islam. Dia seorang pemikir
liberal, seorang pemimpin organiasasi islam berbasis tradisi terbesar. Sebagai
seorang cendekiawan inovatif yang memeragakan profesional biasa atau
intelektual, dia memimpin suatu organisasi ulama (NU).
15. Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A.
a. Riwayat hidup
Azyumardi Azra Lahir di Lubuk Alung, Sumatera
Barat, 04 Maret 1955. Menikah dengan Ipah Farihah, dikaruniai 4 anak:
Raushanfikri Usada, Firman El-Amny Azra, Muhammad Subhan Azra, dan Emily Sakina
Azra. Pendidikan yang ditempuhnya meliputi Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta pada
tahun 1982, Master of Art (M.A.) pada Departemen Bahasa dan Budaya Timur
Tengah, Columbia University tahun 1998, Master of Philosophy (M.Phil.) pada
Departemen Sejarah, Columbia University tahun 1990, dan Doctor of Philosophy
Degree tahun 1992, dengan disertasi berjudul The Transmission of Islamic
Reformism to Indonesia : Network of Middle Eastern and Malay-Indonesian ‘Ulama
ini the Seventeenth and Eighteenth Centuries. Tahun 2004 disertasi yang sudah
direvisi diterbitkan secara simultan di Canberra (Allen Unwin dan AAAS),
Honolulu (Hawaii University Press), dan Leiden, Negeri Belanda (KITLV Press).
Saat ini (sejak
Desember 2006) menjabat Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta. Sebelumnya sejak tahun 1998 hingga akhir 2006 Azyumardi Azra adalah
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pernah menjadi Wartawan Panji
Masyarakat (1979-1985), Dosen Fakultas Adab dan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta (1992-sekarang), Guru Besar Sejarah Fakultas Adab IAIN
Jakarta, dan Pembantu Rektor I IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1998). Ia
juga merupakan orang Asia Tenggara pertama yang di angkat sebagai Professor
Fellow di Universitas Melbourne, Australia (2004-2009), dan anggota Dewan
Penyantun (Board of Trustees) International Islamic University Islamabad
Pakistan (2004-2009).
Di organisasi, ia
pernah menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta
(1979-1982), Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat
(1981-1982), Anggota Selection Committee Toyota Foundation & The Japan
Foundation (1998-1999), Anggota SC SEASREP (Southeast Asian Studies Regional
Exchange Program) (1998), Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI)
(1998-sekarang), Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS),
Anggota the International Association of Historian of Asia (IAHA)
(1998-sekarang), Visiting Fellow pada Oxford Centre for Islamic Studies, Oxford
University (1994-1995), Dosen Tamu University of Philippines dan University
Malaya (1997), External Examiner, PhD Program University Malaya (UM)
(1998-sekarang), Anggota Dewan Redaksi Jurnal Ulumul Quran, Anggota Dewan
Redaksi Islamika, Pemimpin Redaksi Jurnal Studia Islamika, Wakil Direktur Pusat
Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) IAIN Jakarta, Anggota Redaksi Jurnal
Quranic Studies, SOAS/University of London, dan Jurnal Ushuludin University
Malaya, Kuala Lumpur.
b. Gagasan dan pemikiran
Pertama, perubahan
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kedua, tahap pelanjutan dan pematangan
konsep. Ketiga, Tahap pematangan
gagasan dan implementasi. Hal tersebut memperlihakan bahwa, baginya gagasan
modernisasi pendidikan islam sebagaimana tersebut di atas hendaknya tidak
menjadi wacana, melainkan harus menjadi kenyataan dan dipraktikan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Peran para tokoh pendidikan
tersebut berlangsung sejak zaman prakemerdekaan hingga zaman modern seperti
sekarang ini. Dinamika pembelajaran mereka merupakan proses dialektis antara
model pendidikan belada dan pengaruh gerakan islam yang sudah berkembang di
timur tengah. Mereka bekerja keras dalam menentukan visi, misi dan straregi
pendidikan islam sehingga mampu merumuskan konsep pendidikan islam yang sesuai
dengan zamanya bahkan pada tingkat tertentu masih berlangsung sampai saat ini.
[1] Lihat
Tamar Djya,Orang-Orang Besar Indonesia III, ( Jakarta: Antara,1975),hlm.
73
[2] Lihat
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, ( Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995) cet,IV,
hlm.156.
[3]
Ibid.hlm 157.
[4]Ensiklopedi
IslamBagian 4 NAH-SYA, ( Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999),cet. VI,
hlm. 151.
[5] http://thawalibparabek.tripod.com/ibrahim.htm
[6] Abuddin Nata, tokoh-tokoh pembaruan
pendidikan islam di Indonesia,(Jakarta:2005), hlm 46
[8] Abuddin Nata, tokoh-tokoh pembaruan
pendidikan islam di Indonesia,(Jakarta:2005), hlm 81
[9]Deliar
Noer,Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, ( Jakarta:
LP3ES,1985),cet.III, hlm 86.
[10] Abuddin Nata, tokoh-tokoh pembaruan
pendidikan islam di Indonesia,(Jakarta:2005), hlm 101
[11] Abuddin Nata, tokoh-tokoh pembaruan
pendidikan islam di Indonesia,(Jakarta:2005), hlm 126
[12] http://bruderfic.or.id/h-59/pemikiran-ki-hajar-dewantara-tentang-pendidikan.html
[13] http://zaijoni2.blogspot.com/2012/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html
[14] http://id.wikipedia.org/wiki/KH._Abdullah_Bin_Nuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar