BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kita sebagai umat
beragama, Islam, tentunya mempunyai pedoman hidup sesuai perintah Allah SWT
yaitu Al-Qur’an. Dalam pedoman tersebut terdapat aturan-aturan yang harus kita
laksanakan dan larangan-larangan yang harus kita tinggalkan. Al-qur’an adalah
sumber hukum islam yang pertama bagi umat muslim.
Kehidupan kita tidak
terlepas dari pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi kita umat Islam.
Sebagai seorang calon pendidik, tentunya kita diharapkan menjadi seorang
pendidik yang profesional. Dalam Al –Qur’an telah dijelaskan bagaimana menjadi
guru yang baik dan profeional. Dengan demikian kita akan dapat bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan ajaran islam. Selain kita mendapatkan rizqi kita
juga akan mendapatkan berkah dan ridhonya dari Allah SWT. Pada bab selanjutnya
akan dibahas lebih detail tentang subjek pendidikan menurut Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Tafsir adalah Ilmu yang mempelajari penjabaran tentang makna dan kandungan
Al-Qur’an dan merupakan salah satu pembelajaran yang kita perlukan dalam memahami
isi Al-Qur’an. Ilmu ini bertujuan agar kita tidak melakukan kesalahan dalam
melaksanakan perintah Allah serta menjauhi larangannya. Untuk
membatasi pembahasan dalam tulisan yang sederhana ini sekaligus untuk
menyamakan pola pikir kita, maka dalam tulisan ini dirumuskan permasalahan –
permasalahan sebagai berikut:
1.
Apa pengertian subjek pendidikan?
2.
Bagaimana pandangan Al-Qur’an
terhadap subjek pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Subjek Pendidikan
Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab
dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang
disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan.
Subjek
pendidikan sangat berpengaruh sekali kepada keberhasilan atau gagalnya
pendidikan.
Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab dalam
memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan
dapat dipahami oleh objek pendidikan. Subjek
pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah Orang tua,
guru-guru di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan
masyarakat, sedangkan pendidikan pertama ( tarbiyatul awwal) yang kita
pahami selama ini adalah rumah tangga (orang tua). Sebagai seorang muslim kita
harus menyatakan bahwa pendidik pertama manusia adalah Allah yang kedua adalah
Rasulullah. Sebagaimana dapat kita lihat dalam surat al-‘Alaq : 4-5
عَلَّمَ
الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَم . الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
Artinya :
Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
Dari penjelasan di atas kita dapat
menarik kesimpulan bahwa subjek pendidikan adalah seseorang atau sesuatu yang
telah mengajarkan kita ilmu. Seseorang ini bukan hanya seorang guru tapi
siapapun atau apapun yang dapat mengajari kita. Pendidikan yang pertama kali
terjadi dalam ruang lingkup yang sangat sederhana yaitu keluarga. Subjek
pendidikannya adalah orang tua, terutama ibu. Kita dapat memperoleh ilmu dari
mana saja, seperti lingkungan, masyarakat, alam, dan semua ciptaan Allah SWT.
Kita dapat membedakan
pendidik itu menjadi dua kategori yaitu:
1. Pendidik menurut kodrat, yaitu orang tua
Orang tua sebagai
pendidik menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama, karena secara kodrat
anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya) dalam keadaan tidak berdayam
hanya dengan pertolongan dan layanan orang tua (terutama ibu) bayi (anak
manusia) itu dapat hidup dan berkembang semakin dewasa. Hubungan orang tua
dengan anaknya dalam hubungan edukatif, mengandung dua unsur dasar, yaitu:
a.
Unsur kasih sayang
pendidik terhadap anak
b. Unsur kesadaran dan tanggung jawab dari pendidik untuk menuntun
perkembangan anak
2. Pendidik menurut jabatan, yaitu guru
Guru adalah pendidik
kedua setelah orang tua. Mereka tidak bisa disebut secara wajar dan alamiah
menjadi pendidik, karena mereka mendapat tugas dari orang tua, sebagai
pengganti orang tua. Mereka menjadi pendidik karena profesinya menjadi pendidik,
guru di sekolah misalnya.
Dalam Undang-undang
Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru adalah pendidk profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini, jalur
pendidikan formanl, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru berfungsi sebagai
pendidik di samping sebagai pengajar. Guru membentuk sikap siswa, bahwa guru
menjadi contoh atau teladan bagi siswa-siswanya. Hal itu tidak mungkin kalau
guru hanya bertuigas mengajar saja.[1]
B. Subjek Pendidikan
Dalam Surat Al-Najm Ayat 5-6
عَلَّمَهُ
شَدِيدُ الْقُوَى ﴿٥﴾ ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى ﴿٦﴾
1.
Kosa Kata
ﻋَﻠﻤَّﻪُ = mengajarkan kepadanya
ﺷَﺪِﻳ۟ﺪ = (Jibril) yang sangat
اﻟ۟ﻘُﻮَﻰ = kuat
ذُو۟ﻣِﺮَّةٍۗ = mempunyai kekuatan
ﻓَﺴ۟ﺘَﻮَی = lalu dia cukup sempurna
Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai
keteguhan, maka (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli (rupa yang
bagus dan perkasa).
2. Penafsiran
Melihat ayat diatas,
bahwasannya subyek dari pada pendidikan menurut pendapat kami adalah
1.
Allah SWT
Secara tidak langsung,
bahwasannya Allah SWT sebagai Subyek pendidik yang paling utama, dengan alasan,
bahwasannya malaikat jibril tidaklah akan mempunyai jiwa dan fisik yang kuat
serta akal yang cerdas tanpa ada yang memberi kemampuan. Sifat seperti itu
hanya dimiliki oleh Dzat yang maha sempurna yaitu Allah SWT. Menurut hemat
kami, bahwasannya tidaklah mungkin jibril memiliki hal tersebut, sebelum mendapatkan
pengajaran terlebih dahulu dari Allah SWT.
2.
Malaikat Jibril
Dengan jelas ayat
diatas menyatakan bahwa, malaikat jibril merupakan subyek (perantara) dalam
menyampaikan wahyu yang dibawanya dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW,
dengan dibekali jiwa yang kuat serta akal yang cerdas, sehingga mampu bukan
hanya menyampaikan wahyu, tetapi juga mengajarkannya kepada Nabi SAW.
3.
Manusia (Nabi Muhammad)
Rasullullah sebagai
subyek pendidik, karena dalam hal ini Rasulullah bertindak sebagai penerima
wahyu (Al-Qur’an), sekaligus bertugas untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk
tersebut, menyucikan dan mengajarkan manusia menuju arah yang benar sesuai
dengan Syari’at yang dibawanya, yaitu Islam.
Kata (علّمه) ‘allamahu/ diajarkan kepadanya bukan berarti bahwa
wahyu tersebut bersumber dari malaikat jibril. Seorang yang mengajar tidak
mutlak mengajarkan sesuatu yang bersumber dari sang pengajar. Bukankah kita
mengajar anak kita membaca, padahal sering kali bacaan yang diajarkan itu bukan
karya kita. Menyampaikan atau menjelaskan sesuatu secara baik dan benar adalah
salah satu bentuk pengajaran. Malaikat menerima wahyu dari Allah dengan tugas
menyampaikannya secara baik dan benar kepada Nabi saw., dan itulah yang
dimaksud dengan pengajaran disini.
Kata (مرّة) mirrah terambil dari kalimat (أمرت الحبل) amrartu al-habla yang berarti melilitkan tali guna
menguatkan sesuatu. Kata (ذو مرّة) dzu mirrah digunakan untuk menggambarkan kekuatan
nalar dan tingginya kemampuan seseorang. Al-Baqa’i memahaminya dalam arti
ketegasan dan kekuatan yang luar biasa untuk melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya tanpa sedikit pun mengarah kepada tugas selainnya disertai dengan
keikhlasan penuh. Ada juga yang memahaminya dengan kekuatan fisik, akal, nalar.[2] Penjelasan lain dari kata Dzu mirrah
adalah yang mempunyai kecerdasan akal. Sifat Jibril yang pertama menggambarkan
tentang betapa kuat pikiran dan betapa nyata pengaruh-pengaruhnya yang
mengagumkan. Kesimpulannya, bahwa Jibril memiliki kekuatan-kekuatan pikiran,dan
kekuatan-kekuatan tubuh. Sebagaimana telah diriwayatkan bahwa ia pernah
mencukil kaum luth dari laut hitam yang waktu itu berada dibawah tanah, lalu
memanggulnya pada kedua sayap dan diangkatnya dari negeri itu ke langit,
kemudian dibalikkan. Pernah pula ia berteriak kepada kaum Tsamud, sehingga
mereka meti semua.
Ayat tersebut merupakan jawaban dari perkataan mereka yang mengatakan bahwa
Muhammad itu hanyalah tukang dongeng yang mendongengkan
dongeng-dongengan(legenda-legenda orang terdahulu).
Penjelasan lain tentang wahyu yang diterima nabi Muhammad Saw.adalah
bahwasannya yang mengajarkan wahyu itu kepada beliau adalah makhluk yang sangat
kuat. Ibnu katsir dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan yang sangat kuat
itu adalah malaikat Jibril.
“Yang mempunyai keteguhan”(pangkal ayat 6), Mujahid, Al-Hasan dan Ibnu Zaid
memberi arti: “yang mempunyai keteguhan”. Ibnu Abbas memberi arti: “yang
mempunyai rupa yang elok”. Qatadah memberi arti: “yang mempunyai bentuk badan
yang tinggi bagus.” Ibnu katsir ketika memberi arti berkata: “tidak ada
perbedaan dalam arti yang dikemukakan itu. Karena malaikat Jibril itu memeng
bagus dipandang mata dan mempunyai kekuatan luar biasa. Lanjutan ayat ialah:
fastawa, yang artinya: yang menampakkan diri yang asli.”(ujung ayat 6)
Menurut riwayat dari Ibnu Abi Hatim yang diterimanya dari Abdullah bin
Mas’ud, bahwasannya raulullah itu melihat rupanya yang asli itu dua kali. Yang
pertama adalah ketika Rasulullah Saw.meminta kepada Jibril supaya sudi
memperlihatkan diri menurut rupanya yang asli. Lalu kelihatanlah dia dalam
keasliannya itu memenuhi ufuk. Yang kedua adalah ketika dia memperlihatkan diri
dalam keadaannya yang asli itu, ketia Jibril akan menemani beliau pergi Isra’
dan Mi’raj. Dalam pernyataan diri dari keasliannya itu, Nabi melihatnya dengan
sayap yang sangat banyak, yakni 600 sayap.
Kaitannya dengan judul makalah kami yakni subyek pendidikan, yang dimaksud
pengajar atau yang menjadi subyek disini adalah Malaikat Jibril, bukan berarti
bahwa wahyu tersebut bersumber dari Malaikat Jibril. Seseorang yang mengajar
tidak mutlak mengajarkan sesuatu yang bersumber dari sang pengajar. Bukankah
kita mengajar seorang anak membaca, padahal bacaan itu juga bukan merupakan
karya kita? Menyampaikan sesuatu secara baik dan benar adalah satu bentuk
pengajaran. Malaikat menerima wahu dari Allah dengan tugas menyampaikannya
secara baik dan benar kepada Nabi Muhammad Saw., dan itulah yang dimaksud
pengajaran disini.
Sedangkan jika dikaitkan dengan pengajar atau pendidik yakni seorang guru,
maka dapat di ambil beberapa kriteria guru yakni diantaranya adalah seorang
guru itu harus mempunyai kekuatan, baik kekuatan secara jasmani maupun rohani.
Kekuatan jasmani yakni berupa totalitas dalam mengajar, penampilan dan perilaku
yang baik,karena perilaku kita akan dijadikan cerminan oleh murid-murid kita.
Sedangkan yang dimaksud dengan kekuatan rohani yakni cerdas aqliyah maupun
fi’liyah, kesungguhan dalam menyampaikan mata pelajaran kepada anak didik,
serta kesabaran dalam mendidik dan menanamkan akhlakul karimah kepada peserta
didik.
3. Nilai-nilai Pendidikan
Jika ayat diatas kita
kaitkan dengan nilai-nilai pendidikan, maka akan mengandung beberapa hal, yaitu
:
a.
Wahyu yang dibawa oleh
Jibril (Al-Qur’an), yaitu sebagai pedoman hidup manusia, serta menjadikannya
petunjuk dan pelajaran bagi manusia, sehingga manusia bisa menjalankan misinya
dengan baik yaitu mengemban amanat Allah SWT sebagai kholifah dimuka bumi. Seperti
yang dijelaskan dalam ayat 30 surat Al-Baqarah: Sesungguhnya aku hendaki
menjadikan seorang khalifah dimuka bumi, dan surat Hud ayat 61 ;
Dia (Allah) Telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya….
Artinya, manusia yang dijadikan
khalifah itu bertugas memakmurkan atau membangun bumi ini sesuai dengan konsep
yang ditetapkan oleh yang menugaskan (Allah) yang telah tertuang dalam
Al-Qur’an.
b. Dengan jiwa yang kuat serta akal yang sehat, manusia akan bisa menjalankan
fungsinya dengan baik, baik secara fertikal maupun horisontal. Dengan mempunyai
jiwa dan akal yang cerdas maka akan bisa menghasilkan ilmu, kesucian dan etika,
sedangkan dengan kondisi yang kuat, akan menghasilkan jasmani yang terampil.
Dengan menggabungkan ketiga unsur tersebut, terciptalah makhluk dwidimensi
dalam satu keseimbangan, dunia dan akherat, ilmu dan iman. Itu sebabnya dalam
pendidikan islam dikenal istilah adab al-din dan adab al-dunya.
c. Pelajaran untuk tidak bersifat lemah, bodoh, serta selalu mengkaji ilmu,
baik yang berhubungan dengan agama maupun yang berhubungan dengan dunia.
d. Tidaklah ada batasan ilmu yang dipelajarinya, untuk mencapai keseimbangan
yang tersebut diatas.
e. Dalam penyajian materi pendidikan, peran akal sangatlah penting untuk bisa
memahami Al-Qur’an, sehingga manusia merasa berperan dalam menemukan hakikat
materi yang disajikan itu sehingga merasa memiliki dan bertanggung jawab untuk
membelanya.
f. Dalam mengajar disarankan untuk saling berhadap-hadapan, karena dengan ini
akan mempermudah bagi si murid untuk menerima ilmu.
4. Faedah Pendidikan
Faedah pendidikan yang
termuat dalam ayat di atas adalah
a. Manusia harus bersifat optimis, kuat, cerdas dalam menuntut ilmu, serta
mengajarkan apa yang telah didapat.
b. Sebagai subyek pendidik, pengajaran tidaklah terbatas pada hal yang ada
atau yang kita miliki, tetapi kita bisa mengajarkan pengetahuan dari orang
lain. Misalnya memakai buku panduan, menceritakan kisah-kisah teladan, dan
lain-lain.
c. Tanpa adanya pengajaran atau ilmu yang telah didapat, pada dasarnya manusia
sebagai makhluk yang bodoh dan lemah. serta tidak mengetahui mana yang hak dan
yang batil.
d. Kreteria bagi seorang pendidik, tentunya harus memiliki seperti apa yang
dimiliki oleh malaikat jibril, yaitu kuat (jiwa dan jasmani) serta memiliki
akal yang cerdas, karena sifat tersebut akan mempengaruhi bagi murid yang di
didik.
e. Konsep hidup haruslah sesuai dengan Al-Qur’an, agar bisa menjalankan tugas
hidupnya dengan baik, yang sesuai dengan yang menugaskan (Allah).
f. Tak ada batasan tentang apa yang dipelajari. Semuanya harus berjalan
seimbang (lahir dan batin/jasmani dan rohani).
BAB III
KESIMPULAN
Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab
dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang
disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan.
Surat An-Najm ayat 5-6 menjelaskan bahwa yang menyampaikan wahyu kepada
Nabi Muhammad SAW. adalah malaikat Jibril yang mana diberi potensi aqliyah yang sempurna. Kemudian dia (Jibril)
juga menampakkan diri dengan rupa yang asli dan tampl sempurna. Dan dalam surat
ini juga menjelaskan bahwa subjek pendidikan adalah malaikat Jibril yang mana
punya potensi yang kuat dalam menerima wahyu-wahyu Allah untuk disampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Pada surat An-Najm ayat 5-6 ditegaskan klasifikasi seorang pendidik atau
siapa saja yang berkompeten menjadi subjek pendidikan, yakni seperti yang
tersurat dalam ayat ini adalah seperti halnya seorang malaikat Jibril yang mana
beliau digambarkan sebagai berikut :
·
Sangat
kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan
masalah.
·
Mempunyai
akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah memiliki akal yang mumpuni dalam
mengajarkan apa yang diajarkannya sebagai subyek pendidikan.
·
Menampakkan
dengan rupanya yang asli, yakni seorang subyek pendidikan hendaklah bersikap
wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu baik dirinya maupun apa yang
dilakoninya dalam bidangnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Fuad Ihsan, Dasar-dasar
Kependidikan, Jakarta : RINEKA CIPTA.
M.Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah volume 13, Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar