Laman

Minggu, 28 Desember 2014

KETERPADUAN PEMBELAJARAN PAI



Judul Buku    : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS KOMPETENSI
  Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004
Penulis            : Abdul Majid S.Ag
  Dian Andayani S.Pd
Pengatur        : Dr. E Mulyasa M.Pd
Penerbit          : Rosdakarya, Bandung, 2004

BAB 8
KETERPADUAN PEMBELAJARAN PAI

A.    Isu-Isu Pendidikan Agama Islam
Kurikulum KBK yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturantentang kompetensidan hasil belajar yang harus dicapi oleh siswa. Termasuk bagaimana melakukan penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kompetensi dalam hal ini adalah suatu pengetahuan tentang sesuatu yang diharapkan dapat dimiliki, disikapi dan dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah, termasuk pula menggambarkan emajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
Rumusan tujuan pendidikan agama Islam di sekolah dasar dan menengah yaitu untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga sehingga maenjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya kepada Allah SWT serta berakhlak mulai dalam kehidupan pribadinya, masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi.
Jadi Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk membentuk prilaku dan kepribadian individu sesuai dengan prinsip-prinsip dan konsep Islam dalam mewujudkan nilai-nilai moral dan agama sebagai landasan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Menurut Soetomo bahwa dalam interaksi belajar mengajar ada beberapa komponen harus terpenuhi yaitu, 1. Tujuan interaksi yang diharapkan , 2. Bahan (pesan yang akan disampaikan), 3. Pendidikan dan siswa, 4. Alat/sarana yang digunakan, 5. Metode yang digunakan untuk mencapai materi, 6. Situasi lingkunan untuk menyampaikan agar tercapainya tujuan.
Menurut Mala Utsman ciri-ciri pendidikan Agama Islam sebagai berikut :
1.      Pendidikan Ketuhanan (Tauhid/aqidah)
2.      Pendidikan faktual (Tarbiyah)
3.      Pendidikan Kontinyu


Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam secara nasional dalam KBK ditandai denan ciri-ciri antara lain :
1.      Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi daripada penguasaan materi.
2.      Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia
3.      Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
Berkenaan dengan hal tersebut, Islam memandang bahwa pendidikan umum bertujuan untuk mencapai manusia yang memiliki karakteristik : a. Hilmun yakni kesanggupan atau kemampuan untuk menolak argumentasi orang bodoh dengan bahasa yang santun, b. Wara’ yaitu tidak rakus, rendah hati, yang mampu membentengi dirinya dari perbuatan maksiat, c. Husnul khuluq yakni berakhlak baik sehingga ia bisa hidup diantara manusia.
Selama ini muncul beberapa pendapat yang mengkritisi pendidikan Agama Islam di sekolah, diantaranya :
a.       Hasil belajar PAI di sekolah-sekolah belum sesui denan tujuan-tujuan Pendidikan Agama Islam.
b.      Soedijarto : pendidikan nasional belum sepenuhnya mampu mengembangkan manusia Indonesia yang religius, erakhlak, berwatak ksatria dan patriotik.
c.       Mentri agama (Said Agil al-Munawar) bahwa Pendidikan Agama Islam di sekolah mengalami Masalah Metodologi.
Terhadap realitas demikian, ada beberapa faktor yang perlu dianalisis dan segera mendapatkan perhatian dari semua pihak, yaitu :
1.      Guru
2.      Proses
3.      Siswa
4.      Fasilitas
Departemen Agama mengemukakan ciri-ciri siswa dan permasalahan yang dihadapinya pada sekolah umum : 1. Kemampuan siswa heterogen; 2. Waktu (jam pelajaran) yang terbatas; 3. Minat siswa besar pada mata pelajaran lain; dan sarana dan prasarana PAI yang terbatas.
Tafsir mengemukakan bahwa metode untuk menanamkan rasa iman ialah sebagai berikut :
1.      Metode hiwar (percakapan)
2.      Metode kisah
3.      Metode amtsal (perumpamaan)
4.      Metode keteladanan
5.      Metode pembiasaan
6.      Metode ibrah dan mauidzah
7.      Metode targhib dan tarhib.
Zulkabir, dkk dalam bukunya Islam Konseptual dan Kontekstual mengemukakan  beberapa metode yang dikembangkan dalam Al-Qur’an yaknisebagai berikut :
1.      Metode dialog
2.      Metode perenungan dan tafakur (ibrah)
3.      Metode metafora atau perumpamaan.
Prses belajar mengajar diharapakan dapat menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam keimanan, ketaqwaan kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Idealnya hasil belajar sebagaimana dikemukakan oleh Soediarjo, menurut UNESCO belajar abad 21 harus berdasarkan empat pilar, yaitu :
1.      Learning to know
2.      Learning to do
3.      Learning to be
4.      Learning to life together
Akhmad Sanusi mengemukakan bahwa fungsi pendidikan agama yang paling strategi adalah penyadaran, pemahaman, pemaknaan dan pemberdayaan peserta didik agar mampu menjalankan hablumminallah dan habluminannas secara mandiri, berkembang, maju, optimis dan bertanggung jawab.
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah/madrasah berfungsi sebagai berikut :
1.      Pengembangan, yaitu meningatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
2.      Penanaman nilai sebagi pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
3.      Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
4.      Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhny.
6.      Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
7.      Penyaluran, yitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus dibidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
Pada tingkat sekolah dasar dan menengah pendekatan yang digunakan dalam Pendidikan Agama Islam adalah :
1.      Pendekatan keimanan
2.      Pengamalan
3.      Pembiasaan
4.      Rasional
5.      Emosional
6.      Fungsional
7.      Keteladanan
Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas Pendidikan Agama Islam yaitu :
1.      Kualitas dan kuantitas (kompetensi) guru yang masih rendah
2.      Proses pembelajaran PAI selama ini cenderung lebih diarahkan pada pencapaian target kurikulum
3.      Pembelajaran PAI bukan diarahkan pada pencapaian dan penguasaan kompetensi, akan tetapi terfokus pada aspek kognitif sehingga pembelajaran identik dengan hafalan, caramah, dll
4.      Alokasi waktu yang tersedia sangat sedikit sedangkan muatan materinya sangat padat
5.      Terbatasnya sarana dan prasarana
6.      Penilaian yang dilakukan cenderung hanya kepada satu aspek saja (kognitif)
Pola keterpaduan Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi lebih menekankan keterpaduan antara tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Departemen Agama RI telah menggariskan pola kebijakan Pendidikan Agama Islam terpadu yang meliputi :
1.      Keterpaduan proses
2.      Keterpaduan materi
3.      Keterpaduan penyelenggaraan.
Konsep pembelajaran yang komprehensif (menyeluruh) yang meliputi keterpaduan proses, materi dan penyelenggaraan sebagai salah satu upaya dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Agama Islam yang harus diselenggarakan dan dikelola secara kolektif.
Arah penilaiannya dilakukan dengan penilaian berbasis kelas yang memperlihatkan tiga ranah yaitu, pengetahuan (kognitif), sikap (Afektif), dan keterampilan (psikomotor).

B.     Kesenjangan Materi Kurikulum PAI
Analisis terhadap kesenjangan rencana kurikulum Pendidikan Agama Islam ini lebih diarahkan pada aspek materi serta tujuan-tujuan kurikulumnya, berdasarkan karakteristik serta kelebihan dan kelemahan yang dimiliki dalam organisasinya dengan kemungkinan penerapannya.
1.      Kemampuan Membaca Al-Qur’an
Aspek-aspek pendukung untuk keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan serta materi pelajaran seperti ini, perlu disediakan waktu serta sarana lainnya yang diperlukan seperti Al-Qur’an dalam jumlah yang memadai sesuai dengan jumlah siswa serta disesuaikan pula dengan tingkat kecepatan penguasaan materi pelajaran masing-masing para siswa.
2.      Kemampuan Praktek Ibadah
Penguasaan terhadap kemampuan praktek ibadah misalnya, pada siswa tujuannya diarahkan pada penguasaan konsep-konsep tentang shalat fadhu dan shalat jum’at serta do’a-do’a tertentu sesudah shalat, puasa dan zakat. Pencapaian ke arah tujuan-tujuan tersebut dikembangkan melalui materi pelajaran yang bersifat fakta-fakta, konsep-konsep serta kegiatan-kegiatan belajar yang dikembangkan melalui pendekatan praktis terhadap para siswa.

C.    Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kesenjangan Kurikulum PAI di Sekolah
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan implementasi kurikulum selama ini, diantaranya adalah :
1.      Persepsi Guru Agama
Pada saat ini ada kecenderungan bahwa perhatian guru agama lebih tertuju kepada strukur kurikulum PAI, seperti analisis materi pelajaran, merumuskan tujuan (TPK) dari TPU serta berbagai urusan administrasi pengajaran lainnya, sedangkan bagaimana visi pemikiran yang dikehendaki para pengembang kurikulum yang tercantum dalam Tujuan Pendidikan Nasional serta relevansinya dengan rumusan kompetensi PAI,, kuran mendapat perhatian.
2.      Terbatasnya Sarana dan Fasilitas yang dimiliki Sekolah
Keterbatasan pada faktor sarana dan fasilitas misalnya yang ada pada sekolah saat ini bersifat kausalitas, yakni keterbatasan pada faktor ini akan memunculkan kesenjangan dalam proses penerapan kurikulum dan kesenjangan dalam proses itu selanjutnya akan memunculkan kesenjangan dalam hasil-hasil yang diperolehnya.

D.    Keterpadun KBK PAI
Secara konseptual keterpaduan pelaksanaan kurikulum PAI didasarkan pada :
1.      Karakteristik yang paling menonjol dalam organisasi tujuan-tujuan yang diwujudkan dalam kompetensi kurikulum Pendidikan Agama Islam, bersifat developmental, kompetensi-kompetensi itu tidak dapat dikembangkan dalam waktu serta lingkungan belajar yang sangat terbatas.
2.      Teori yang mengatakan “belajar adalah change in behavior” tampaknya lebih relevant dengan penerapan kurikulum Pendidikan Agama Islam daripada sekedar menambah dan mengumpulkan pengetahuan saja.
3.      Setting belajar yang naturalistik teryata lebih efektif dalam pencapaian hasil dibandingkan dengan setting belajar di kelas dengan pendekatan yang verbalistik.
4.      Upaya mensintesis dan internalisasi nilai-nilai religius agar menjadi suatu sistem nilai yang mantap dan mendalam, sehingga benar-benar menjadi sesuatu yang dipedomani dalam kehidupan sehari-hari perlu memperhatikan prinsip-prinsip: kontinuitas, relevansi dan efektifitas dalam pengembangannya.
Secara operasional pelaksanaan kerjasama (keterpaduan) pelaksanaan kurikulum PAI didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut :
1.      Pelaksanaan pendidikan agama Islam di mushola dan masjid lebih mengarah pada penerapannya dengan pendekatan afektif dan psikomotor serta didukung oleh setting pendidikan yang naturalistik. Keadaan seperti ini diharapkan mampu menutup kesenjangan kurikulum Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi yang dikembangkan di Sekolah.
2.      Harus diakui bahwa instrumen serta prosedur yang diterapkan dalam pelaksanaan Pendidikan Agma Islam di musholah dan masjid lebih mengarah pada student cntered dengan sistem evaluasiyang high level yakni diarahkan pada penguasaan periku oleh para peserta didik, bukan pada penguasaan kognitif yang rendah, juga tidk mungkin dapat dicapai dengan instrumen evaluasi klasik seperti true false, matching, multiple choice, sort answer dan sejenisnya.

Bentuk kerjasama dalam Penerapan Kurikulum PAI
Salah satu bentuk kerjasama dalam penerapan kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah sistem kerjasama antara guru-guru dan dengan orang tua murid, hal itu berbentuk :
1.      Bentuk kerja sama informal individual
2.      Formil organisatoris.
Dasar dilibatkannya orang tua serta orang-orang dewasa disekitarnya dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam didasarkan pada :
1.      Para guru PAI melaksanakan tugas mereka berdasarkan pada surat tugasnya yang diperoleh dengan beberapa persyaratan formal tertentu, maka bagi para orangtua kewajiban yang diterimanya itu itu secara langsung dari Allah SWT, tuhan yang berada dalam hidup serta iman mereka, tanpa persyaratan serta kriteria formal lagi.
2.      Secara formal dalam UUSPN No.20 Tahun 2003, Pasal 46.


Realisasi hubungan antara sekolah dengan keluarga dapat dilaksanakan secara formal dengan event-event kegiatan :
1.      Pertemuan Rutin
2.      Pertemuan-pertemuan yang insidental.
Jika hubungan kerjasama itu ditempuh denga jalur informal, maka event-event itu dapat dilaksanakan atas dasar motivasi internal, baik para orang tua yang berkunjung ke sekolah (tanpa harus diundang), atau sebaliknya guru yang mengadakan kunjungan rumah pada waktu tertentu di luar jam sekolah.
Tujuan dilaksanakannya hubungan kerjasama antara guru dan orang tua murid adalah :
1.      Berusaha mendorong dan mengingatkan hubungan baik antara keluarga, masyarakat, sekolah dan pemerintah, baik secara perseorangan maupun organisasi.
2.      Untuk menangkal atau menetralisir kemungkinan terjadinya bentrokan pengaruh-pengaruh edukatif yang diberikan di sekoalah dan di keluarga.
3.      Diharapkan akan dapat menjadi salah satu instrumen pendukung bagi upaya peningkatan kualitas hasil belajar siswa pada bidang PAI secara menyeluruh.
Bentuk kedua dalam penerapan program PAI secara terpadu adalah kerjasama antara sekolah dengan masyarkat. Yang dimaksud dengan kerjasama disini adalah kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan Agama Islam nonformal yang ada di masyarakat, seperti masjid dan mushola, pesantren dengan guruguru agama Islam sebagai play maker-nya.
Dasar dilibatkannya masyarakat dalam PAI adalah :
1.      UUSPN No.20 Tahun 2003, Bab IV Pasal 5-12
2.      KBKPA, bahwa pembinaan PAI perlu dikembangkan dengan menekankan keterpaduan antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
3.      Firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah ayat 6.
Tujuan dilaksanakannya kerjasama sekolah dengan lingkungan-lingkungan pendidikan Agama nonformal yang berada di masyarakat sekitar adalah :
1.      Diharapkan akan dapat mengurangi kesenjangan kurikulum PAI pada sekolah, dalam dimensi rencana dan prosesnya.
2.      Sebagai upaya untuk pemerataan hasil-hasil yang diperoleh para siswa sekolah dalam bidang PAI.
3.      Diharapkan pula dapat meningkatkan kualitas hasil yang diperoleh dlaam PAI, dengan asumsi “semakin tinggi proses diharapkan akan semakin tinggi pula hasil yang dicapainya.
Program penerapan kurikulum secara terpadu dengan masyarakat sekitar ini disusun oleh guru-guru PAI dengan offesial sekolah lainnya, juga melibatkan masyarakat (orang tua murid, para kyai, serta para pengasuh masjid dan mushala serta pondok pesantren).

Sebagi tindakan evaluasi terhadap program penerapan kurikulum secara terpadu ini dilaksanakan berdasarkan kerajasama antara sekolah dan para pengasuh masjid, mushola dan pesantren. Untuk efktivitas serta efisiensi evaluasi maka guru-guru PAI dan para pengasuh murid, mushola dan pesantren perlu menyusun :
1.      Rumusan kompetensi mulai dari kompetensi dasar umum menjadi rumusan kompetensi spesifik yaitu indikator hasil belajar yang dapat diukur, serta disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang ada di masjid dan musholla.
2.      Menyusun instrumen serta prosedur penilaian yang cocok dengan kondisi lingkungan yang berorientasi pada penguasaan, pembuatan serta penggunaan rencana pembelajaran (silabus) secara nyata, bukan berorientasi pada pengujian penguasaan kognitif yang sederhana.

Langkah-langkah Mewujudkan Kerjasama Pembinaan Pendidikan Agama Islam
Dalam mewujudakan pola kerjasama dalam pembinaan Pendidikan Agama Islam, tergantung pada situasi dan kondisi yang ada di lingkungan sekolah tersebut. Diantaranya bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.      Menekankan kepada para siswa agar aktif belajar di mushalla masing-masing, pesantren yang menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam pada sore/malam hari.
2.      Mendatangi ustadz-ustadz di mushola, esantren (apabila ada) untuk mengkomunikasikan rencana sederhana Pendidikan Agama Islamyang perlu mendapatkan pengembangan lebih lanjut kepada mereka.
3.      Selanjutnya guru agama mengntrol kegiatan belajar Pendidikan Agama Islam para siswa di musholla-musholla dan pesantren.
4.      Mengkondisikan para siswa untuk mengikuti pendidikan di Madrasah Diniyah.
5.      Khusus untuk selama Bulan Ramadhan, para siswa diwajibkan untuk mengikuti kegiatan Bulan Ramadhan, seperti shalat tarawih, witir, tadarus Al-Qur’an dan kuliah subuh.
6.      Mengadakan komunikasi dengan orang tua siswa secara periodik baik melalui rapat formal maupun nonformal untuk mengontrol aktifitas siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar