Judul Buku : PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM BERBASIS KOMPETENSI
Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004
Penulis : Abdul
Majid S.Ag
Dian Andayani S.Pd
Pengatur : Dr. E
Mulyasa M.Pd
Penerbit :
Rosdakarya, Bandung, 2004
BAB 8
KETERPADUAN
PEMBELAJARAN PAI
A.
Isu-Isu Pendidikan Agama Islam
Kurikulum KBK yang merupakan seperangkat rencana dan
pengaturantentang kompetensidan hasil belajar yang harus dicapi oleh siswa.
Termasuk bagaimana melakukan penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan
pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Kompetensi dalam hal ini adalah suatu pengetahuan tentang sesuatu yang
diharapkan dapat dimiliki, disikapi dan dilakukan siswa dalam setiap tingkatan
kelas dan sekolah, termasuk pula menggambarkan emajuan siswa yang dicapai
secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
Rumusan tujuan pendidikan agama Islam di sekolah dasar dan menengah
yaitu untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik
tentang agama Islam sehingga sehingga maenjadi manusia muslim yang terus
berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya kepada Allah SWT serta berakhlak
mulai dalam kehidupan pribadinya, masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta
untuk melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi.
Jadi Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk membentuk prilaku dan
kepribadian individu sesuai dengan prinsip-prinsip dan konsep Islam dalam
mewujudkan nilai-nilai moral dan agama sebagai landasan pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
Menurut Soetomo bahwa dalam interaksi belajar mengajar ada beberapa
komponen harus terpenuhi yaitu, 1. Tujuan interaksi yang diharapkan , 2.
Bahan (pesan yang akan disampaikan), 3. Pendidikan dan siswa, 4.
Alat/sarana yang digunakan, 5. Metode yang digunakan untuk mencapai
materi, 6. Situasi lingkunan untuk menyampaikan agar tercapainya tujuan.
Menurut Mala Utsman ciri-ciri pendidikan Agama Islam sebagai
berikut :
1.
Pendidikan
Ketuhanan (Tauhid/aqidah)
2.
Pendidikan
faktual (Tarbiyah)
3.
Pendidikan
Kontinyu
Pengembangan
kurikulum Pendidikan Agama Islam secara nasional dalam KBK ditandai denan
ciri-ciri antara lain :
1.
Lebih
menitikberatkan pencapaian target kompetensi daripada penguasaan materi.
2.
Lebih
mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia
3.
Memberikan
kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk
mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
Berkenaan
dengan hal tersebut, Islam memandang bahwa pendidikan umum bertujuan untuk
mencapai manusia yang memiliki karakteristik : a. Hilmun yakni
kesanggupan atau kemampuan untuk menolak argumentasi orang bodoh dengan bahasa
yang santun, b. Wara’ yaitu tidak rakus, rendah hati, yang mampu
membentengi dirinya dari perbuatan maksiat, c. Husnul khuluq yakni
berakhlak baik sehingga ia bisa hidup diantara manusia.
Selama ini
muncul beberapa pendapat yang mengkritisi pendidikan Agama Islam di sekolah, diantaranya
:
a.
Hasil
belajar PAI di sekolah-sekolah belum sesui denan tujuan-tujuan Pendidikan Agama
Islam.
b.
Soedijarto
: pendidikan nasional belum sepenuhnya mampu mengembangkan manusia Indonesia
yang religius, erakhlak, berwatak ksatria dan patriotik.
c.
Mentri
agama (Said Agil al-Munawar) bahwa Pendidikan Agama Islam di sekolah mengalami
Masalah Metodologi.
Terhadap
realitas demikian, ada beberapa faktor yang perlu dianalisis dan segera
mendapatkan perhatian dari semua pihak, yaitu :
1.
Guru
2.
Proses
3.
Siswa
4.
Fasilitas
Departemen
Agama mengemukakan ciri-ciri siswa dan permasalahan yang dihadapinya pada
sekolah umum : 1. Kemampuan siswa heterogen; 2. Waktu (jam pelajaran) yang
terbatas; 3. Minat siswa besar pada mata pelajaran lain; dan sarana dan
prasarana PAI yang terbatas.
Tafsir
mengemukakan bahwa metode untuk menanamkan rasa iman ialah sebagai berikut :
1.
Metode
hiwar (percakapan)
2.
Metode
kisah
3.
Metode
amtsal (perumpamaan)
4.
Metode
keteladanan
5.
Metode
pembiasaan
6.
Metode
ibrah dan mauidzah
7.
Metode
targhib dan tarhib.
Zulkabir, dkk
dalam bukunya Islam Konseptual dan Kontekstual mengemukakan beberapa metode yang dikembangkan dalam
Al-Qur’an yaknisebagai berikut :
1.
Metode
dialog
2.
Metode
perenungan dan tafakur (ibrah)
3.
Metode
metafora atau perumpamaan.
Prses belajar
mengajar diharapakan dapat menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui
pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman
peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus
berkembang dalam keimanan, ketaqwaan kepada Allah SWT serta berakhlak mulia
dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Idealnya hasil
belajar sebagaimana dikemukakan oleh Soediarjo, menurut UNESCO belajar abad 21
harus berdasarkan empat pilar, yaitu :
1.
Learning
to know
2.
Learning
to do
3.
Learning
to be
4.
Learning
to life together
Akhmad Sanusi
mengemukakan bahwa fungsi pendidikan agama yang paling strategi adalah
penyadaran, pemahaman, pemaknaan dan pemberdayaan peserta didik agar mampu
menjalankan hablumminallah dan habluminannas secara mandiri,
berkembang, maju, optimis dan bertanggung jawab.
Kurikulum
Pendidikan Agama Islam di sekolah/madrasah berfungsi sebagai berikut :
1.
Pengembangan,
yaitu meningatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang
telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
2.
Penanaman
nilai sebagi pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat.
3.
Penyesuaian
mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan
ajaran Islam.
4.
Perbaikan,
yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan
kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman
ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
5.
Pencegahan,
yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain
yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia
Indonesia seutuhny.
6.
Pengajaran
tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nyata),
sistem dan fungsionalnya.
7.
Penyaluran,
yitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus dibidang agama
Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat
dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
Pada tingkat
sekolah dasar dan menengah pendekatan yang digunakan dalam Pendidikan Agama
Islam adalah :
1.
Pendekatan
keimanan
2.
Pengamalan
3.
Pembiasaan
4.
Rasional
5.
Emosional
6.
Fungsional
7.
Keteladanan
Beberapa faktor
yang menyebabkan rendahnya kualitas Pendidikan Agama Islam yaitu :
1.
Kualitas
dan kuantitas (kompetensi) guru yang masih rendah
2.
Proses
pembelajaran PAI selama ini cenderung lebih diarahkan pada pencapaian target
kurikulum
3.
Pembelajaran
PAI bukan diarahkan pada pencapaian dan penguasaan kompetensi, akan tetapi
terfokus pada aspek kognitif sehingga pembelajaran identik dengan hafalan,
caramah, dll
4.
Alokasi
waktu yang tersedia sangat sedikit sedangkan muatan materinya sangat padat
5.
Terbatasnya
sarana dan prasarana
6.
Penilaian
yang dilakukan cenderung hanya kepada satu aspek saja (kognitif)
Pola
keterpaduan Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi lebih
menekankan keterpaduan antara tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Departemen
Agama RI telah menggariskan pola kebijakan Pendidikan Agama Islam terpadu yang
meliputi :
1.
Keterpaduan
proses
2.
Keterpaduan
materi
3.
Keterpaduan
penyelenggaraan.
Konsep
pembelajaran yang komprehensif (menyeluruh) yang meliputi keterpaduan proses,
materi dan penyelenggaraan sebagai salah satu upaya dalam mengimplementasikan
Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Agama Islam yang harus diselenggarakan
dan dikelola secara kolektif.
Arah
penilaiannya dilakukan dengan penilaian berbasis kelas yang memperlihatkan tiga
ranah yaitu, pengetahuan (kognitif), sikap (Afektif), dan keterampilan
(psikomotor).
B.
Kesenjangan Materi Kurikulum PAI
Analisis terhadap kesenjangan rencana kurikulum Pendidikan Agama
Islam ini lebih diarahkan pada aspek materi serta tujuan-tujuan kurikulumnya,
berdasarkan karakteristik serta kelebihan dan kelemahan yang dimiliki dalam
organisasinya dengan kemungkinan penerapannya.
1.
Kemampuan
Membaca Al-Qur’an
Aspek-aspek pendukung untuk
keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan serta materi pelajaran seperti ini, perlu
disediakan waktu serta sarana lainnya yang diperlukan seperti Al-Qur’an dalam
jumlah yang memadai sesuai dengan jumlah siswa serta disesuaikan pula dengan
tingkat kecepatan penguasaan materi pelajaran masing-masing para siswa.
2.
Kemampuan
Praktek Ibadah
Penguasaan terhadap kemampuan praktek ibadah misalnya, pada siswa
tujuannya diarahkan pada penguasaan konsep-konsep tentang shalat fadhu dan
shalat jum’at serta do’a-do’a tertentu sesudah shalat, puasa dan zakat.
Pencapaian ke arah tujuan-tujuan tersebut dikembangkan melalui materi pelajaran
yang bersifat fakta-fakta, konsep-konsep serta kegiatan-kegiatan belajar yang
dikembangkan melalui pendekatan praktis terhadap para siswa.
C.
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kesenjangan Kurikulum PAI di
Sekolah
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan
implementasi kurikulum selama ini, diantaranya adalah :
1.
Persepsi
Guru Agama
Pada saat ini ada kecenderungan
bahwa perhatian guru agama lebih tertuju kepada strukur kurikulum PAI, seperti
analisis materi pelajaran, merumuskan tujuan (TPK) dari TPU serta berbagai
urusan administrasi pengajaran lainnya, sedangkan bagaimana visi pemikiran yang
dikehendaki para pengembang kurikulum yang tercantum dalam Tujuan Pendidikan
Nasional serta relevansinya dengan rumusan kompetensi PAI,, kuran mendapat
perhatian.
2.
Terbatasnya
Sarana dan Fasilitas yang dimiliki Sekolah
Keterbatasan pada faktor sarana dan
fasilitas misalnya yang ada pada sekolah saat ini bersifat kausalitas, yakni
keterbatasan pada faktor ini akan memunculkan kesenjangan dalam proses penerapan
kurikulum dan kesenjangan dalam proses itu selanjutnya akan memunculkan
kesenjangan dalam hasil-hasil yang diperolehnya.
D.
Keterpadun KBK PAI
Secara konseptual keterpaduan pelaksanaan kurikulum PAI didasarkan
pada :
1.
Karakteristik
yang paling menonjol dalam organisasi tujuan-tujuan yang diwujudkan dalam
kompetensi kurikulum Pendidikan Agama Islam, bersifat developmental,
kompetensi-kompetensi itu tidak dapat dikembangkan dalam waktu serta lingkungan
belajar yang sangat terbatas.
2.
Teori
yang mengatakan “belajar adalah change in behavior” tampaknya lebih
relevant dengan penerapan kurikulum Pendidikan Agama Islam daripada sekedar
menambah dan mengumpulkan pengetahuan saja.
3.
Setting
belajar yang naturalistik teryata lebih efektif dalam pencapaian hasil
dibandingkan dengan setting belajar di kelas dengan pendekatan yang
verbalistik.
4.
Upaya
mensintesis dan internalisasi nilai-nilai religius agar menjadi suatu sistem
nilai yang mantap dan mendalam, sehingga benar-benar menjadi sesuatu yang
dipedomani dalam kehidupan sehari-hari perlu memperhatikan prinsip-prinsip:
kontinuitas, relevansi dan efektifitas dalam pengembangannya.
Secara
operasional pelaksanaan kerjasama (keterpaduan) pelaksanaan kurikulum PAI
didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut :
1.
Pelaksanaan
pendidikan agama Islam di mushola dan masjid lebih mengarah pada penerapannya
dengan pendekatan afektif dan psikomotor serta didukung oleh setting pendidikan
yang naturalistik. Keadaan seperti ini diharapkan mampu menutup kesenjangan
kurikulum Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi yang dikembangkan di
Sekolah.
2.
Harus
diakui bahwa instrumen serta prosedur yang diterapkan dalam pelaksanaan
Pendidikan Agma Islam di musholah dan masjid lebih mengarah pada student
cntered dengan sistem evaluasiyang high level yakni diarahkan pada
penguasaan periku oleh para peserta didik, bukan pada penguasaan kognitif yang
rendah, juga tidk mungkin dapat dicapai dengan instrumen evaluasi klasik
seperti true false, matching, multiple choice, sort answer dan sejenisnya.
Bentuk kerjasama dalam Penerapan Kurikulum PAI
Salah satu
bentuk kerjasama dalam penerapan kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah sistem
kerjasama antara guru-guru dan dengan orang tua murid, hal itu berbentuk :
1.
Bentuk
kerja sama informal individual
2.
Formil
organisatoris.
Dasar
dilibatkannya orang tua serta orang-orang dewasa disekitarnya dalam pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam didasarkan pada :
1.
Para
guru PAI melaksanakan tugas mereka berdasarkan pada surat tugasnya yang
diperoleh dengan beberapa persyaratan formal tertentu, maka bagi para orangtua
kewajiban yang diterimanya itu itu secara langsung dari Allah SWT, tuhan yang
berada dalam hidup serta iman mereka, tanpa persyaratan serta kriteria formal
lagi.
2.
Secara
formal dalam UUSPN No.20 Tahun 2003, Pasal 46.
Realisasi
hubungan antara sekolah dengan keluarga dapat dilaksanakan secara formal dengan
event-event kegiatan :
1.
Pertemuan
Rutin
2.
Pertemuan-pertemuan
yang insidental.
Jika hubungan
kerjasama itu ditempuh denga jalur informal, maka event-event itu dapat
dilaksanakan atas dasar motivasi internal, baik para orang tua yang berkunjung
ke sekolah (tanpa harus diundang), atau sebaliknya guru yang mengadakan
kunjungan rumah pada waktu tertentu di luar jam sekolah.
Tujuan
dilaksanakannya hubungan kerjasama antara guru dan orang tua murid adalah :
1.
Berusaha
mendorong dan mengingatkan hubungan baik antara keluarga, masyarakat, sekolah
dan pemerintah, baik secara perseorangan maupun organisasi.
2.
Untuk
menangkal atau menetralisir kemungkinan terjadinya bentrokan pengaruh-pengaruh
edukatif yang diberikan di sekoalah dan di keluarga.
3.
Diharapkan
akan dapat menjadi salah satu instrumen pendukung bagi upaya peningkatan
kualitas hasil belajar siswa pada bidang PAI secara menyeluruh.
Bentuk kedua dalam
penerapan program PAI secara terpadu adalah kerjasama antara sekolah dengan
masyarkat. Yang dimaksud dengan kerjasama disini adalah kerjasama dengan
lembaga-lembaga pendidikan Agama Islam nonformal yang ada di masyarakat,
seperti masjid dan mushola, pesantren dengan guruguru agama Islam sebagai play
maker-nya.
Dasar
dilibatkannya masyarakat dalam PAI adalah :
1.
UUSPN
No.20 Tahun 2003, Bab IV Pasal 5-12
2.
KBKPA,
bahwa pembinaan PAI perlu dikembangkan dengan menekankan keterpaduan antara
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
3.
Firman
Allah SWT dalam QS. Al-Maidah ayat 6.
Tujuan
dilaksanakannya kerjasama sekolah dengan lingkungan-lingkungan pendidikan Agama
nonformal yang berada di masyarakat sekitar adalah :
1.
Diharapkan
akan dapat mengurangi kesenjangan kurikulum PAI pada sekolah, dalam dimensi
rencana dan prosesnya.
2.
Sebagai
upaya untuk pemerataan hasil-hasil yang diperoleh para siswa sekolah dalam
bidang PAI.
3.
Diharapkan
pula dapat meningkatkan kualitas hasil yang diperoleh dlaam PAI, dengan asumsi
“semakin tinggi proses diharapkan akan semakin tinggi pula hasil yang
dicapainya.
Program
penerapan kurikulum secara terpadu dengan masyarakat sekitar ini disusun oleh
guru-guru PAI dengan offesial sekolah lainnya, juga melibatkan masyarakat
(orang tua murid, para kyai, serta para pengasuh masjid dan mushala serta
pondok pesantren).
Sebagi tindakan
evaluasi terhadap program penerapan kurikulum secara terpadu ini dilaksanakan
berdasarkan kerajasama antara sekolah dan para pengasuh masjid, mushola dan
pesantren. Untuk efktivitas serta efisiensi evaluasi maka guru-guru PAI dan
para pengasuh murid, mushola dan pesantren perlu menyusun :
1.
Rumusan
kompetensi mulai dari kompetensi dasar umum menjadi rumusan kompetensi spesifik
yaitu indikator hasil belajar yang dapat diukur, serta disesuaikan dengan
kondisi-kondisi yang ada di masjid dan musholla.
2.
Menyusun
instrumen serta prosedur penilaian yang cocok dengan kondisi lingkungan yang
berorientasi pada penguasaan, pembuatan serta penggunaan rencana pembelajaran
(silabus) secara nyata, bukan berorientasi pada pengujian penguasaan kognitif
yang sederhana.
Langkah-langkah Mewujudkan Kerjasama Pembinaan Pendidikan Agama
Islam
Dalam
mewujudakan pola kerjasama dalam pembinaan Pendidikan Agama Islam, tergantung
pada situasi dan kondisi yang ada di lingkungan sekolah tersebut. Diantaranya
bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.
Menekankan
kepada para siswa agar aktif belajar di mushalla masing-masing, pesantren yang
menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam pada sore/malam hari.
2.
Mendatangi
ustadz-ustadz di mushola, esantren (apabila ada) untuk mengkomunikasikan
rencana sederhana Pendidikan Agama Islamyang perlu mendapatkan pengembangan
lebih lanjut kepada mereka.
3.
Selanjutnya
guru agama mengntrol kegiatan belajar Pendidikan Agama Islam para siswa di
musholla-musholla dan pesantren.
4.
Mengkondisikan
para siswa untuk mengikuti pendidikan di Madrasah Diniyah.
5.
Khusus
untuk selama Bulan Ramadhan, para siswa diwajibkan untuk mengikuti kegiatan
Bulan Ramadhan, seperti shalat tarawih, witir, tadarus Al-Qur’an dan kuliah
subuh.
6.
Mengadakan
komunikasi dengan orang tua siswa secara periodik baik melalui rapat formal
maupun nonformal untuk mengontrol aktifitas siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar