Laman

Minggu, 28 Desember 2014

Perilaku menghindarkan diri dari pergaulan bebas dan perbuatan zina



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan  individu, dapat juga  oleh individu dengan kelompok. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya.
Pergaulan bebas adalah salah satu kebutuhan hidup dari makhluk manusia sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). bebas diidentikan sebagai bentuk dari pergaulan luar batas atau bisa juga disebut pergaulan liar. Pergaulan bebas juga dapat didefinisikan sebagai melencengnya pergaulan seseorang dari pergaulan yang benar, pergaulan liar. Oleh sebab itu pada makalah ini akan dibahas tentang “Perilaku menghindarkan diri dari pergaulan bebas dan perbuatan zina” agar mengetahui bagaimana untuk menghindari pergaulan bebas tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Memahami Makna Larangan Pergaulan Bebas dan Zina ?
2.      Bagaimana Ayat-ayat Al-Qurān dan Hadis tentang Larangan Mendekati Zina ?
3.      Bagaimana Menerapkan Prilaku Mulia ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Memahami Makna Larangan Pergaulan Bebas dan Zina
Pergaulan bebas yang dimaksud pada bagian ini adalah pergaulan yang tidak dibatasi oleh aturan agama maupun susila. Salah satu dampak negatif dari pergaulan bebas adalah perilaku yang sangat dilarang oleh agama Islam, yaitu zina. Hal inilah yang menjadi fokus bahasan pada bagian ini.
1.      Pengertian Zina
Secara bahasa, zina berasal dari kata zana-yazni yang artinya hubungan persetubuhan antara perempuan dengan laki-laki yang sudah mukallaf (balig) tanpa akad nikah yang sah. Jadi, zina adalah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri di luar tali pernikahan yang sah menurut syariat Islam.
2.      Hukum Zina
Terkait hukum zina, semua ulama sepakat bahwa zina hukumnya haram, bahkan zina dianggap sebagai puncak keharaman. Hal tersebut didasarkan pada firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Isrā/17:32. Menurut pandangan hukum Islam, perbuatan zina merupakan dosa besar yang dikategorikan sebagai perbuatan yang keji, hina, dan buruk.
3.      Kategori Zina
Perbuatan zina dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut.
a.       Zina Muhsan, yaitu pezina sudah balig, berakal, merdeka, sudah pernah menikah. Hukuman terhadap zina Muhsan adalah dirajam (dilempari dengan batu sederhana sampai meninggal).
b.      Zina Gairu Muhsan, yaitu pezina masih lajang, belum pernah menikah. Hukumannya adalah didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun.
4.      Hukuman bagi Pezina
Dalam hukum Islam, zina dikategorikan perbuatan kriminal atau tindak pidana. Sehingga orang yang melakukannya dikenakan sanksi atau hukuman sesuai dengan syariat Islam. Hukuman pelaku zina adalah sebagai berikut:
a.       Dera atau pukulan sebanyak 100 (seratus) kali bagi pezina gairu Muhsan dan ditambah dengan mengasingkan atau membuang pelakunya ke tempat yang jauh dari tempat mereka. Hal dini didasarkan pada firman Allah Swt. dalam Q.S. an-Nūr/24:2 serta hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid.
b.      Dirajam sampai mati bagi pezina Muhsan. Hukuman rajam dilakukan dengan cara pelaku dimasukan ke dalam tanah hingga dada atau leher. Tempat untuk melakukan hukuman rajam adalah di tempat yang banyak dilalui manusia atau tempat keramaian. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, dan An-Nasai.
5.      Hukuman bagi yang Menuduh Zina (Qadzaf)
Mengingat beratnya hukuman bagi pelaku zina, hukum Islam telah menentukan syarat-syarat yang berat bagi terlaksananya hukuman tersebut, antara lain sebagai berikut.
a.       Hukuman dapat dibatalkan bila masih terdapat keraguan terhadap peristiwa atau perbauatan zina itu. Hukuman tidak dapat dijalankan setelah benar-benar diyakini tidak terjadi perzinaan.
b.      Untuk meyakinkan perihal terjadinya zina tersebut, haruslah ada empat orang saksi laki-laki yang adil. Dengan demikian, kesaksian empat orang wanita tidak cukup untuk dijadikan bukti, sebagaimana empat orang kesaksian laki-laki yang fasik.
c.       Kesaksian empat orang laki-laki yang adil ini pun masih memerlukan syarat, yaitu bahwa setiap mereka harus melihat persis proses zina itu.
d.      Andai seorang dari keempat saksi itu menyatakan kesaksian yang lain dari kesaksian tiga orang lainnya atau salah seorang di antaranya mencabut kesaksiannya, terhadap mereka semuanya dijatuhkan hukuman menuduh zina. Hukuman bagi penuduh zina terhadap perempuan baik-baik adalah dengan didera sebanyak 80 (delapan puluh) kali deraan. Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt. dalam Q.S. An-Nur/24:4.
Sekarang menjadi sangat jelas bahwa Islam melarang keras hubungan seksual atau hubungan biologis di luar pernikahan, apa pun alasannya. Karena perbuatan ini sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan mengingkari tujuan pembentukan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Islam menghendaki agar hubungan seksual tidak saja sekedar memenuhi kebutuhan biologis, tetapi islam menghendaki adanya pertemuan dua jiwa dan dua hati di dalam naungan rumah tangga tenang, bahagia, saling setia, dan penuh kasih sayang. Dua insan yang menikah itu akan melangkah menuju masa depan yang cerah dan memiliki keturunan yang jelas asal usulnya.
Tujuan pernikahan  itu  akan menjadi rusak porak-poranda jika dikotori dengan zina. Sehingga tidak mengherankan jika perzinaan akan banyak menimbulkan problema sosial yang sangat membahayakan masyarakat, seperti bercampuraduknya keturunan, menimbulkan rasa dendam, dengki, benci, sakit hati, dan menghancurkan kehidupan rumah tangga. Sungguh Allah Swt. dan Rasulullah saw. melindungi kita semua dengan ajaran yang sangat mulia.
Begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari pergaulan bebas. Patut menjadi perhatian bagi generasi muda bahwa mereka sedang mempertaruhkan masa depannya jika terlibat dalam pergaulan bebas yang melampaui batas. Bergaul memang perlu, tetapi seyogyanya dilakukan dalam batas wajar, tidak berlebihan. Remaja adalah tumpuan masa depan bangsa. Jika moral dan jasmaniah para remaja mengalami kerusakan, begitu pula masa depan bangsa dan negara akan mengalami kehancuran. Jadi, jika kamu memikirkan masa depan diri dan juga keturunan, sebaiknya selalu konsisten untuk mengatakan tidak pada pergaulan bebas karena dampak pergaulan bebas bersifat sangat merusak dari segi moral maupun jasmaniah.
Di antara dampak negatif zina adalah sebagai berikut.
a.       Mendapat laknat dari Allah Swt. dan rasul-Nya.
b.      Dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat.
c.       Nasab menjadi tidak jelas.
d.      Anak hasil zina tidak bisa dinasabkan kepada bapaknya.
e.       Anak hasil zina tidak berhak mendapat warisan.

B.     Ayat-ayat Al-Qurān dan Hadis tentang Larangan Mendekati Zina
1.      Q.S. al-Isra’ (17) : 32

Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina itu sungguh suatu yang keji, dan jalan yang buruk” (Q.S al-Isra’ :32)
Kandungan Ayat
Secara umum Q.S. al-Isrā’/17:32 mengandung larangan mendekati zina serta penegasan bahwa zina merupakan perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. Allah Swt. secara tegas memberi predikat terhadap perbuatan zina melalui ayat tersebut sebagai perbuatan yang merendahkan harkat, martabat, dan kehormatan manusia. Karena demikian bahayanya perbuatan zina, sebagai langkah pencegahan, Allah Swt. melarang perbuatan yang mendekati atau mengarah kepada zina.
Imam Sayui dalam kitabnya al-Jami al-Kabir menuliskan bahwa perbuatan zina dapat megakibatkan enam dampak negatif bagi pelakunya. Tiga dampak negatif menimpa pada saat di dunia dan tiga dampak lagi akan ditimpakan kelak di akhirat.
a.       Dampak di dunia
1)      Menghilangkan wibawa. Pelaku zina akan kehilangan kehormatan,   martabat atau harga dirinya di masyarakat. Bahkan pezina disebut sebagai sampah masyarakat yang telah mengotori lingkungannya.
2)      Mengakibatkan kefakiran, Perbuatan   zina   juga   akan   mengakibatkan   pelakunya   menjadi miskin sebab ia akan selalu mengejar kepuasan birahinya. Ia harus mengeluarkan biaya untuk memenuhi nafsu birahinya, yang pada dasarnya tidaklah sedikit.
3)      Mengurangi umur, Perbuatan zina tersebut juga akan mengakibatkan umur pelakunya berkurang lantaran akan terserang penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Saat ini banyak sekali penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh perilaku seks bebas, seperti HIV/AIDS, infeksi saluran kelamin, dan sebagainya.
b.      Dampak yang akan dijatuhkan di akhirat
1)      Mendapat murka dari Allah Swt.
Perbuatan zina merupakan salah satu dosa besar sehingga para pelakunya akan mendapat murka dari Allah Swt. kelak di akhirat.
2)      Hisab yang jelek (banyak dosa)
Pada saat hari perhitungan amal (yaumul Hisab), para pelaku zina akan menyesal karena mereka akan diperlihatkan betapa besarnya dosa akibat perbuatan zina yang dia lakukan semasa hidup di dunia. Penyesalan hanya tinggal penyesalan, semuanya sudah terlanjur dilakukan.
3)      Siksaan di neraka
Para pelaku perbuatan zina akan mendapatkan siksa yang berat dan hina kelak di neraka. Dikisahkan pada saat Rasulullah saw. melakukan Isra’ dan Miraj beliau diperlihatkan ada sekelompok orang yang menghadapi daging segar tapi mereka lebih suka memakan daging yang amat busuk daripada daging segar. Itulah siksaan dan kehinaan bagi pelaku zina. Mereka berselingkuh padahal mereka mempunyai istri atau suami yang sah. Kemudian, Rasulullah saw. juga diperlihatkan ada satu kaum yang tubuh mereka sangat besar, namun bau tubuhnya sangat busuk, menjijikkan saat dipandang, dan bau mereka seperti bau tempat pembuangan kotoran (comberan). Rasul kemudian bertanya, ‘Siapakah mereka? Dua Malaikat yang mendampingi beliau menjawab, “Mereka adalah pezina laki-laki dan perempuan.
2.      Q.S an-Nur (24) : 2


Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah Swt., jika kamu beriman kepada Allah Swt. dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.
Kandungan Ayat
Kandungan Q.S. an-Nµr/24:2 adalah :
a.       Perintah Allah Swt. untuk mendera pezina perempuan dan pezina laki-laki masing-masing seratus kali.
b.      Orang yang beriman dilarang berbelas kasihan kepada keduanya untuk melaksanakan hukum Allah Swt.
c.       Pelaksanaan  hukuman  tersebut  disaksikan  oleh  sebagian  orang-orang yang beriman.
Dalam pandangan Islam, zina merupakan perbuatan kriminal (jarimah) yang dikatagorikan hukuman Hudud, yakni sebuah jenis hukuman atas perbuatan maksiat yang menjadi hak Allah Swt. Tidak ada seorang pun yang berhak memaafkan kemaksiatan zina tersebut, baik oleh penguasa atau pihak berkaitan dengannya. Berdasarkan Q.S. an-Nµr/24:2, pelaku perzinaan, baik laki-laki maupun perempuan harus dihukum dera (dicambuk) sebanyak 100 kali.  Namun,  jika  pelaku  perzinaan  itu  sudah  muhsan  (pernah  menikah), sebagaimana ketentuan hadis Nabi saw maka diterapkan hukuman rajam.
Dalam konteks ini yang memiliki hak untuk menerapkan hukuman tersebut hanya khalifah (kepala negara) atau orang-orang yang ditugasi olehnya. Ketentuan ini berlaku bagi negeri   yang menerapkan syariat Islam sebagai hukum  positif dalam  suatu  negara.  Sebelum  memutuskan  hukuman  bagi pelaku zina maka ada empat hal yang dapat dijadikan sebagai bukti, yakni: (1) saksi, (2) sumpah, (3) pengakuan, dan (4) dokumen atau bukti tulisan. Dalam kasus perzinaan, pembuktian perzinaan ada dua, yakni saksi yang berjumlah empat orang dan pengakuan pelaku.
Sedangkan pengakuan pelaku, didasarkan beberapa hadis Nabi saw. Maiz bin al-Aslami, sahabat Rasulullah saw. dan seorang wanita dari al-Gamidiyyah dijatuhi hukuman rajam ketika keduanya mengaku telah berzina. Di samping kedua bukti tersebut, berdasarkan Q.S. an-Nµr/24:6-10, ada hukum khusus bagi suami yang menuduh istrinya berzina. Menurut ketetapan ayat tersebut seorang suami yang menuduh istrinya berzina sementara ia tidak dapat mendatangkan empat orang saksi, ia dapat menggunakan sumpah sebagai buktinya. Jika ia berani bersumpah sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa dia termasuk orang-orang yang benar, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah Swt. atas dirinya jika ia termasuk yang berdusta, maka ucapan sumpah itu dapat mengharuskan istrinya dijatuhi hukuman rajam. Namun demikian, jika istrinya juga berani bersumpah sebanyak empat kali yang isinya bahwa suaminya termasuk orang-orang yang berdusta, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah Swt. atas dirinya jika suaminya termasuk orang-orang yang benar, dapat menghindarkan dirinya dari hukuman rajam. Jika ini terjadi, keduanya dipisahkan dari status suami istri, dan tidak boleh menikah selamanya. Inilah yang dikenal dengan lian.
Tuduhan perzinahan harus dapat dibuktikan dengan bukti-bukti yang kuat, akurat, dan sah. Tidak boleh menuduh seseorang melakukan zina tanpa dapat mendatangkan empat orang saksi dan bukti yang kuat.
3.      Hadis tentang Larangan Mendekati Zina
“Barangsiapa beriman kepada Allah Swt. dan hari akhir maka janganlah berdua-duaan dengan wanita yang tidak bersama mahramnya karena yang ketiga adalah setan.(H.R. Ahmad).

C.    Menerapkan Prilaku Mulia
Pernerapan perilaku tersebut dalam pergaulan sehari-hari di antaranya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.       Menjaga Pergaulan yang sehat
Rasulullah saw. memberikan batasan berupa larangan berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan melalui hadis berikut:
“Dari Ibnu Abbas; bahwa Rasulullah saw. bersabda, Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mah}ramnya), dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mah}ramnya ...(H.R. Bukhari dan Muslim)
2.       Menjaga Aurat
Aurat merupakan bagian dari tubuh yang harus dilindungi dan ditutupi agar terjaga dari pandangan lawan jenis. Aurat perempuan adalah seluruh bagian tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Sedangkan aurat laki-laki adalah bagian tubuh antara pusar sampai dengan lutut.
Firman Allah Swt. yang artinya, “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya” (Q.S. an- Nµr/24:31)
3.       Menjaga pandangan
Pandangan pertama yang tidak sengaja diperbolehkan, tetapi jika berkelanjutan maka haram  hukumnya. Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Dari Abdulah bin Buraidah dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada Ali bin Abi °alib, Hai Ali! Janganlah kau ikuti pandangan pertama dengan pandangan selanjutnya, karena yang pertama dimaafkan, tapi yang selanjutnya tidak. (H.R. Ahmad)
Untuk menjaga agar pandangan pertama tidak disertai tujuan lain tersebut, cepatlah kendalikan diri kita. Salah satunya dengan cara menundukkan pandangan.  Sebelum  iblis  memasuki  atau  mempengaruhi  pikiran  dan  hati kita. Segera  mohon pertolongan kepada Allah Swt. agar kita tidak mengulangi pandangan yang mengandung unsur nakal itu.
4.       Menjaga kehormatan
Organ paling pribadi manusia sering disebut atau diperhalus dengan kata “kehormatan.  Jika direnungkan secara mendalam, sebutan ini sungguh sangat arif dan tepat. Benteng paling akhir dari harga diri dan kehormatan manusia baik laki-laki maupun perempuan adalah pada organ tubuh yang paling pribadi tersebut. Terkadang organ vital manusia juga disebut dengan kemaluan. Hal ini juga relevan karena palang pintu rasa malu terakhir adalah pada bagian tubuh tersebut. Orang dewasa yang normal, baik laki-laki maupun perempuan  tentu sangat malu jika organ vitalnya itu terlihat oleh pihak lain yang tidak mempunyai hak untuk memandangnya.
5.       Meningkatkan aktivitas dan rajin berpuasa
Bagi para pemuda dan remaja yang belum menikah disarankan untuk memperbanyak aktivitas atau   kegiatan yang positif. Cara lain yang bisa ditempuh untuk menahan nafsu bagi para pemuda dan remaja yang belum menikah adalah dengan berpuasa sunah. Islam itu indah dan sehat, dengan taat beribadah dan rajin puasa maka otomatis pikiran dan hati menjadi bersih dan jernih. Tidak akan terlintas di pikiran kita untuk melakukan hal yang melanggar kesusilaan. Perhatikan hadis Rasulullah saw. berikut ini yang artinya, “Dari Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah ia berkata; Rasulullah saw. mengatakan kepada kami, Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu ba`ah maka menikahlah karena hal itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah berpuasa karena hal itu dapat menekan hawa nafsunya.” (H.R. Ahmad).[1]







BAB III
TELAAH MATERI

A.    Telaah Substansi
Dalam buku materi telah disebutkan materi tetang zina namun belum ditemukan adanya kriteria zina, penulis menemukan dalam buku Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer karangan Hassan Saleh, agar siswa lebih memahami apa yang disebut zina. Sesuatu perbuatan disebut zina, sebab:
a.    Zina adalah peristiwa hubungan kelamin (sexual intercross) dengan cara memasukkan alat vital (zakar) pria kedalam alat vital (farj) wanita yang bukan istrinya.
b.    Peristiwa hubungan kelamin (sexual intercross) tersebut merupakan perbuatan haram, karena dilakukan anatara pria dan wanita dalam hubungan di luar perkawinan. Sifat keharaman perbuatan itu hanya dapat dihilangkan melalui perkawinan yang sah.
c.    Peristiwa hubungan kelamin (sexual intercross) tersebut merupakan penyaluran nafsu seks yang disenangi, karena dilakukan pria dengan wanita hidup.
d.   Peristiwa hubungan kelamin (sexual intercross) tersebut merupakan perbuatan yang dilakukan secara sadar, bukan karena suatu kekeliruan.[2]
Penulis juga menemukan bagaimana bukti berbuat zina pada buku yang sama yang belum termuat di dalam materi, yakni:
a.    Adanya saksi
Perbuatan zina harus dibuktikan dengan adanya saksi yang berjumlah empat orang laki-laki, beragama islam, adil, dan dapat dipercaya. Firman Allah :
IMG_20140305_115059.jpg

Artinya :
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). . . (QS an-Nisa’: 15)
b.    Adanya pengakuan
Jarimah zina dapat diterapkan dengan adanya pengakuan si pelaku. Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad menyaratkan pengakuan ini harus berulang empat kali, karena dianalogikan kepada empat orang saksi, juga atas dasar hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, bahwa seseorang telah menghadap Rasulullah saw. Di suatu masjid yang mengaku telah berbuat zina. Namun , Rasulullah berpaling daripadanya. Pengakuan tersebut dikemukakan orang itu berulang-ulang hingga empat kali. Setelah pengakuan yang keempat, Rasulullah saw. Berkata: “apakah engkau gila?”, dan seterusnya. Akan tetapi, menurut Imam Malik dan Imam Syafii, pengakuan tersebut cukup satu kali saja, karena pengakuan itu merupakan suatu berita, dan berita itu tidak diperlukan pengulangan. Dasarnya adalah ungkapan hadis itu juga yang menyatakan: “bila orang itu mengaku, maka rajamlah.
c.    Adanya kehamilan
Jika wanita hamil diluar nikah, dan ia sendiri tidak (mengaku) bahwa dirinya dipaksa melakukan zina denganlawan jenisnya, maka ia dikenakan had zina. Jika terbukti bahwa kehamilannya adalah karena dipaksa (diperkosa), maka gugurlah had zina baginya. Dasarnya adalah pernyataan Rasulullah saw. Yang dikemukakan Umar bin Khathtab yang telah dikutip terdahulu: “sesungguhnya rajam adalah sangsi bagi orang yang melakukan zina, baik laki-laki maupun perempuan yang telah menikah”.[3]
Penulis juga menemukan tafsiran Q.S al-Isra’ : 32 dalam Tafsir Al- Misbah karangan M.Quraish Shihab bahwa Ayat ini menegaskan bahwa ; janganlah kamu mendekati zina dengan melakukan hal-hal, walaupun dalam bentuk menghayalkannya, sehingga dapat menghantarkan kamu terjerumus dalam keburukan itu ; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang amat keji yang melampaui batas dalam ukuran apapun dan suatu jalan yang buruk dalam menyalurkan kebutuhan biologis.[4]

B.     Telaah Formatif
1.      Kompetensi Inti
KI-1.   Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI-2.    Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerja sama, cinta damai, responsif dan  pro-aktif ) dan  menunjukkan  sikap sebagai  bagian dari solusi atas berbagai  permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara  efektif dengan lingkungan  sosial dan  alam  serta  dalam menempatkan  diri sebagai  cerminan  bangsa   dalam  pergaulan dunia.
KI-3.    Memahami, menerapkan dan menganalisis  pengetahuan faktual, konseptual,   prosedural    dalam   ilmu   pengetahuan,  teknologi, seni, budaya, dan humaniora  dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan  peradaban terkait  fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang  spesifik sesuai  dengan bakat  dan  minatnya  untuk memecahkan masalah.
KI-4.    Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
2.      Kompetensi Dasar
1.3       Meyakini kebenaran hukum Islam
2.4       Menunjukkan perilaku menghindarkan diri dari pergaulan bebas dan perbuatan zina sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. al- Is’/17:32 dan Q.S. an-Nµr/24:2 serta hadis yangterkait.
3.3       Menganalisis   Q.S. al-Is’/17:32 dan   Q.S. an-Nµr/24:2 tentang larangan pergaulan bebas dan perbuatan zina.
4.2.1   Membaca  dan memahami Q.S. al-Is’/17:32 dan Q.S. an-Nµr/24:2sesuai dengan kaidah tajw³d dan makhrajul huruf.
4.2.2    Mendemonstrasikan hafalan Q.S. al-Is’/17:32 dan Q.S. an-Nµr/24:2 dengan lancar.           
3.      Alokasi Waktu
Alokasi waktu yang digunakan yakni 2 jam pelajaran (2 x 45 menit), jika dilihat dari materi yang akan diajarkan dengan alokasi waktu yang telah ditentukan maka sudah sangat cukup.
4.      Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam penulisan materi SKI ini sudah cukup mudah dipahami oleh siswa kelas X SMA.
5.      Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang bisa digunakan yakni model pembelajaran Inquiri.
6.      Metode Pembelajaran
metode yang dapat digunakan adalah metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan praktik.
7.      Media Pembelajaran dan alat pembelajaran
Media yang dapat digunakan yakni, lembar kerja, power point, Al-qur’an digital
Alat pembelajaran yang dapat digunakan yakni, laptop dan LCD.
8.      Evaluasi
Soal evaluasi yang terdapat pada buku sudah cukup sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai dan sudah sesuai dengan materi.

BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.       Mahasuci dan Maha Mulia Allah Swt. yang menghendaki manusia untuk menjadi makhluk-Nya yang mulia dan bermartabat termasuk dalam hal menyalurkan kebutuhan biologis.
2.       Secara umum Q.S. al-Isrā’/17:32 mengandung pesan-pesan mengenai larangan mendekati zina karena zina merupakan perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.
3.       Zina adalah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri di luar tali pernikahan yang sah.
4.       Q.S. an-Nµr/24:2 berisi perintah Allah Swt. untuk mendera pezina perempuan dan pezina laki-laki masing-masing seratus kali.
5.       Zina dikategorikan menjadi 2 macam :
a.       Muhsan, yaitu pezina sudah balig, berakal, merdeka, sudah pernah menikah. Hukuman  terhadap  muhsan  dirajam  (dilempari  dengan  batu  sederhana sampai mati)
b.      Gairu muhsan, yaitu pezina masih lajang, belum pernah menikah. Hukumannya adalah didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun.
6.       Tuduhan  perzinaan  harus  dapat  dibuktikan  dengan  bukti-bukti  yang  kuat, akurat, dan sah. Tidak boleh menuduh seseorang melakukan zina, tanpa dapat mendatangkan empat orang saksi.
7.       Di antara dampak negatif zina adalah sebagai berikut.
a.       Mendapat laknat dari Allah Swt. dan rasul-Nya.
b.      Dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat.
c.       Nasab menjadi tidak jelas.
d.      Anak hasil zina tidak bisa dinasabkan kepada bapaknya.
e.      Anak hasil zina tidak berhak mendapat warisan.
8.       Menghindari lingkungan yang di dalamnya terdapat perilaku hidup serba boleh atau serba bebas, karena akan mengakibatkan dampak negatif terhadap perilaku hidup yang suci dan terhormat. Hendaknya berupaya untuk selalu berada di tengah-tengah lingkungan yang sehat dan baik agar terjaga diri dan keluarga dari kemaksiatan dan kemunkaran.

B.     Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan tentang masuknya Islam ke Jawa dan peran para Walisongo. Kami sarankan agar pembaca mencari referensi lain untuk menambah wawasan Anda. Kami mohon maaf apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan baik dalam segi tulisan, tanda baca, maupun kesalahan lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014,  Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Jakarta.
Hassan Saleh, 2008, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
M.Quraish Shihab, 2002, Tafsir Al- Misbah Jakarta; Lentera Hati, terjemah.


 


[1] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, (Jakarta, 2014) Hal.181-190.
[2] Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008), hal. 437-438.
[3] Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, hal. 439-440.
[4] M.Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah (Jakarta; Lentera Hati ,2002) terj. Hal. 458.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar