Laman

Rabu, 09 November 2016

TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu yang digunakan dalam proses pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam sebagai pedoman umat manusia khususnya umat Islam.
Pendidikan adalah segala upaya , latihan dan sebagainya untuk menumbuh kembangkan segala potensi yang ada dalam diri manusia baik secara mental, moral dan fisik untuk menghasilkan manusia yang dewasa dan bertanggung jawab sebagai makhluk yang berbudi luhur.
Sedangkan pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam yang mencangkup semua aspek kehidupan yang dibutuhkan manusia sebagai hamba Alloh sebagaimana Islam sebagai pedoman kehidupan dunia dan akhirat.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin bertambah dan luas, maka pendidikan Islam bersifat terbuka dan akomodatif terhadap tuntutan zaman sesuai norma-norma Islam.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang tokoh-tokoh indonesia dan pemikiranya dalam pendidikan islam, setiap tokoh mempunyai pemikiran berbeda-beda tergantung pada pandangan mereka. Dalam makalah ini akan dijelaskan pemikiran-pemikiran tersebut.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Siapa sajakah tokoh-tokoh Indonesia dalam pendidikan islam ?
2.      Bagaimanakah pemikiran masing-masing tokoh?
C.    TUJUAN MASALAH
1.      Agar kita dapat mengetahui tokoh-tokoh Indonesia dalam pendidikan islam.
2.      Agar kita dapat mengetahui pemikiran para tokoh pada waktu itu dalam pendidikan islam di Indonesia.
D.    METODE PENELITIAN
Metode yang kami gunakan dalam menyusu makalah ini adalah metode kepustakaan.








BAB II
PEMBAHASAN
Tokoh-Tokoh dan Pemikiran dalam Pendidikan
1.      Syaikh Abdullah Ahmad
a.      Sejarah Kehidupannya
Syaikh Abdullah Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878, sebagai anak dari Haji Ahmad yang dikenal sebagai seorang ulama dan juga sebagai pedagang kecil. Pendidikannya dimulai dengan mempelajari agama Islam pada orang tuanya sendiri, serta beberapa orang guru yang ada di daerahnya. Karena ayahnya seorang ulama yang berfikiran modern, Abdullah Ahmad sangat diharapkan agar menjadi orang terpelajar  dan memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang agama.[1]
Selanjutnya pada usia 17 tahun (1895), ia berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, sambil menimba Ilmu agama Islam pasa Syaikh Ahmad Khatib, seorang Ulama asal Minangkabau yang bermukim di Makkah, serta kepada beberapa ulama lainya di Mekkah.[2]
   Karena di tempat kelahirannya banyak mendapatkan tantangan dalam menyebarkan paham pembaharuannya, maka ia memutuskan untuk pindah ke Padang pada tahun 1906 dan di sana ia menjadi guru agama di Masjid Raya Ginting, menggantikan pamannya Syaikh Ahmad Halim yang telah meninggal dunia.
Di tengah-tengah kesibukannya melakukan dakwah dan pendidikan, Abdullah Ahmad juga aktif di bidang menulis. Ia banyak menghasilkan karya tulis dalam bidang keagamaan dan pendidikan. Di antara karya tulisnya yang             terkenal adalah al-munir, yaitumajalah yang mengandung misi pembaruan Islam.
b.      Pemikiran Pemdidikannya
Pertama, tentang pemerataan pendidikan. Syaikh Ahmad adalah orang pertama yang menpelopori berdirinya madrasah di Indonesia, yaitu model sekolah agama yang menggunakan sistem klasikal lengkap dengan sarana dan prasarananya.Dialah orang yang pertama mengadakan pembaruan pendidikan dalam bidang sistem kelembagaan atau institusi pendidikan.[3] Kedua, tentang kurikulum.Sebagaimana dicatat dalam sejarah bahwa sekolah Adabiah diubah mmenjadi HIS Adabiah pada tahun 1915. Menurut Mahmud Yunus, itulah HIS yang pertama di Minangkabau yang memasukkan pelajaran agama  dalam rencana pengajarannya. Ketiga, tentang dana pendidikan. Abdullah Ahmad talah barhasil melakukan bua hal. umat Islam, sedangkan yang kedua, ia telah berhasil mengupayakan adanya dana alternatif bagi pendidikan Islam, dan dana itu justru datang dari pemerintah Belanda sendiri. Keempat, tentang kemodernan.Kemodernan ini antara lain ditandai oleh sikap keterbukaan yang objektif dan kritis. Kelima, tentang metode pengajaran. Metode  debating club adalah termasuk metode yang diterapkan oleh Abdullah Ahmad.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat dengan jelas, bahwa selama hidupnya, Abdullah Ahmad banyak berkiprah dengan kegiatan pendidikan Islam dengan memberikan ide-ide baru serta mempraktikannya dalam lembaga pendidikan yang didirikannya.
2.      Rahmah El- Yunusiah
a.      Riwayat Hidup
Tokoh pendidikan dan pejuangan Islam di Sumatra Barat ini, lahir di Padang Panjang tanggal 29 Desember 1900, dan wafat di daerah yang sama pada tanggal 2 Febrari, 1969. Dialah pendiri Madrasah Diniyah Putri Padang Panjang ( Sumatra Barat) tang merupakan perguruan wanita Islam pertama di Indonesia, dan pelopor berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) DI Sumatra Barat.
Rahmah adlah anak bungsu dari empat bersaudra dari pasangan Syaih Muhamad Yunus dan Rafi’ah. Ayahnya adalah seorang kadi di Pandai Sikat yang juga ahli dalam Ilmu falaq. Kakeknya adalah Syakh Imanudin, ulama terkenal Minngkabau, tokohNaksyabandiyah.[4]
Riwayat pendidikannya dimulai dari belajar dari ayahnya.Namun hal ini hanya berlangsung sebentar karna ayahnya meninggal duniaketika ia masih muda. Ia kemudian dibimbing langsung oleh kakak-kakaknya yang ketika itu telah dewasa.
b.      Usaha-Usaha di Bidang Pendidikan
Atas bantuan Persatuan Murid – murid  Diniyan schoool ysng didirikan oleh kakaknya, Labai, Rahmah mendirikan Madrasah Diniyah Khusus untuk putri pada tanggal 1 November 1923. Berikutnya padaahun 1930 sebuah bertambah pada tinggkat menengah di selenggarakan di samping madrasah.
Di samping sebagai pendidik Rahmah juga sebagai pejuang. Dia lah orang yang pertama kali mengbarkan bendera Merah Putih di sekolahnya setelah mendengar berita preklamasi kemerdekaan Indonesia.
Dibawah pimpnan Rahmah, Diniyah Putri berkembang pesat.Keberhasilan lembaga ini mendapat perhatian dan pujian dari berbagai tokoh pendidikan, pemimpin nasional, politikus, dan tokoh agama, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Rahmah termasuk orang yang berprestasi tinggi, pelopor emansipasi wanita, pejuang,nasionalisme, dan patriolisme sejati, serta memilikai pemikiran, pandangan, cita- cita, dan upaya-upaya kongkrit yang original dan genuine sebagai hak paten yang di milikinya.
3.      Syekh Ibrahim Musa Parabek
a.         Riwayat hidup
Syekh Ibrahim Musa Parabek lahir tanggal 12 Syawal 1301 H/1884 M di Desa Parabek . Banuhampu, Bukittinggi. Ayahnya bernama Syekh Muhammad Musa bin Abdul Malik Al Qarhawy, seorang Ulama yang terkenal di kampungnya Karatau, Parabek. Ibu Ibrahim bernama Ureh. Sejak kecil Ibrahim telah belajar Qur'an di bawah bimbingan ayahnya. Pada usia 13 tahun ia sudah Khatam Qur'an.
Pada usia yang masih muda itu juga beliau dilepas orang tuanya pergi mengaji ke Surau Tuanku Mato Aia Pakandangan Pariaman. Di sana beliau mempelajari Ilmu Nahwu dan Sharaf. Selanjutnya pindah ke Batu Taba di surau Tuanku Mato Angin, beliau belajar Fiqih . Kemudian ke Ladang Laweh mengaji dengan Tuanku Abdul Samad di surau Biaro Ampek Angkek. Juga beliau belajar dengan Syekh Jalaluddin Alkasai di Sungai Landai Banuhampu. Terakhir beliau belajar dengan Tuanku Abdul Hamid di Suliki Paya Kumbuh.
Dalam usia 19 tahun beliau berangkat ke Mekah untuk mendalami Ilmu agama bersama kakaknya Abdul Malik tepatnya di bulan Rajab th 1320 H/ 1901 M. Di Mekah beliau mengaji pada syekh Ahmad Khatib Al Minang Kabawy (1815 - 1915), yang menjadi imam masjidil haram dari mazhab Syafei. Beliau juga dibimbing oleh Syekh Muhammad Djamil Djambek, Syekh Ali Bin Husein, Syekh Mukhtar Al-Jawi dan Syekh Yusuf Al Hayat. [5]
b.            Pemikiran pendidikan
Pertama, syaikh Ibrahim musa parabek termasuk dalam tokoh dan ulama islam yang memliki komitmen yang kuat untuk memajukan dan mengembangkan kehidupan masyarakat sesuai dengan cita-cita islam sebagai mana terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Kedua, dilakukan dengan menggunakan pendidikan sebagai cara untuk mentransformasikan cita-cita islam sebagai mana Al-Qur’an dan Hadits.
Ketiga, ide-ide pembaharuan dalam bidang pendidikan yang dibawanya banyak dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal. Factor internal adalah berupa bakat, kepribadian dan minatnya untuk memajukan masyarakat yang berada disekitar lingkungannya, sedangka factor eksternalnya adalah pengaruh pendidikan yang dimilikinya, ketika menimba ilmu di mekah, serta factor colonia Belanda yang memperkenalkan model pendidikan klasikal.
Keempat, upaya-upaya pembaruan dalam bidang pendidkan dapat dinilai berhasil, selain disebabkan karena kedalaman ilmunya juga karena pendekatan yang digunakannya yang lebih mengedepankan cara-cara persuasive. Ide-ide ini tampaknya masih cukup relevan untuk digunakan dalam menangani berbagai masalah dewasa ini.[6]
4.      Prof. Dr. H. Mahmud Yunus
a.      Riwayat hidup
   Mahmud Yunus di lahirkan di Batusangkar, Sumatra Barat, pada tanggal 10 februari, 1899 (30 Ramadhan, 1336 H.), dan wafat pada tanggal 16 Januari, 1982. Ia termasuk tokoh pendidikan islam indonesia yang gigih memperjuangkan masuknya pendidikan agama kesekolah umum dan ikut berusaha memperjuangkan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN).
   Di samping sebagai guru, Mahmud Yunus juga melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya, seperti mewakili Syaikh H.M. Thalib (pemimpin madrasah) menghadiri rapat besar alim ulama seluruh minangkabau (tahun 1919). Di rapat besar itu diputuskan untuk mendirikan Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) dan Mahmud Yunus termasuk salah seorang anggotanya. Kegiatan lainnya adalah memprakarsai berdirinya perkumpulan pelajar-pelajar Islam Batusangkar dengan nama “Sumatra Thawalib”. Pada tahun 1920 perkumpulan ini berhasil menerbitkan majalah islam yang bernama al-Basyir di bawah asuhan Mahmud Yunus.
 Setelah menunaikan ibadah haji ini, ia belajar di mesir untuk melanjutkan studinya yang selama ini menjadi cita-citanya. Ia mulai studinya di Al-Azhar (1924) dan di Darul Ulum Ulya (Cairo) sampai tahun 1930.
b.      Usaha-usaha dan Pemikiran Pendidikan
   Setelah kembali ke Indonesia 1930, Mahmud Yunus memperbarui madrasah yang pernah di pimpinnya di Sungayangdendan nama al- Jamiah al Islamiyah,disampingmendirikan sebuah sekolah yang kurikulumnya memadukan ilmu agama dan umum yankni nornal Islam.Pembaruan di Dua madrasah ini di Utamakan pada pembaruan metode mangajar bahasa arab.
   Keberhasilannya dalam memperbarui dua madrasah imi menumbuhkan ke inginan mahmud yunus untuk memdirikan Sekilah Tinggi Islam di Padang, dan terwujud pada tanggal 1 November 1940.Akan tetapi pada 1 Meret1942 Sekolah Tinggi Islam ini terpaksa di tutur kerena Jepang tidak mengiginkan adanya sekolah tinggi semacan itu.Mahmud Yunus memiliki komitmen dan perhatian yang tinggi terhadap upaya membangun, meningkatkan dan mengembangkan pendidikan agama islam sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang di peruntukkan bagi seluruh masyarakay Indonesia, Khususnya yang beragama Islam.
5.      Mohammad Natsir
a.      Riwawat hidup
Mohammad Natsir/Mohd. Natsir/M. Natsir, adalah putra kelahiran Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat 17, Juli 1908, dengan gelar Datuk Sinaro Panjang. Natsir adalah orang yang berbicara penuh sopan santun, rendah hati dan bersuara lembut meskipun terhadap lawan-lawan politiknya. Ia juga sangat bersahaja dan kadang-kadang gemar bercanda dengan siapa saja yang menjadi teman bicaranya.
Tanggal 5 April 1950 Natsir mengajukan mosi intergral dalam sidang pleno parlemen, yang secara aklamasi diterima oleh seluruh fraksi. Mosi ini memulihkan keutuhan bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan RI (NKRI), yang sebelumnya berbentuk serikat. Karena prestasi inilah Natsir diangkat menjadi perdana menteri. Bung Karno menganggap Natsir mempunyai konsep untuk menyelamatkan Republik melalui konstitusi.
Pada masa revolusi kemerdekaan, Natsir pernah menjabat Wakil Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), yang waktu itu ketuanya dijabat oleh Assaat Datuk Mudo, dan beberapa kali menjadi Menteri Penerangan. Natsir banyak berjasa untuk perkembangan dakwah Islam dan termasuk di antara sedikit tokoh Indonesia dengan reputasi internasional. Dia pernah menjabat presiden Liga Muslim se-Dunia (World Moslem Congress), ketua Dewan Mesjid se-Dunia, anggota Dewan Eksekutif Rabithah Alam Islamy yang berpusat di Mekkah. Sebagai mubaligh, Natsir mendirikan Dewan Dakwah Islamiah Indonesia, yang mengirimkan mubaligh ke seluruh Indonesia.[7]
b.      Gagasan dan Pemikiran Pendidikan
1)       Tentang peran dan fungsi pendidikan
Menuru Natsir ada enam rumusan yang di majukan :
-          Pendidikan harus berperan sebagai sarana memimpin dan mendidik agar manusia yang dikenakan sasaran pendidikan tersebut dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani secara sempurna.
-          Pendidikan harus diarah kan untuk menjadikan anak didik memiliki sifat-sifat kemanusiaan dengan mencapai akhlak al karimah yang sempurna.
-          Pendidikan berperan sebagai sarana untuk menghasilkan manusia yang jujur dan benar (bukan pribadi yang hipokrit).
-          Pendidikan agar berperan membawa manusia agar dapat mencapati tujuan hidupnya, yaitu menjadi hamba Allah SWT.
-          Pendidikan harus dapat menjadikan manusia yang dalam segala perilaku atau interaksi vertical dan horizontalnyaselalu menjadi rahmat bagi seluruh alam
-          Pendidikan harus benar-benar mendorong sifat-sofat kesempurnaannya dan bukan sebaliknya
2)      Tentang tujuan pendidikan
3)      Tentang dasar pendidikan
4)      Tentang ideology dan pendekatan pendidikan
5)      Tentang fungsi bahasa asing[8]
6.      K.H.Ahmad Dahlan
a.      Riwayat Hidup
K.H.Ahmad Dahlan lahir pada tanggal1869 di Yogyakarta dengan nama Darwisy. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar bin kiai Sulaiman, seorang Khalib tetep di Masjid Sultan di kita tersebut.
Sewktu keci Ahmad Dahlan tidak sempat menikmati  pendidikan  Barat untuk anak-anak kaum ningrat yang lulusanya biasa di sebut kapir landa. Ahmad Dahlan di kirim di psantren-perantren yang ada di pulau jawa (Yokyakatra) dan sekitarnya.
Pada 18 November 1912 K.H.Ahmad Dahlam mendirikan organisasi Muhamadiyah di Yogyakarta. Organisasi ini mempunyai maksud menyebarka ajara Nabi Muhammad SAW,dan menyebar luaskan Agama Islam Pada angota-anggotanya.[9]
b.      Pemikiran Pendidikan
Ahmad Dahlan berpandangan bahwa pendidikan sangat penting dalam pembentukan kepribadian. Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan ketrampilan yang di perlukan untuk mencapai kemajuan materil.
Pendirian organisasi Muhamadiyah pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H. Turut mempercepat pendirian sekolah-sekolah baru dengan model yang baru. Selain membangun sekolah-sekolah muhamadiyah yang di pimpin oleh Ahmad Dahlan jiga mengembangkan program pendidikan agama untuk masyarkat umum, baik yang di lakukan melalui pengajian-pengajian maupun kursus-kursus yang lebih formal.
Sebagai tokoh pembaru dalam bidang pendidikan, dakwah, dan sosial keagamaan, Ahmad Dahlan menghadapi tantangan dan hambatan yang amat keras dari kaum tradisionalis. Namun berkat kesabaran, keteguhan,dan keuletan dalam menyampaikan ajaran-ajaran agama,cita-cita dan obsersi Ahmad Dahlan dapat terlaksana.[10]
7.      K.H.Hasyim Asy’ari
a.         Riwayat hidup
K.H.Hasyim Asy’ari lahir pada tanggal 24 Februari 1871, Di desa Gedang, Jombang Jawa Timur. Riwayat pendidikanya di mulai dari mempelajari ilmu-ilmu Al- Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama pada orang tuanya sendiri.Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya pada berbagia pondok pesanrten yaitu khusus di pulau Jawa di antaranya : Langitan, Tuban, Demangan, Bangkalan, Sidoarjo, dll.
b.         Pemikiran dalam Bidang Pendidikan
a)      Mengajar
Mengajar merupakan usaha yang di tekuni Haasyim Asy’ari sejak masih kecil. Bahkan  dipondok pesantren  ia seringdipercaya oleh gurunya mengajar santri-santri yang baru masuk.
b)      Mendirikan Pesantren
Hasyim Asy’ari mendirikan pndok pesantren yang di kelolonya sendiri, di Desa Tebu Ireng, Jombang. Kehidupanya banyak tersita untuk membina santri-santrinya.
c)      Mendirikan Organisasi
Hasim Asy’ari bersama K.H.Abdul Wahab Hasbulallah dan sejumlah ulama lainya di Jawa Timur mendirikan Jamiah Nahdatul ULAMA (NU). Sejak awal berdirinya K.H.Hasim di percayai memimpin organisasi itu sebagai Rais Akbar.
d)     Berjuang Melawan Belanda
Pada masa revolusi Fisik mwlawan  penjajah Belanda  K.Hasyim dikenal karna ketegasannya terhadap penjajah dan seruan jihadnya yang menggelora para santri dan masyarakat Islam.
e)      Aktif di Masyumi
Hasim Asy’ari pernag menjabat ketua Besar Masyumi ketuka NU menjadi anggota. Dalam suatu kesempatan pidata di hadapan ilama seluruh Jawa pada tanggal 30 Juli 1946 di Bandung.
8.      Ki  Hajar Dewantara
a.      Riwayat hidup
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).[11]
b.      Gagasan dan pemikiran pendidikan.
Ki Hajar Dewantara banyak mengabdikan dirinya bagi kepentingan pendidikan nasional, melalui Taman Siswa yang dirikan dan diasuhnya. Dalam kapasitasnya yang demikian itu dapat diduga kuat bahwa ia banyak memiliki gagasan dan pemikiran dalam bidang pendidikan yang dikemukakannya.
Gagasan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara selengkapnya dapat dikemukakan sebagai berikut.
1)      Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan
Secara sederhana visi dapat diartikan suatu cita-cita ideal yang bersifat jangka panjang jauh kedepan dan mengandung makna yang amat dalam yang kemudian berfungsi sebagai arah pandang kemana suatu kegiatan akan diarahkan. Secara konseptual visi biasanya berisi rumusan kalimat yang tegas, jelas dan singkat.
Sedangkan misi adalah serangkain langkah-langkah stategis yang lebih terperinci dan terukur yang apabila dilaksanakan akan terasa pengaruhnya baik secara psikologis, sosiologis maupun cultural. Kumpulan dari misi tersebut selanjutnya berfungsi untuk mencapai visi.
2)      Kurikulum (Mata Pelajaran)
Istilah “kurikulum” berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Dalam pengertian yang sederhana kurikulum sering diartikan dengan sejumlah mata pelajaran atau bidang studi. Namun dalam perkembangan selanjutnya pengertian kurikulum tidak hanya terbatas pada pengertian sejumlah mata pelajaran atau bidang studi saja, melainkan termasuk pula kegiatan-kegiatan belajar dimaksud dapat dilakukan dalam kelas dengan mengikuti ceramah, bertanya jawab, mengadakan demonstrasi, bisa juga kegiatan di luar kelas, baik di dalam maupun di luar kampus. Sejalan dengan itu pendapat berikutnya mengatakan bahwa menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari sekadar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak sesuatu actual, yang nyata, yaitu yang actual terjadi di sekolah dalam proses belajar.
3)      Pendidikan Budi Pekerti
Pendidikan budi pekerti termasuk bidang kajian yang mendapat perhatian yang menonjol dari Ki Hajar Dewantara. Pemikiran dan gagasannya tentang pendidikan budi pekerti secara akademis amat luas, kokoh dan komprenhensif, sebagaimana hal ini terlihat pada sejumlah referensi dari para tokoh dalam bidang yang ia gunakan. Penguasaannya terhadap ilmu jiwa yang demikian luas dan mendalam telah digunakannya secara fungsional, proporsional dan elegan dalam membangun konsep atau teorinya tentang pendidikan budi pekerti. Demikian pula semangat nasionalisme, kemandirian dan kemerdekaanya dari pengaruh budaya Belanda telah semakin mendorong baginya untuk merumuskan konsep budi pekerti yang khas bagi bangsa Indonesia. Hal yang demikian terlihat pada adanya bab khusus tentang pendidikan Adab dan Ethik dalam buku Bagian Pertama Pendidikan, mulai dari halaman 459 sampai 491 (32 halaman). Selain itu, pada setiap bab pembahasan buku tersebut, walaupun judulnya bukan membahas tentang budi pekerti tapi di dalamnya dijumpai wawasan yang bernuansa akhlak.[12]
9.      K.H. Abdullah Syafi’I
a.      Riwayat hidup
KH Abdullah Syafi’ie, ulama Betawi yang lahir di Kampung Bali Matraman, Jakarta pada 16 Sya’ban 1329 Hijriyah bertepatan dengan 10 Agustus 1910 Miladiyah. Ayahnya Haji Syafi’ie bin Sairan dan ibunya Nona binti Asy’ari, beliau memiliki dua saudara perempuan yakni Hajjah Siti Rogayah dan Hajjah Siti Aminah.
Ketika berusia 17 tahun, Abdullah Syafi’ie memperoleh pemberitahuan untuk belajar di langgar partikelir dan ketika berusia 23 tahun mulai membangun Masjid Al Barkah di Kampung Bali Matraman, di sana pula beliau menekuni ajaran Islam, membangun masyarakat.
Beliau pernah berguru kepada Habib Alawy bin Tohir Alhaddad di Bogor dan sekitar tahun 1940-an mulai membangun madrasah ibtidaiyah meski sederhana namun mampu menampung santri di sekitarnya. Tahun 1957 membangun aula As Syafiiyah untuk Madrasah Tsanawiyah lilmuballighin wa muallimin. Disusul tahun 1965 mendirikan Akademi Pendidikan Islam As Syafiiyah, tahun 1967 mendirikan Radio As Syafiiyah, dan tahun 1968 merintis pengembangan As Syafiiyah di kawasan pinggiran Jatiwaringin.
Radio Assafi’iyah memberitakan KH Abdullah Syafi’ie meninggal dunia tanggal 3 September 1985 dalam usia 75 tahun. dari radio Islam itu bergema ayat-ayat suci Alquran diselingi berita-berita duka cita.rumah duka di Kampung Balimatraman, Tebet Selatan, Jakarta Selatan. ribuan orang yang tengah ber-takziah. Suara tahlil, takbir dan tahmid bergema tiada henti. KH Abdullah Syafi’ie memang dikenal luas oleh masyarakat.dari rumah duka di Kampung Balimatraman ke peristirahatan terakhir di Pesantren Asyafi’iyah, Jatiwaringin, mesin mobil dimatikan. Karena, ribuan pelayat rela untuk saling rebutan mendorongnya sejauh 17 km.
b.      Pemikiran dan usahanya dalam bidang pendidikan
Tidak seperti pemikir pendidikan lainnya Abdullah Syafi’i mencoba merumuskan tujuan pendidikan dengan mengaitkannya pada jenjang pendidikan tertentu dan bersifat teknis dan operasional. Menurut Abdullah Syafi’i tujuan pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), misalnya adalah: membentuk siswa-siswi yang menguasai ilmu agama setingkat tsanawiyah dan aliyah dan pengetahuan umum setingkat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum. Sedangkan tujuan pendidikan untuk pesantren putra-putri adalah: menciptakan kader ulama dan zu’ama, pewaris bumi tercinta dimasa mendatang.
Sejalan dengan tujuan pendidikan itu, Abdullah Syafi’i memandang bahwa semua ilmu dapat dipelajari, baik ilmu agama maupun ilmu umum seperti ilmu kedokteran. Sesuai dengan pandangannya ini Abdullah Syafi’i berpendapat bahwa materi pendidikan Islam adalah meliputi disiplin ilmu yang luas atau mencakup disiplin agama maupun disiplin ilmu umum.
Abdullah Syafi’i memperkenalkan metode pengajaran dengan cara talqin, diskusi, penugasan, bimbingan dan metode lainnya. Metode-metode tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut:
1)      Metode Talqin
Metode ini cara kerjanya dimulai dengan memperdengarkan bacaan suatu ayat atau teks tulisan seperti tartil dan berulang-ulang hingga sempurna. Bacaan ayat atau teks tulisan tersebut diikuti oleh salah seorang muridnya yang agak pandai dan selanjutnya diikuti oleh para siswa lainnya secara keseluruhan.
Dengan metode ini Abdullah Syafi’i telah menetapkan pola pengajaran dengan sistem tutor sebaya, suatu cara pengajaran yang berupaya memanfaatkan peserta didik yang agak pandai untuk membantu temannya yang agak tertinggal. Cara ini secara psikologis telah menghargai prestasi yang dicapai anak didik. Metode talqin ini cocok digunakan untuk pengajaran keterampilan membaca Al-Qur’an dan pengajaran bahasa.
2)      Metode Diskusi
Abdullah Syafi’i mempergunakan metode ini pada siswa tingkat akhir. Cara bekerjanya dimulai dengan menjelaskan tujuan pengajaran, permasalahan yang harus dipecahkan, bahan-bahan bacaan yang tersedia. Melalui proses diskusi yang terarah tersebut para siswa menemukan kesimpulan berupa konsep, teori, wawasan dan sebagainya dari suatu bidang kajian tertentu.
Metode ini cocok digunakan untuk pengajaran bidang studi yang membutuhkan keterampilan berpikir dalam memecahkan masalah. Namun menurut Abdullah Syafi’i, ada satu hal yang tidak boleh didiskusikan oleh para pelajar yaitu tetang Tuhan.
3)      Metode penugasan
Metode ini digunakan oleh Abdullah Syafi’i untuk mengulangi kembali mata pelajaran yang telah diberikan sebelumnya untuk diulang kembali pada pertemuan berikutnya. Dengan metode ini Abdullah Syafi’i mengharapkan agar peserta didik benar-benar menguasai materi pelajaran yang sudah dipelajarinya.
4)      Metode pemagangan
Metode ini digunakan oleh Abdullah Syafi’i kepada para siswa yang hampir menyelesaikan pendidikannya. Andaikata suatu saat siswa itu akan bertugas sebagai guru, maka sebelum mengakhiri pelajarannya ia terlebih dahulu harus berlatih magang menjadi guru. Demikian juga jika suatu saat siswa itu bertugas sebagai muballigh, maka sebelum mengakhiri pelajarannya ia harus berlatih sebagai muballigh. Dengan metode pemagangan ini, seorang calon guru, atau calon muballigh memiliki keterampilan, pengalaman dan wawasan praktis dalam melaksanakan tugasnya kelak di kemudian hari.
5)      Metode pengulangan
Metode ini digunakan oleh Abdullah Syafi’i untuk meningkatkan pemahaman para siswa terhadap pelajaran yang telah diberikan kepadanya. Metode ini cara kerjanya dengan meminta para siswa pada setiap kali pertemuan untuk mendemonstrasikan atau mengulangi kembali pengetahuan yang dimilikinya sehingga benar-benar dikuasainya dengan baik.
6)      Metode bimbingan dan teladan
Metode ini digunakan oleh Abdullah Syafi’i dengan cara menampilkan dirinya sebagai seorang ulama yang memberikan teladan pada umat yang berada sekitarnya. Teladan dan bimbingan misalnya ia berikan kepada anak didik pada saat melaksanakan shalat Subuh. Kiyai langsung mengingatkan atau membangunkan anak-anak untuk segera bersiap-siap melaksanakan shalat Subuh itu.
Menurut informasi yang disampaikan muridnya, Amirin, bahwa Abdullah Syafi’i sering kali mengunjungi murid-muridnya di tempat tinggalnya dan kemudian mendo’akan muridnya, bahkan terkadang Kiyai memberikan barang-barang berupa kain untuk diperdagangkan, dengan tujuan di samping muridnya memiliki keterampilan berdagang, juga mendapatkan rezki dari keuntungan yang diperolehnya.[13]
10.  K.H. Abdullah Bin Nuh
a.      Riwayat hidup
K.H. R. Abdullah Bin Noeh lahir di Cianjur tanggal 30 Juni 1905 dan wafat di Bogor tanggal 26 Oktober 1987. Selain maha guru para ulama ia juga merupakan seorang sastrawan, pendidik, dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Sejak kedl mendapat pendidikan agama Islam yang sangat keras dari ayahnya, yakni K.H. R. Muhammad Nuh bin Muhammad Idris. Juga seorang ulama besar, pendiri Sekolah AI’ Ianah Cianjur. Dalam pengawasan ketat ayahnya ini, Abdullah kecil belajar agama dan bahasa Arab setiap hari. Sehingga dalam waktu relatif masih muda, ia sudah mampu berbicara bahasa Arab.
Di samping mampu pula menalar kitab alfiah (kitab bahasa arab seribu bait) serta swakarsa belajar bahasa Belanda dan Inggris. Berbekal ilmu yang telah dikuasainya itu, Abdullah bin Nuh muda mengajar di Hadralmaut School. Sekaligus menjadi redaktur majalah Hadralmaut, sebuah mingguan berbahasa Arab yang terbit di Surabaya, Jawa Timur sejak tahun 1922 hingga tahun 1926. Setelah itu ayahnya mengirim Abdullah untuk menimba i1mu di Fakultas Syariah Universitas AI-Azhar, Kairo, Mesir. Setelah dua tahun lamanya Abdullah belajar di AI -Azhar, Kairo, Mesir, untuk kemudian kembali ke tanah air dan aktif mengajar di Cianjur serta Bogor. Hal itu dilakukannya sejak tahun 1928 hingga tahun 1943.[14]
b.      Pemikiran dan usaha KH. Abdullah bin Nuh dalam bidang pendidikan
Abdullah bin Nuh memang terkenal dalam mengembangkan pesantren dan pemikirannya yang mendalam tentang al-Ghazali karena:
1)      Ia mengajar rutin Kitab Ihya Ulumuddin dalam pengajaran mingguan yang dihadiri banyak ustad-ustad di Bogor, Sukabumi, Cianjur dan sekitarnya.
2)      Ia sejak kecil di rumah mendapat pelajaran dari ayahnya Muhammad Nuh bin Idris, kitab-kitab Imam al-Ghazali diantaranya Ihya Ulumuddin.
3)      Ia menamakan pesatrennya dengan nama pesantren al-Ghazali. (internet)
Selanjutnya Abuddin Nata mengatakan gagasan dan pemikiran pendidikan Abdullah bin Nuh secara implisit dapat ditelusuri dari berbagai karya tulis serta aktivitasnya sebagaimana tersebut di atas. Secara eksplisit tidak ada yang berjudul pendidikan dalam arti sebagai ilmu pendidikan. Di dalam bukunya sering dijumpai adalah pemikiran dan gagasan tentang nilai-­nilai luhur yang barus ditanamkan ke dalam jiwa masyarakat. Dengan demikian Abdullah bin Nuh dapat dikatakan sebagai praktisi pendidikan, yaitu orang yang mengabdikan seluruh jiwa dan raganya untuk mendidik masyarakat.
Dari berbagai upaya dan kiprahnya itu dapat diidentifikasi aspek-aspek pendidikan yang diusung oleh Abdullah bin Nuh diantaranya:
1)      Tujuan pendidikan
Abdullah bin Nuh menginginkan agar pendidikan diarahkan untuk menghasilkan manusia yang dapat mengabdikan dirinya kepada Allah SWT melalui berbagai aktivitas yang seluas-luasnya. Manusia yang demikian itulah yang akan dirasakan manfaatnya baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Rumusan tujuan pendidikan yang demikian didasarkan pada pengamatannya di mana umat Islam pada saat itu masih kurang memperlihatkan perhatiannya bagi kemajuan masyarakat. Pendidikan harus menolong masyarakat agar dapat melakukan perannya itu.
2)      Materi pendidikan
Berdasarkan pada sejumlah karya tulis serta kiprahnya di lembaga pendidikan sebagaimana tersebut di atas, Abdullah bin Nuh menginginkan agar materi pendidikan di samping memuat mata pelajaran agama, juga memuat mata pelajaran umum, penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal yang demikian sejalan dengan tujuan pendidikan di atas, serta adanya kenyataan di mana umat Islam pada saat itu masih banyak memusuhi ilmu pengetahuan dan melihat pengetahuan agama dan pengetahuan umum sebagai dua bidang ilmu yang dikotomis. Abdullah bin Nuh ingin mengintegrasikan antara kedua ilmu tersebut serta menghilangkan dikotomi itu.
3)      Guru
Secara teoritis Abdullah bin Nuh tidak berbicara tentang guru. Namun secara substantif fungsional ia begitu kuat keinginannya untuk menghasilkan tenaga-tenaga guru yang handal dan profesional. Hal yang demikian ia lakukan dengan cara memberikan kepercayaan kepada muridnya yang senior untuk bertugas sebagai guru dan sekaligus memimpin lembaga pendidikan.
4)      Manajemen pendidikan
Abdullah bin Nuh menyadari benar bahwa untuk mamajukan pendidikan perlu adanya manajemen pendidikan yang kuat dan handal. Gagasan ini ia wujudkan dengan cara membentuk yayasan lengkap dengan sistem organisasinya yang handal sebagaimana tersebut di atas.
5)      Bentuk pendidikan
Abdullah bin Nuh melihat pendidikan bukan hanya yang berlangsug di kelas-kelas secara formal, melainkan juga yang berlangsung di masyarakat. Untuk itu bentuk pendidikan yang dikembangkan oleh Abdullah bin Nuh meliputi lembaga pendidikan formal dan pendidikan non formal.
Pandangan Abdullah bin Nuh dalam bidang tujuan kurikulum, guru, manajemen dan bentuk kelembagaan pendidikan tampak sangat dipengaruhi oleh sikap dan pandangan keagamaannya, yaitu pandanga Sunni.
11.  K.H. Imam Zarkasyi
a.      Riwayat hidup
KH. Imam Zarkasyi lahir di desa Gontor, Jawa Timur pada tanggal 21 Maret 1910 M. Belum genap usia beliau 16 tahun, Imam Zarkasyi muda mula-mula menimba ilmu di beberapa pesantren yang ada di daerah kelahirannya, seperti Pesantren Josari, Pesantren Joresan dan Pesantren Tegalsari. Setelah menyelesaikan studi di Sekolah Ongkoloro (1925), beliau melanjutkan studinya di Pondok Pesantren Jamsarem Solo. Pada waktu yang sama beliau juga belajar di Sekolah Mamba’ul Ulum. Kemudian masih di kota yang sama ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Arabiyah Adabiyah yang dipimpin oleh KH. M. O. Al-Hisyami, sampai tahun 1930. Selama belajar di sekolah-sekolah tersebut (terutama Sekolah Arabiyah Adabiyah) beliau sangat tertarik dan kemudian mendalami pelajaran bahasa Arab.
Sewaktu belajar di Solo, guru yang paling banyak mengisi dan mengarahkan Imam Zarkasyi adalah al-Hasyimi, seorang ulama, tokoh politik dan sekaligus sastrawan dari Tunisia yang diasingkan oleh Pemerintah Perancis di wilayah penjajahan Belanda, dan akhirnya menetap di Solo.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Solo, Imam Zarkasyi meneruskan studinya ke Kweekschool di Padang Panjang, Sumatera Barat, sampai tahun 1935.
b.      Pemikin Imam Zarkasyi
Secara garis besarkonsep pembaharuan pemikiran Imam Zarkasyi dapat dibagi dalam empat bidang yaitu pembaharuan dalam bidang metode dan sistem pendidikan, kurikulum pesantren, struktur dan sistem manajemen pesantren serta pola fikir santri dan kebebasan pesantren. Berikut uraianya ;
1)      Pembaharuan Metode dan Sistem Pendidikan Diantara pembaharuan metode dan sistem pendidikan yang diterapkan di Gontor adalah menganut sistem pendidikan klasikal yang terpimpin secara terorganisir dalam bentuk penjejangan kelas dalam jangka waktu yang ditetapkan. Hal ini ditempuh oleh Imam Zarkasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dalam pengajaran, dengan harapan bahwa dengan biaya dan waktu yang relatif sedikit dapat menghasilkan produk yang besar dan bermutu. Selain itu, Imam Zarkasyi juga memperkenalkan kegiatan extra kurikuler. Dalam hal ini santri memiliki kegiatan di luar jam pelajaran.
2)      Pembaharuan Kurikulum Kurikulum yang diterapkan oleh Imam Zarkasyi adalah 100% umum dan 100 % agama.
3)      Pembaharuan Struktur dan Manajemen Pesantren Demi kepentingan pendidikan dan pengajaran Islam, Imam Zarkasyi mewakafkan ponpes Gontor kepada lembaga yang di sebut badan wakaf pondok modern gontor. Selanjutnya, dalam hal ini lembaga badan wakaf menjadi badan tertinggi di pondok Gontor. Badan inilah yang bertanggungjawab untuk mengangkat kyai untuk masa jabatan lima tahun. Dengan demikian, kyai bertindak menjadi mandataris dan bertanggungjawab kepada badan wakaf.
4)      Pembaharuan dalam Pola Fikir Santri dan Kebebasan Pesantren.Dalam hal ini di tanamkan jiwa kepada santri agar berdikari dan bebas. Sikap ini tidak saja berarti bahwa santri belajar dan melatih mengurus kepentinganya sendiri serta bebas menentukan jalan hidupnya di masyarakat., tetapi juga bahwa pondok pesantren itu sebdiri sebagai lembaga pendidikan harus tetap independen dan tidak tergantung pada pihak lain.
12.  K.H. Syaifuddin Zuhri
a.      Riwayat Hidup
Lahir di Sokaraja, Banyumas (Jawa Tengah) tanggal 1 Oktober 1919 sebagai putra seorang petani dan pedagang. Mendapat pendidikan di Sekolah Dasar dan beberapa pesantren. Dia menjadi guru di sebuah sekolah yang berafiliasi dengan NU di Sokaraja (1937-44), dan wartawan yang bekerja untuk berbagai surat kabar harian dan mingguan. Aktif sebagai pengorganisir Anshor di Jawa Tengah bagian selatan (1938-42), konsul NU di Kedu, Purworejo (1942-49), dan komandan barisan gerilya Hizbullah di wilayah Magelang pada masa revolusi (1946-49).
Pada 1954 dia terpilih menjadi pengurus Tanfidziyah PBNU, dan sejak 1965 menjabat sebagai sekretatis jenderalnya. Selama 1960-64 menjadi pimpinan redaksi Duta Masyarakat, koran harian NU, dan 1964-67 menjadi Menteri agama. Sejak 1968 hingga 1982 dia menjadi anggLahir di Sokaraja, Banyumas (Jawa Tengah) sebagai putra seorang petani dan pedagang. Mendapat pendidikan di Sekolah Dasar dan beberapa pesantren. Dia menjadi guru di sebuah sekolah yang berafiliasi dengan NU di Sokaraja (1937-44), dan wartawan yang bekerja untuk berbagai surat kabar harian dan mingguan. Aktif sebagai pengorganisir Anshor di Jawa Tengah bagian selatan (1938-42), konsul NU di Kedu, Purworejo (1942-49), dan komandan barisan gerilya Hizbullah di wilayah Magelang pada masa revolusi (1946-49).
Pada 1954 dia terpilih menjadi pengurus Tanfidziyah PBNU, dan sejak 1965 menjabat sebagai sekretatis jenderalnya. Selama 1960-64 menjadi pimpinan redaksi Duta Masyarakat, koran harian NU, dan 1964-67 menjadi Menteri agama. Sejak 1968 hingga 1982 dia menjadi anggota DPR, tetapi pada bulan Nopember 1981 dia menarik diri dari PPP. Sampai akhir hayatnya, 1986, dia tetap menjabat sebagai rektor lembaga pendidikan tinggi Islam swasta miliknya (yang pada 1964 memberikan gelar doktor honoris causa dalam bidang ushuluddin kepada Soekarno).
b.      Gagasan dan Pemikirannya
Gagasan dan prejuangannya, telah menunjukan perhatian da kesungguhannya untuk memajukan pendidikan islam mulai dari tingkat pendidikan dasar di pesantren hingga keperguruan tinggi, seperti IAIN. Terkait dengan upaya memajukan bidang pendidikan ini, maka saifuddin zuhri juga termasuk seorang pemikir yang memplopori timbulnya kesadaran masyarakat untuk ikut sertamemikul beban membiayai pendidikan, melaui dana wakaf. Gagasan ini sangat relevan dengan konsep pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana kini yag telah kita upayakan pelaksanaannya. Dia juga tercatat sebagai orang yang memperhatikan penyiapan sumber daya manusia untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan islam.
13.  Prof. Dr. Nurcholish Majid
a.      Riwayat Hidup
Prof. Dr. Nurcholish Madjid (lahir di Mojoanyar, Jawa Timur, 17 Maret 1939 – meninggal di Jakarta, 29 Agustus 2005 pada umur 66 tahun) atau populer dipanggil Cak Nur, adalah seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan budayawan Indonesia. Pada masa mudanya sebagai aktifis Himpunan Mahasiswa Islam, ide dan gagasannya tentang sekularisasi dan pluralisme pernah menimbulkan kontroversi dan mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat.
Nurcholish pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, dan sebagai Rektor Universitas Paramadina, sampai d Ia dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Mojokerto, Jawa Timur. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi. Setelah melewati pendidikan di berbagai pesantren diantaranya Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang, termasuk Pesantren Gontor, Ponorogo, menempuh studi kesarjanaan IAIN Jakarta (1961-1968), tokoh HMI ini menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat (1978-1984), dengan disertasi tentang filsafat dan kalam Ibnu Taimiyaengan wafatnya pada tahun 2005.
b.      Gagasan dan Pemikirannya
Cak Nur dianggap sebagai salah satu tokoh pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Cak Nur dikenal dengan konsep pluralismenya yang mengakomodasi keberagaman/ke-bhinneka-an keyakinan di Indonesia. Menurut Cak Nur, keyakinan adalah hak primordial setiap manusia dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan adalah keyakinan yang mendasar. Cak Nur mendukung konsep kebebasan dalam beragama, namun bebas dalam konsep Cak Nur tersebut dimaksudkan sebagai kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang disertai dengan tanggung jawab penuh atas apa yang dipilih. Cak Nur meyakini bahwa manusia sebagai individu yang paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan yang akan datang akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan kebebasan dalam memilih adalah konsep yang logis.
Sebagai tokoh pembaruan dan cendikiawan Muslim Indonesia, seperti halnya K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Cak Nur sering mengutarakan gagasan-gagasan yang dianggap kontroversial terutama gagasan mengenai pembaruan Islam di Indonesia. Pemikirannya dianggap sebagai mendorong pluralisme dan keterbukaan mengenai ajaran Islam di Indonesia, terutama setelah berkiprah dalam Yayasan Paramadina dalam mengembangkan ajaran Islam yang moderat.
Namun demikian, ia juga berjasa ketika bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan pada tahun 1998. Cak Nur sering diminta nasihat oleh Presiden Soeharto terutama dalam mengatasi gejolak pasca kerusuhan Mei 1998 di Jakarta setelah Indonesia dilanda krisis hebat yang merupakan imbas krisis 1997. Atas saran Cak Nur, Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya untuk menghindari gejolak politik yang lebih parah.
14.  K.H. Abdurrahman Wahid
a.      Riwayat Hidup
Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Sya'ban, sama dengan 7 September 1940. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang Penakluk".Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas".
Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Saudaranya adalah Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Ia menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat putri: Alisa, Yenny, Anita, dan Inayah.
Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa.Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.
b.      Gagasan dan Pemikirannya
Abdurahman Wahid dan orang-orang yang tertarik dengannya merupakan generasi neo-modernis Islam, termasuk tokoh-tokoh lain seperti Nurcholis Madjid, Jalaludin Rahmat, Dawam Raharjo dan Amien Rais yang menganjurkan Islamisasi atau re-Islamisasi bangsa Indonesia, Abdurahman Wahid menekankan Indonesia, pribumisasi atau kontekstualisasi Islam. Dengan cara ini, ia ingin menggabungkan nilai-nilai dan keyakinan Islam dengan kultur setempat. ”Sumber Islam adalah wahyu yang mempunyai norma-norma sendiri, karena sifatnya yang permanent. Di sisi lain budaya adalah ciptaan manusia dan oleh karena itu berkembang sesuai dengan perubahan sosial, tetapi hal ini tidak menghalangi manifestasi kehidupan beragama dalam bentuk budaya.”
Masalah pribumisasi Islam ada dua tulisan Gus Dur yang berkaitan langsung dengan tema sentralnya yaitu : “Salahkah jika dipribumikan? Dan pribumisasi Islam”.
Menurut Gus Dur pribumisasi Islam adalah suatu pemahaman islam yang mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan lokal di dalam merumuskan hokum-hukum agama, tetapi agar norma-norma itu menampung kebutuhan-kebutuhan dan budaya dengan mempergunakan peluang yang disediakan oleh variasi ushul al-fiqh dan qowaid al-fiqh.
Dalam proses ini Gus Dur pembauran Islam dengan budaya tidak boleh terjadi sebab berbaur berarti hilangnya sifat-sifat asli. Islam harus tetap pada sifat keIslamannya. Al-qur’an harus tetap dalam bahasa arab, terutama dalam shalat, sebab hal ini merupakan norma. Sedangkan terjemahan al-qur’an hanyalah untuk mempermudah pemahaman bukan menggantika al-qur’an itu sendiri.
Abdurahman Wahid benar-benar sebuah teka-teki, ia bukan tradisionalis konserfatif, bukan pula modernis islam. Dia seorang pemikir liberal, seorang pemimpin organiasasi islam berbasis tradisi terbesar. Sebagai seorang cendekiawan inovatif yang memeragakan profesional biasa atau intelektual, dia memimpin suatu organisasi ulama (NU).
15.  Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A.
a.      Riwayat hidup
Azyumardi Azra Lahir di Lubuk Alung, Sumatera Barat, 04 Maret 1955. Menikah dengan Ipah Farihah, dikaruniai 4 anak: Raushanfikri Usada, Firman El-Amny Azra, Muhammad Subhan Azra, dan Emily Sakina Azra. Pendidikan yang ditempuhnya meliputi Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta pada tahun 1982, Master of Art (M.A.) pada Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah, Columbia University tahun 1998, Master of Philosophy (M.Phil.) pada Departemen Sejarah, Columbia University tahun 1990, dan Doctor of Philosophy Degree tahun 1992, dengan disertasi berjudul The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia : Network of Middle Eastern and Malay-Indonesian ‘Ulama ini the Seventeenth and Eighteenth Centuries. Tahun 2004 disertasi yang sudah direvisi diterbitkan secara simultan di Canberra (Allen Unwin dan AAAS), Honolulu (Hawaii University Press), dan Leiden, Negeri Belanda (KITLV Press).
Saat ini (sejak Desember 2006) menjabat Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Sebelumnya sejak tahun 1998 hingga akhir 2006 Azyumardi Azra adalah Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pernah menjadi Wartawan Panji Masyarakat (1979-1985), Dosen Fakultas Adab dan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1992-sekarang), Guru Besar Sejarah Fakultas Adab IAIN Jakarta, dan Pembantu Rektor I IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1998). Ia juga merupakan orang Asia Tenggara pertama yang di angkat sebagai Professor Fellow di Universitas Melbourne, Australia (2004-2009), dan anggota Dewan Penyantun (Board of Trustees) International Islamic University Islamabad Pakistan (2004-2009).
Di organisasi, ia pernah menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta (1979-1982), Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat (1981-1982), Anggota Selection Committee Toyota Foundation & The Japan Foundation (1998-1999), Anggota SC SEASREP (Southeast Asian Studies Regional Exchange Program) (1998), Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) (1998-sekarang), Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS), Anggota the International Association of Historian of Asia (IAHA) (1998-sekarang), Visiting Fellow pada Oxford Centre for Islamic Studies, Oxford University (1994-1995), Dosen Tamu University of Philippines dan University Malaya (1997), External Examiner, PhD Program University Malaya (UM) (1998-sekarang), Anggota Dewan Redaksi Jurnal Ulumul Quran, Anggota Dewan Redaksi Islamika, Pemimpin Redaksi Jurnal Studia Islamika, Wakil Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) IAIN Jakarta, Anggota Redaksi Jurnal Quranic Studies, SOAS/University of London, dan Jurnal Ushuludin University Malaya, Kuala Lumpur.
b.      Gagasan dan pemikiran
Pertama, perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kedua, tahap pelanjutan dan pematangan konsep. Ketiga, Tahap pematangan gagasan dan implementasi. Hal tersebut memperlihakan bahwa, baginya gagasan modernisasi pendidikan islam sebagaimana tersebut di atas hendaknya tidak menjadi wacana, melainkan harus menjadi kenyataan dan dipraktikan.
                                                                       BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Peran para tokoh pendidikan tersebut berlangsung sejak zaman prakemerdekaan hingga zaman modern seperti sekarang ini. Dinamika pembelajaran mereka merupakan proses dialektis antara model pendidikan belada dan pengaruh gerakan islam yang sudah berkembang di timur tengah. Mereka bekerja keras dalam menentukan visi, misi dan straregi pendidikan islam sehingga mampu merumuskan konsep pendidikan islam yang sesuai dengan zamanya bahkan pada tingkat tertentu masih berlangsung sampai saat ini.




























[1] Lihat Tamar Djya,Orang-Orang Besar Indonesia III, ( Jakarta: Antara,1975),hlm. 73
[2] Lihat Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (  Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995) cet,IV, hlm.156.
[3] Ibid.hlm  157.
[4]Ensiklopedi IslamBagian 4 NAH-SYA, ( Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999),cet. VI, hlm. 151.
[5] http://thawalibparabek.tripod.com/ibrahim.htm
[6] Abuddin Nata, tokoh-tokoh pembaruan pendidikan islam di Indonesia,(Jakarta:2005), hlm 46
[8] Abuddin Nata, tokoh-tokoh pembaruan pendidikan islam di Indonesia,(Jakarta:2005), hlm 81
[9]Deliar Noer,Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, ( Jakarta: LP3ES,1985),cet.III, hlm 86.
[10] Abuddin Nata, tokoh-tokoh pembaruan pendidikan islam di Indonesia,(Jakarta:2005), hlm 101
[11] Abuddin Nata, tokoh-tokoh pembaruan pendidikan islam di Indonesia,(Jakarta:2005), hlm 126
[12] http://bruderfic.or.id/h-59/pemikiran-ki-hajar-dewantara-tentang-pendidikan.html
[13] http://zaijoni2.blogspot.com/2012/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html
[14] http://id.wikipedia.org/wiki/KH._Abdullah_Bin_Nuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar